"Segala perkara yang tidak adil, benar-benar tidak dapat menguntungkan siapa pun juga. Kemudian apa yang adil, benar-benar tidak dapat merugikan siapa pun juga."
Banyak pihak sependapat dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam sikapi hal tidak adanya unsur pelecehan seksual pada Putri Candrawathi Sambo yang dilakukan oleh almarhum Brigadir Yoshua.
Kelihatan LPSK lebih profesional, dan sebaliknya perlu dipertanyakan dasar Komnas HAM dan Komnas Perempuan menyebut ada dugaan pelecehan seksual pada Putri Chandrawathi. [1]
Sumber keterangan hanya sepihak pula (Baca: para tersangka yang diduga sekongkol, penulis), mana bisa pula tersangka dijadikan saksi pelecehan dan konfirmasi kemana? Sementara Brigadir Yoshua sudah dibunuh tersangka.
Ini sudah masuk ranah intimidasi berkali-kali terhadap Brigadir Yoshua. Perlu rupanya Presiden Jokowi mendirikan Lembaga Perlindungan Laki-laki, mengimbangi ketidakadilan terhadap kaum adam. Sudah keterlaluan ini???Â
Baca perbedaan pendapat LPSK dan Komnas HAM di Beda Komnas HAM dan LPSK soal Dugaan Pelecehan Putri Candrawathi, dan malah LPSK menolak melindungi Putri Candrawathi. Berarti tidak benar alasan yang diajukan Putri ke LPSK. [2] [3]
Lalu
Baca perbedaan pendapat LPSK dan Komnas Perempuan di Komnas Perempuan Jawab Pernyataan LPSK Soal Kejanggalan Dugaan Kekerasan Seksual Istri Ferdy Sambo.
Padahal diketahui bersama Polri telah menerbitkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3) atau penghentian kasus dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi karena tak ditemukan unsur pidana, dianggap lapiran palsu alias bohong.
Malah terjadi sebaliknya, Polisi yang menangani laporan Putri Candrawathi tentang dugaan pelecehan itu diberi sanksi dan menjadi tersangka serta dipecat pula oleh Polri.Â
Termasuk Putri menjadi tersangka, dengan sangkaan Pasal 340 Subsider Pasal 338 jo Pasal 55, 56 KUHP.
Komnas HAM, yang melakukan penyelidikan terkait tewasnya Brigadir Yosua, kemudian mengumumkan laporan hasil penyelidikannya. Dalam laporan itu, Komnas HAM menyatakan ada dugaan kuat pelecehan seksual terhadap Putri.
Malah seharusnya Komnas HAM melindungi perasaan keluarga Yoshua yang nyata dibunuh atau di tembak oleh Ferdy Sambo Cs.
Begitu pula Komnas Perempuan perlu melindungi ibunda Yoshua. Ini malah terbalik, ada apa? Apakah Komnas Perempuan pernah berpikir bagaimana perasaan ibu almarhum Brigadir Yoshua?
"Betapa pun tajamnya pedang keadilan, ia tidak memenggal kepala orang yang tidak bersalah."
Penulis usul oknum-oknum di Komnas HAM dan Komnas Perempuan diperiksa, diadakan penyelidikan dan penyidikan (lidik/sidik) kenapa ngotot seakan membela tersangka.
Malah Komnas HAM minta pada LPSK agar tidak mengurusi Tupoksinya, padahal wajar bila sesama institusi saling memberi masukan antar lembaga negara.Â
Rekomendasi Komnas HAM ini dibentuk berdasarkan keterangan saksi. Penulis yakin Timsus Bareskrim Polri tidak akan mempergunakan rekomendasi itu.
Begitu juga pendapat atau rekomendasi Komnas Perempuan ke Timsus Bareskrim Polri, pasti dan seharusnya diabaikan. Lalu periksa oknum-oknum di Komnas Perempuan.
Karena sikap Komnas Perempuan, juga masih selalu berpendapat adanya pelecehan, padahal sumbernya cuma dari keterangan saksi yang juga sudah menjadi tersangka.
Jadi memang mengherankan sikap Komnas HAM dan Komnas Perempuan ini, seperti oknum-oknum yang ada dalam kedua lembaga itu perlu didengar kesaksiannya alias perlu diperiksa.Â
Patut diduga ada permainan, ingat LPSK pernah menolak tawaran fulus. Jangan-jangan terjadi penyalahgunaan wewenang di Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Sepertinya mengarahkan masalah ini ke motif pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Yoshua. Diduga mengarah akan meringankan hukuman Sambo Cs, agar lepas dari Pasal 340 KUHP.
Jadi temuan Komnas Perempuan terkait dugaan rudapaksa di Magelang itu tidak memiliki legal standing dalam proses pidana.Â
Harap Jaksa Penuntut Umum (JPU) hati-hati sikapi masalah ini, jangan sampai JPU masuk angin juga. Ingat rakyat terus memantau dan mengawal kasus pembunuhan berencana ini.
Jauh sebelum itu, LPSK juga sudah bersuara soal adanya kejanggalan dugaan pelecehan seksual Putri Candrawathi. Apresiasi buat LPSK yang tetap on the track.
Seperti LPSK yang mendampingi Bharada "E" tentu banyak masalah yang mereka ketahui yang bersumber dari Bharada "E" sebagai justice collaborator.Â
Jadi keterangan yang diberikan oleh LPSK patut dipertimbangkan, karena resikonya berat bila LPSK salah melindungi Bharada "E". Begitu juga Komnas HAM dan Komnas Perempuan, semua beresiko.
Seharusnya Komnas HAM mundur saja dalam kasus ini, karena tidak ada pelanggaran HAM berat dalam kasus Sambo Cs.
Kalau tidak ada pelanggaran HAM berat ya sudah, serahkan Polri dan JPU, karena itu tugasnya polisi dan JPU menyelidiki dan menuntut.
Justru penulis berpendapat sekaligus mengusulkan pada Presiden Jokowi, agar mendirikan Komnas Perlindungan Laki-laki?
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 10 September 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI