Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Masih Adakah Cinta (2)

16 September 2017   03:12 Diperbarui: 16 September 2017   03:20 1468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Ya , jangan ketahuan." Aku naik mobil sampai gerbang depan perumahan  dan dilanjutkan naik angkot bareng Galih. Sementara  pak Sapri mengikuti di belakang angkot. Angkot sudah hampir penuh tapi masih saja supir memasukan satu orang lagi. Aku mulai sedikit kesulitan bernafas karena penuhnya penumpang. Galih menatapku cemas, aku tersenyum padanya dan mengedipkan mataku.  Aku memberi isyarat pada Galih kalau aku baik-baik saja.  Walau aku kepanasan aku menikmati perjalanan ke sekolah . Aku bisa mendengarkan percakapan penumpang sambil menatap wajah-wajah mereka. Kadang penasaran saat ada yang berbisik-bisik. Aku mencondongkan tubuhku ke depan tapi Galih sudah menyenggolku. Aku memandanganya sebal, lagi asyik mendengarkan omongan orang kok yan diganggu.

"Nguping ya?" Aku melotot padanya. Sebelum aku jitak kepalanya aku harus segera turun. Aku turun duluan dibanding Galih.

            "Aku turun duluan ya." Aku turun dan menyuruh pak Sapri pulang dan aku wanti-wanti untuk tidak melapor pada mama. .Aku melenggang masuk ke sekolah. Aku menyusuri lorong-lorong kelas yang memanjang.  Masuk ke  kelas, beberapa anak cewek sedang bergerombol di meja Sasha. Aku duduk di bangkuku . Rara menyengolku dan menyuruhku untuk melihat  Sasha .

            "Emang ada apa sih?" tanyaku acuh tak acuh. Aku memang kurang suka dengan grupnya Sasha.  Sasha   sombong. Dia merasa dirinya kaya dan tak patut baginya bergaul dengan teman yang menurutnya tak selevel dengannya. Aku melirik Sasha sedang bisik-bisik dengan Fenti, dan Dara.

            "Ada kabar kalau akan ada murid baru , cowok dari Amerika. Katanya sih masuk ke kelas ini. " aku mengangguk --angguk. Bel berbunyi, aku mengeluarkan buku Biologi. Pelajaran pertama dimulai dengan bu Tari . Bu Tari datang diikuti cowok . Pasti ini anak baru itu, pikirku. Saat cowok itu masuk, semua cewek mulai berguman tak jelas.  Rara menyenggol sikutku. Aku melirik pada Sasha . Aku mencibir.Aku sebal melihat tingkahnya jika melihat cowok sedikit ganteng saja, sudah mau diembatnya. Gayanya dibuat-buat, hanya untuk menarik perhatian . Inginnya sih semua oarng memperhatikan Sasha, tapi tak semua suka padanya.

            "Lihat caper lagi tuh si Sasha,"tukas Rara. Aku tersenyum manis.

            "Biar saja." Bu Tari memperkenalkan  cowok itu sebagai Tara , dari Amerika. Tara duduk di sebelah Andi di kursi paling belakang. Aku melirik Tara. Ganteng. Tinggi. Tapi entah apa yang membuatku tak suka. Pandangan pertama yang membuatku tak nyaman. Matanya itu. Sadis !!!! .Aku tak begitu suka. Ada sesuatu yang membuat mata itu tampak kejam. Dan tatapan matanya juga memperlihatkan kesan sombong paad dirinya. Ah, mengapa aku berpikiran negatif padanya??? Toh aku tak akan berurusan dengannya. Tapi aku salah. Suatu waktu aku akan berurusan banyak hal dengan Tara. Tapi sementara waktu ini aku hanya bisa bilang Tara itu pria yang tak menyenangkan. Itu saja!!!

            Dan sudah tak aneh lagi kalau ada cowok ganteng di sekolah, pasti beritanya sudah menyebar seantero sekolah. Banyak cewek yang penasaran dengan Tara. Berkali-kali banyak cewek yang sengaja lewat kelasku hanya untuk melihat wajah Tara. Aku mencibir cewek-cewek itu. Apa kurang kerjaankah mereka, mau-maunya melirik-lirik cowok padahal cowok itu belum tentu suka. . Sungguh merendahkan harga diri sebagai cewek Sungguh aku tak peduli saat istirahat banyak cewek dari lain kelas mengintip kelasku. Aku menarik Rara ke kantin.Perutku sudah terasa lapar. Sepotong roti tadi pagi tidak membuatku kenyang lebih lama. Sepertinya bakso kuah , enak dan ditambah cabai yang pedas. Aku menghampiri bu Parti, ibu kantin.

            "Bakso semangkok." Rara memesan syomai. Aku menunjuk meja yang masih kosong. Memang di sekolahku kantinnya belum terlalu besar sehingga banyak siswa yang tidak kebagian meja. Semangkuk baso panas sudah terhidang di hadapanku.

            "Kosong?" aku mengangguk tanpa melirik siapa yang menyapaku. Rara menyenggol sikutku. Aku menatapnya . Rara memberi tanda dengan matanya agar aku melihat ke arah sampingku. Aku melihat Tara sedang duduk di sisiku bersama Andi. Tara tampak acuh tak acuh. Dia memesan bakso juga. Belum sempat aku memasukan baso ke dalam mulutku terdengar suara cempreng Sasha.

            "Elo  pindah dari sini. Ini tempat dudukku," tegurnya. Aku sudah mau berdiri tapi ditahan oleh Rara. Aku memandang Rara. Rara menggelengkan kepalanya. Rara menyuruhku untuk tetap pada kursiku. Rara tak ingin aku pergi dari sana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun