Mohon tunggu...
Hassanah
Hassanah Mohon Tunggu... Freelancer - Just a sister

Si penyuka ketenangan, aroma hujan, dan suara katak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semilir Panas Tuan Angin

16 Juni 2023   13:55 Diperbarui: 16 Juni 2023   14:04 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa jangan-jangan Tuan Angin tengah ....

"Dua kata berkekuatan seribu hari sukma. Apakah itu hal biasa? Sudah 1200 purnama aku tidak mendengarnya." Tuan Angin kembali terkekeh. Suaranya begitu lirih membuat kristal bening dengan ganasnya memaksa keluar dari sela-sela kelopak mataku.

"Apakah sulit untuk mengatakan dua kata? Seharusnya tidak, bukan? Tetapi, manusia-manusia yang bahkan hanya menyewa sebidang tanah di atas kerak bumi seakan tak punya lidah untuk mengatakannya. Padahal mereka kerap mengutukku akibat segerombolan debu yang kerap tercecer akibat ulah mereka sendiri. Debu yang kotor dan penuh dendam."

"Benar. Manusia itu bahkan lebih kejam dari serigala berbulu domba."

"Bukankah kau manusia?" Tuan Angin menanyakan hal yang sama seperti di dalam pikiranku.

"Kalau boleh memilih, aku ingin menjadi virus di antara para debu penuh dendam itu." Suara lelaki berkacamata itu tak kalah lirih.

"Mengapa?" tanyaku dan Tuan Angin bersamaan.

"Ah, maaf. Aku tertarik dengan kisahmu," ucapku lalu menyodorkan pesanannya. Roti panggang bertabur kepingan rindu.

"Tidak mengapa." Dia tersenyum dan menyobek roti di hadapannya. "Aku ingin mendengar sebuah permintaan tulus dari lidah neraka mereka. Walau tidak ditujukan untukku, setidaknya ada manusia lain yang mendapat permintaan itu dengan tulus," lanjutnya menjawab pertanyaan kami sebelumnya.

Aku dan Tuan Angin sama-sama terdiam. Gumpalan semilir sejuk yang menggiring sari pati kesedihan telah mengelilingi lelaki berkacamata bulat di pojok sana. Mereka menari-nari sembari membungkus lelaki tersebut bak selimut berbulu yang sangat hangat.

Tuan Angin kembali mengembuskan napas panjang. Namun, kali ini, ada hawa panas yang terasa membakar kulit hingga bulu-bulu halus di permukaan lenganku meleleh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun