Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Masih Adakah Cinta (2)

16 September 2017   03:12 Diperbarui: 16 September 2017   03:20 1468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Gak denger ya. Gue suruh lu pindah. Masih di sini saja. Sana," teriaknya. Aku tak mau ribut, aku tarik tangan Rara. Hampir saja mangkuk Rara jatuh, kalau tak ada Bayu yang tiba-tiba saja sudah ada di samping Rara. Bayu menyuruh aku dan Rara duduk di meja Bayu. Bayu sudah selesai makannya. Aku lirik Rara. Aku lihat pipinya memerah. Aku tahu Rara naksir berat dengan Bayu.Mungkin perhatian dari Bayu membuat pipinya memerah

            "Harusnya kita itu gak usah pindah. Sasha itu selalu begitu. Seperti ratu saja. Apa-apa dia harus didahulukan," Rara masih tampak kesal. Rara menatap Sasha dengan pandangan sebal. Berkali-kali Rara marah-marah tak jelas karena kejadian tadi.

            "Aku gak mau ribut," tukasku. Aku melirik Tara. Dia tak mengacuhkan kejadian tadi, dia tetap makan bakso . Dasar, cowok !!! Waktu istirahat kupingku panas mendengar suara Sasha dan grupnya banyak bertanya pada Tara. Ingin rasanya menutup mulutnya dengan plester. Padahal suara gumamam anak-anak yang makan di kantin sudah begitu kuat tapi suara Sasha  melebihi semuanya.  Dan saat terdengar suara bel berbunyi. Sasha dengan manja menggelendot di  tangan Tara. Tara terlihat biasa saja. Aku mulai gak suka. Tanpa bicarapun aku bisa melihat ada kesombongan di wajah Tara dari cara dia berjalannya. Dagunya terangkat ke atas dan tak pernah memandang sebelah mata pada orang yang ada di sekitarnya.

            "Mau-mauan tuh si Sasha. Lihat Taranya saja cuek banget," tukas Rara. Aku mengangkat bahuku. Sebetulnya aku sependapat dengan Rara tapi entahlah aku bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang lain. Aku terbiasa suka sendiri. Lebih enak menyendiri daripada dikerumuni orang-orang yang membuat kesal. Makanya aku hanya punya berteman dengan beberapa saja yang aku tahu mereka baik padaku. Ya , salah satunya Rara.  Rara  tempat aku bisa banyak bercerita. Rara pulalah yang bisa mengisi hatiku yang kesepian di rumah. Rara sering aku ajak menginap di rumah. Bel pulang sekolah terdengar, aku merasa lega, kepalaku mulai cenat-cenut saat melihat soal fisika yang bikin otak menjadi panas. Aku bergegas pulang. Aku lihat pak Sapri sudah berdiri di dekat gerbang sekolah. Sudah berapa kali aku bilang padanya  untuk menunggu di mobil saja. Tapi pak Sapri tetap memaksa menunggu di gerbang. Sebetulnya aku malu sekali, sudah SMA tapi masih antar jemput. Mama sih menyuruhku belajar mobil , biar aku bisa mengendarai mobil sendiri ke sekolah. Aku merasa aku belum perlu memakai mobil sendiri ke sekolah.

            "Rara, mau aku antar ?" tanyaku. Rara menggeleng. Rara pulang bersama teman-teman lain yang searah dengan rumahnya. Padahal aku juga ingin seperti mereka. Pulang sendiri  dan bisa bersenda gurau di angkot bersama teman.Aku pandangi mereka dengan perasaan iri. Mereka bisa menikmati masa remaja mereka dengan riang sedangkan aku seperti hidup di dalam sangkar. Aku mungkin anak baik yang tak punya pikiran untuk diam-dam pergi tanpa sepengetahuan mama. Atau ikut-ikutan seperti Sasha yang kerjaannyaa hura-hura saja..Aku hanya pasrah saja

            "Ayo neng, Mobilnya di dekat tukang cilok." Aku mengikuti pak Sapri di belakangnya. Aku melihat Tara memakai mobil keluaran baru. Masih gres.  Aku melenggang dari hadapannya.

            Masakan bi Sum siang ini soto Bandung. Aku memang suka jenis soto-sotoan dan bi Sum tahu benar.

            "Maksih bi Sum. Ini baru enak". Aku mendengar mama baru pulang. Astaga mama membawa barang belanjaan lagi???? mama mengeluarkan belanjaan di hadapanku. Mama membuka kantung plastik dan sebuah baju diperlihatkan padaku.

            "Bagus kan? ini untuk kamu ikut mama ke undangan tante Ina. " mama mematut-matut bajunya sambil berputar-putar. Mama merasa pilihanya akan disukaiku. Aku cemberut dan menggeleng-gelengkan kepala. Mama menatapku heran dan mengernyitkan dahinya..

            "Gak suka?" Aku menggeleng.

            "Ya, ampun Karin. Ini bagus , banyak anak-anak teman mama pakai baju seperti ini,"tukas mama. Memang sih gaun itu indah. Dengan bahu terbuka dan tali tipis. Warnanya putih yang dipadu dengan merah marun. Masalahnya aku kurang suka dengan jenis-jenis gaun yang buat aku susah bergerak bebas. Untuk duduk saja, harus hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun