Dalam hitungan politik diatas rata-rata, Presiden Jokowi sudah cukup bagus selama menjabat presiden dua periode, termasuk hubungan silaturahmi dengan seluruh partai politik, yang sangat akrab dan dinamis.
Hanya sedikit ada renggang dengan kelompok Presiden Ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), akibat perseteruan antara Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), soal perebutan Partai Demokrat. Tapi itu tidak jadi masalah.
Jadi Presiden Jokowi jangan sindrom atas pengalaman buruk yang dihadapi SBY, yang tidak memiliki suksesor, akhirnya kurang lagi pejabat dan politikus yang mendekati SBY pasca lepas dari jabatan presidennya.
Baca juga:Â Relawan Jokowi Bukan Urus Capres, tapi Evaluasi Program Nawacita
Titik star antara Presiden Jokowi dan SBY jauh berbeda, SBY mengawal dirinya sebagai presiden dengan mendirikan partai politik, Partai Demokrat. Jadi otomatis selalu berada pada pihak berbeda dengan partai politik lainnya.
Sementara Presiden Jokowi sendiri duduk sebagai presiden melalui pintu (Baca: kader) PDI-P, jadi tidak perlu repot lagi sibuk mengurus terlalu jauh untuk siapkan suksesornya menuju Pilpres 2024. Harusnya sukseskan saja partai yang membesarkan, PDI-P. Itu baru politikus cerdas berkarakter.
Presiden Jokowi jangan takut 'bintangnya' sebagai pejabat publik akan hilang ketika sudah purna tugas menjadi presiden. Termasuk tidak perlu ragu dengan karier politik anak mantunya, bintangnya tidak akan jatuh dan pudar.
Baca juga:Â 2000 Desa Organik, Janji Jokowi Belum Terpenuhi.
Ikuti Apa Kata Megawati
Sebaiknya ikuti saja PDI-P dan bersama Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri untuk merancang bersama dengan urung rembuk yang sehat, bagaimana sebaiknya formasi Capres dan Cawapres yang baik untuk diusung oleh PDI-P.
Karena nampak Presiden Jokowi cukup serius ingin mendorong suksesor, Ganjar Pranowo. Alibi kuat adanya rencana Musyawarah Rakyat (Musra) di Solo, (27/8/2022).