Baca Juga:Â Biaya Sampah Bukan dari APBN/D dan Retribusi, Tapi dari EPR dan CSR
Tugas pemerintah dan pemda adalah penuntun atau panutan, dimana kewajibannya sebagai regulator dan fasilitator wajib dipenuhi. Negara harus hadir dalam setiap momentum tata kelola sampah, agar tidak terjadi komplik horizontal di masyarakat dan pengusaha.
Dalam urusan sampah, komplik horizontal ini sangat mudah terjadi, karena ada pertaruhan ekonomi yang tajam dan besar dalam urusan sampah. Jadi sangat gampang tersulut bara emosi oleh para pihak yang bekerja didalamnya.
Oknum birokrasi tidak boleh subyektif, terlebih dengan akal-akalan untuk meraih hasil materi instan atau jasa (gratifikasi) dari para pengusaha, dalam menerbitkan atau mendukung program yang keliru. Karena disana bisa terganjal kerugian dan/atau oleh hukum yang menanti atas perbuatan negatif - pembohongam publik - pada rakyat.
Baca Juga:Â Nilai Pancasila Hilang dalam Pengelolaan Sampah
Padahal sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, ditambah regulasi-regulasi, baik vertikal maupun horizontal sebagai regulasi penopang UUPS sebagai regulasi utama persampahan di Indonesia.
Juga telah ada Perpres No. 97 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, mendahului PP No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.
Berdasar pada regulasi-regulasi yang telah ada dan lengkap tersebut, maka kurang apalagi kita di Indonesia tidak menangani sampah dengan baik dan benar? Percuma ingkari regulasi sampah yang ada, mari kembali ke jalan yang benar.
Baca Juga:Â Apa Kabar Usia 12 Tahun UU Sampah?
"Kunci suksesnya penanganan sampah di Indonesia, terletak pada karakter dan integritas para birokrasi untuk jalankan kewajibannya sebagai regulator dan fasilitator" H. Asrul Hoesein, Founder PKPS Indonesia.
Ada Apa Birokrasi?