Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjawab WALHI Cs: Solusi Sampah Bukan Melarang Plastik Sekali Pakai dan Kemasan Sachet, Tapi EPR?

29 September 2022   01:45 Diperbarui: 29 September 2022   01:47 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemasan sachet tidak boleh dilarang, tapi wajib diberi label EPR, itu solusinya. Sumber: DokPri

Adanya variasi kemasan produk pangan, makanan dan minuman. Itu merupakan kreatifitas perusahaan industri berkemasan untuk menjangkau kemampuan daya beli atau pasar dan ketahanan produk sampai di konsumen.

Sama seperti banyaknya produk sachet di Indonesia, itu tidak bisa dihindari karena kemampuan daya beli serta gaya atau budaya bangsa Indonesia dalam konsumsi pangan - makanan dan minuman - sangat berbeda dengan luar negeri.

Artikel ini sengaja penulis share untuk menjawab beberapa komunitas yang menolak kemasan sachet atau plastik sekali pakai, beberapa waktu lalu melakukan protes terhadap produk kemasan ini di Jakarta.

Komunitas tersebut antara lain, Walhi, Indorelawan, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Divers Clean Action, Econusa, Greenpeace Indonesia, Pandu Laut Nusantara, dan Pulau Plastik.

Baca beritanya di "Ratusan Pegiat Lingkungan Tolak Kemasan Plastik Sekali Pakai di CFD", juga di "Kemasan Unilever, Indofood dan Mayora Terbukti Mencemari 11 Titik Pantai di Indonesia". 

Baca juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Jadi kelirulah Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta para lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau komunitas yang memprotes adanya produk sachet atau plastik sekali pakai di Indonesia. 

Termasuk melarang penggunaan kantong plastik kresek, selain salah dengan "melarang penggunaan' yang kedua pemerintah sama saja menyuruh pedagang ritel melanggar karena tidak melengkapi barang dagangannya dengan wadah kantong yang diserahkan pada pembeli (Baca KUH Perdata).

Baca juga: Human Error Birokrasi" Penyebab Darurat Sampah Indonesia

Adanya kemasan sachet, itu persoalan keterjangkauan pasar atau daya beli masyarakat atau konsumen di Indonesia, sehingga pengusaha industri produk melakukan inovasi kemasan atau berkreasi.

Begitu juga penggunaan plastik sekali pakai ini sama sekali tidak bisa dilarang dan itu tidak masuk diakal, namanya saja kemasan makanan dan minuman, ya tentu satu kali pakai?! Dasar pemikirannya dari mana? Antisipasi sampahkah? Sampah jawabannya ya EPR-UUPS.

Pertanyaan saya dan tolong jawab di kolom komentar atau hubungi penulis di 081287783331. Kalau dilarang penggunaan plastik sekali pakai kategori kantong kresek, kenapa mesti dibiarkan Toko Ritel seluruh Indonesia menjualnya?. Apakah kalau mampu membeli, diizinkan cemari lingkungan?

Baca juga: KPB-KPTG Biang Kerok Indonesia Darurat Sampah

Kemasan produk itu semuanya tergolong plastik sekali pakai, tidak boleh dilarang, tapi solusinya laksanakan Pasal 16 UUPS. Sumber: DokPri
Kemasan produk itu semuanya tergolong plastik sekali pakai, tidak boleh dilarang, tapi solusinya laksanakan Pasal 16 UUPS. Sumber: DokPri

Tentang Permen LHK P.75/2017

Begitu juga tentang pelaksanaan tanggung jawab produsen terhadap kemasan produknya dengan pedoman Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen 

Keliru bila Permen LHK ini dianggap bisa mengatur pengurangan sampah oleh produsen dari 2020-2029. Soalnya Permen LHK ini bukan turunan dari UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Jadi harusnya kebijakan itu berupa Peraturan Pemerintah (PP), baca Pasal 16 UUPS.

Ini semua keliru, penulis luruskan agar Anda semua memahami bahwa Permen LHK P.75/2019 itu wajib hukumnya di cabut karena melanggar UUPS atau undang-undang diatasnya.

Jadi Permen LHK P.75/2019 itu merupakan peta buta. Jadi keliru bila mendesak perusahaan meminta data pengurangan sampahnya. Salah alamat dan bukan cara demikian meminta tanggungjawab perusahaan produsen produk berkemasan.

Baca juga: Apa Kabar Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik Produsen?

Semua kemasan wajib diberi label Extanded Producer Responsibility (EPR). Sumber: DokPri
Semua kemasan wajib diberi label Extanded Producer Responsibility (EPR). Sumber: DokPri

Juga perihal kemasan berlapis lebih dari satu jenis atau disebut plastik multy layer, ini juga tidak bisa dihindari. Karena itu sebuah rekayasa kemasan agar produk bisa sampai di konsumen dengan baik dan terjaga qualitas dan kebersihannya.

Kalau LSM mempersoalkan kemasan yang menjadi sampah, bukan melarang pemakaian sachet atau plastik sekali pakai. Anda salah jalur mengoreksi. 

Anda benar-benar keliru dan tidak memahami masalah yang sesungguhnya. Penulis menduga ini sebuah titipan kepentingan oleh oknum-oknum tertentu.

Seharusnya para LSM itu koreksi ke leading sector Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi. Tanya, kenapa tidak jalankan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), khususnya Pasal 16.

Anda tanya kepada dua kementerian tersebut atau hubungi saya di 08119772131 atau 081287783331, agar Anda jangan salah alamat mengoreksi atau demo. Mari disini mengoreksi dengan obyektif.

Penulis survey kemasan pangan di ritel Jakarta (25/9/22). Sumber: DokPri
Penulis survey kemasan pangan di ritel Jakarta (25/9/22). Sumber: DokPri

Dalam UUPS sangat jelas tercantum disana perintah atau mandat kepada Pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) dalam melaksanakan Pasal 13, 14 dan 15 UUPS. Ini solusinya sampah, jangan sembarang koreksi.

Begitu juga jenis bahan baku yang dipergunakan dalam membuat kemasan, sangat tergantung daripada isi produk dari kemasan itu. Agar tiba di konsumennya dalam kondisi layak di konsumsi.

Jangan bandingkan di luar
bahwa disana minim di jual atau dipakai kemasan sachet, karena daya beli yang kuat dan pula gaya konsumsi berbeda dengan masyarakat Indonesia.

Dalam kaitan kemasan plastik single layer atau multy layer dalam antisipasi sampah, tidak ada masalah terhadap apapun jenis bahan baku daripada kemasan itu.

Sepanjang tidak mencemari atau migrasi racun ke pangan isi kemasan dan tidak mengotori bumi atas kemasan yang menjadi sampah.

Lalu apa yang harus dilakukan agar produk bisa sampai di konsumen secara aman bagi kesehatan dan lingkungan. Karena dua permasalahan ini saling terkait satu sama lainnya.

Penulis survey kemasan pangan di ritel Jakarta (25/9/22). Sumber: DokPri
Penulis survey kemasan pangan di ritel Jakarta (25/9/22). Sumber: DokPri

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) harus memberi label kandungan racun misalnya, seperti toleransi daya cemar. Bebas logam berat, bebas cemaran kimia, bebas cemaran mikroba dan masih banyak lagi unsur yang bisa migrasi ke produk.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018, label pangan memang harus ada pada kemasan makanan olahan. Tapi label untuk cemaran atau migrasi kemasan ke isi produk belum ada dalam Peraturan BPOM tersebut.

Baca juga: Setop Kampanye Bahaya Bisphenol A, Itu Hoaks! Galon Isi Ulang Aman, Simak Apa Kata Ahli?

Dalam penanggulan kemasan yang berahir menjadi sampah, harus ada tambahan label nilai ekonomi kemasan untuk perhitungan tanggung jawab industri atai disebut extanded producer responsibility (EPR), sebagaimana Pasal 15 UUPS.

Kalau persoalan sampah dan lingkungan dalam antisipasi sampah kemasan, sudah ada perintah pelabelan di UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dengan mandatnya pada pemerintah yaitu di Pasal 16 UUPS. Tinggal pemerintah terbitkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur Pasal 13, 14 dan 15 UUPS.

Baca juga: Setop Polemik: Aman BisPhenol-A Galon Air Minum Kemasan

Agar lebih komprehensif pelabelan tersebut bagi kesehatan dan lingkungan, sebaiknya BPOM kolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta kementerian dan lembaga (K/L) lainnya untuk sinkronisasi pelabelan kemasan produk secara utuh.

Siapa saja K/L yang dilibatkan, sudah ada pedomannya melalui Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Penulis survey kemasan pangan di ritel Jakarta (25/9/22). Sumber: DokPri
Penulis survey kemasan pangan di ritel Jakarta (25/9/22). Sumber: DokPri

Apa gunanya kolaborasi lintas kementerian dan lembaga? Penulis langsung beri contoh faktual saja, sebagai berikut:

Misalnya BPOM ingin menerapkan label BisPhenol-A (BPA) pada galon guna ulang, maka galon sekali pakai bisa saja bebas BPA, tapi tidak bebas lingkungan, artinya galon sekali pakai melanggar ketentuan lingkungan, karena galonnya menjadi sampah, maka perlu dilabel pula sesuai amanat UUPS di Pasal 14. Yaitu Label EPR.

Label produk makanan berisikan berbagai informasi penting tentang produk tersebut. Penting memang untuk memperhatikan kemasan produk makanan. Selain untuk melindungi makanan agar tetap terjaga kualitasnya dan memberikan informasi terkait produk, kemasan ini juga sebagai media branding produk.

Baca juga: Kemasan Produk Pangan Semua Mengandung Racun, Waspada!

Informasi Wajib di Label Produk Pangan dan Sampah

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 31 Tahun 2018, label pangan memang harus ada pada kemasan makanan olahan. Berikut ini ada 10 hal yang harus ada dalam label kemasan pangan:

1. Nama Produk dan Merek
2. Komposisi
3. Berat Bersih (Neto)
4. Informasi Nilai Gizi
5. Informasi Produsen atau Pengimpor
6. Kode Produksi
7. Legalitas
8. Logo Halal
9. Tanggal Kedaluwarsa
10. Saran Penyajian dan Penyimpanan

Maka label untuk kepentingan pangan tersebut diatas, ditambah dengan label informasi migrasi racun ke produk serta label nilai ekonomi kemasan yang berahir menjadi sampah, menghindarinya dengan cara melaksanakam EPR.

Bagaimana pendapat Anda?

Ref: satu] dua] tiga]

Jakarta, 29 September 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun