Jadi semacam reward dan punishment kepada siswa dan orang tua atau wali siswa. Sebagai bentuk metode dalam memotivasi dalam menggairahkan semua pihak demi pencapaian pendidikan yang adil dan merata, tanpa ada sekat kaya miskin.
Begitupun pada sekolah dan petugas layanan publik (pendidikan) untuk melakukan atau memberikan pelayanan prima dan meningkatkan prestasinya. Berikan reward dan punishment sesuai dengan mekanisme reformasi birokrasi.
Solusi Pendanaan Alternatif Non SiswaÂ
Solusinya agar sekolah bisa memenuhi pembiayaan (sharing pembiayaan non APBN/D dan orang tua siswa) untuk kelangsungan belajar mengajar, beri ruang penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) di dalam PP atas turunan RUU Sisdiknas.
Beri kesempatan perusahaan-perusahan melalui penggunaan dana CSR, agar bisa masuk untuk perbantuan pendidikan. Untuk menutup semua kemungkinan dalam menarik dana dan/atau natura dari siswa, dan buka bantuan dari sektor hibah dan/atau CSR.
Jadi tidak ada alasan bagi orang tua untuk tidak menyekolahkan anaknya pada masa wajib belajar 13 tahun tersebut, semua harus sekolah.
Maka konsekuensi wajib belajar benar-benar pemerintah memfasilitasi dengan gratis segala kebutuhan sekolah dan sarana prasarana siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Itu baru dinyatakan wajib belajar dan wajib difasilitasi oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota, senua bertanggung-jawab. Demi kemajuan pendidikan anak bangsa Indonesia.
Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah. Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 11 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H