Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kiat Menggugurkan Kewajiban Mengelola Sampah Kawasan

3 Juli 2022   19:50 Diperbarui: 3 Juli 2022   21:50 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis dalam pendampingan pengelolaan sampah kawasan PT. Indonesia Power Grati POMU Pasuruan. DokPri

"Perusahaan produk berkemasan dan non kemasan ataupun pemilik kawasan tidak perlu berkelit untuk menghindari kewajibannya dalam melaksanakan pengelolaan sampah, baik melalui dana Extanded Producer Responsibility (EPR) ataupun dana Corporate Social Responsibility (CSR) maupun mengelola sampah di kawasan industrinya sendiri, karena keuntungan semata yang akan diperoleh. Bukan menuai kerugian, justru merupakan investasi sosial dan ekonomi bisnisnya sendiri." H. Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.

Mengelola dan mengolah sampah produk berkemasan maupun sampah di kawasan industri adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan, pengelola dan/atau pemilik kawasan. Sebuah kewajiban yang berdampak positif bagi pelakunya sendiri, tidak perlu dihindari, malah bisa menyusahkan bila diabaikan.

Kalau kewajiban tersebut dijalankan di atas relnya masing-masing, maka akan memperoleh manfaat dan menciptakan lapangan kerja baru. Bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban mengelola sampah sesuai amanat Pasal 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Termasuk pemerintah dan pemda akan terbantu dalam pembiayaan pengelolaan sampah di daerahnya masing-masing, sekaligus mencegah pelanggaran atas kejahatan pengelolaan sampah sesuai Pasal 43 UUPS.

Baca Juga: Negara Kalah dan Rakyat Menderita dalam Urusan Sampah

Perusahaan produk berkemasan, khususnya yang berpotensi menjadi sampah ataupun pengelola kawasan yang menimbulkan sampah akan mendapat manfaat ganda diantaranya mendapat insentif (Pasal 21 UUPS), terlebih akan bebas dari pelanggaran hukum (disinsentif). Karena mencegah kesalahan dalam mengelola sampah. 

Selama ini umumnya perusahaan kawasan dan industri melanggar UUPS, karena baik secara sendiri-sendiri (dalam dan luar) perusahaan bersama mitranya, seperti perusahaan mitra transporter maupun bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) pemda. 

Semua diduga melanggar Pasal 43 UUPS yaitu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 adalah kejahatan. Karena ada sampah (bernilai ekonomi) dijual bebas, tapi umumnya dibuang ke TPA. Indikasi permainan antara perusahaan dan mitranya ataupun bersama pihak oknum pemda atau DLHK.

Baca Juga: Apa Kabar Usia 12 Tahun UU Sampah?

Banyak pemilik kawasan dan industri yang menghasilkan sampah di kawasannya (baik sampah domestik maupun sampah spesifik) yang masih bernilai ekonomi menghindari regulasi karena cara berpikirnya akan merugikan dirinya secara pribadi dalam menjual sebagian sampahnya dan sebagian lagi dibuang ke TPA. Padahal kalau mengikuti regulasi UUPS, tidak perlu main kucing-kucingan alias berbohong dalam urusan sampahnya.

Pengelola kawasan merasa bisnis (jual-beli) sampah yang masih layak dijadikan bahan baku dan di jual, sekaligus merasa terganggu menarik dana operasional perusahaan untuk mengeluarkan limbah atau sampahnya dari kawasannya, mungkin merasa terganggu bila jalankan regulasi sampah dan termasuk regulasi CSR. Semua ini terjadi karena kurang memahami sisi positif dari UUPS.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Termasuk oknum-oknum pemerintah dan pemda, khususnya oknum pejabat DLHK kabupaten dan kota sepertinya merasa terusik bila jalankan pengelolaan sampah di kawasan timbulannya, karena menganggap sudah tidak ada lagi "biaya yang mudah dimainkan" dalam urusan sampah kalau diangkut ke TPA. Justru semua aktifitas itu melanggar bila tidak ikuti perintah UUPS dan sebaliknya banyak menguntungkan bila ikuti UUPS.

Semua menjadikan tidak ada setoran ke pemda oleh perusahaan atau pemilik kawasan dan industri untuk membuang sampah ke TPA dan termasuk tidak ada lagi scrap sampah yang bisa dijadikan ladang bisnis ilegal, tapi banyak pemasukan bila sesuai UUPS. Maka paradigma keliru tersebut yang harus diluruskan dengan memahami UUPS dengan benar dan berakal sehat.

Semua anggapan tersebut sangatlah keliru oleh oknum pejabat DLHK, Pemilik kawasan dan industri, pengusaha angkutan, pengelola sampah TPA dan bahkan ada beberapa daerah pemdanya cq: DLHK  membiarkan pihak swasta membangun tempat pembuangan sampah se kelas TPA yang dibuat oleh pemda, hal ini lebih melanggar lagi, karena pihak swasta tidak boleh membangun tempat pembuangan sampah. Namun dalam sisi lain TPA sudah oper load.

Baca Juga: KPB-KPTG Biang Kerok Indonesia Darurat Sampah

Juga kepada perusahaan CSR, justru Anda rugi dan berpotensi berhadapan dengan aparat hukum bila menjalankan program CSR dengan tidak mengindahkan norma hukum atau amanat UUPS, terlebih regulasi yang mengatur penyaluran dan pemanfaatan dana CSR. Dimana dana CSR sangatlah rawan bila dipermainkan, lambat atau cepat akan berhadapan dengan hukum.

Kiat Kelola Sampah Kawasan

Dalam tulisan kali ini, penulis mencoba memberi pemahaman dan sedikit kiat mengelola sampah di kawasan secara efektif dan efisien. Tanpa harus melabrak UUPS dan regulasi yang mengatur kewajiban pengelola kawasan dan industri ataupun pemanfaatan EPR dan CSR. 

Kalau dana CSR dimanfaatkan dalam pendampingan pengelolaan sampah di rumah tangga melalui desa/kelurahan untuk pemenuhan sapras pilah/olah sampah sebagaimana amanat Pasal 12, maka perusahaan CSR tersebut dapat melakukan kombain antara rumah warga dan kawasan perusahaan dan Industri.

Kawasan yang dimaksud dalam UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), adalah kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.

Baca Juga: Biaya Sampah Bukan dari APBN/D dan Retribusi, Tapi dari EPR dan CSR

Kewajiban tersebut dipertegas dalam UUPS yaitu di Bab XVI Ketentuan Peralihan yaitu di Pasal 45 berbunyi Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Undang-Undang ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun.

Sangat sederhana dalam menjalankan UUPS sekaligus sampah tidak lagi menjadi masalah dan sebaliknya mendatangkan manfaat karena efisien/efektif dan juga pengelolaan dan pengolahan sampah bisa berkelanjutan. Fakta, banyak Pusat Daur Ulang (PDU) sampah berahir dengan mangkraknya mesin-mesin olah sampah. Semua itu disebabkan karena abai UUPS.

"Pemahaman harus kuat terhadap karakteristik sampah dan karakteristik bisnis sampah yang berbasis regulasi sampah, bila ingin menyelesaikan sampah di Indonesia secara adil dan bertanggungjawab yang bukan hanya tanggung menjawab saja." H. Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) dan GiF Jakarta.

Baca Juga: Bank Sampah di Ujung Tanduk Bila Tidak Bertransformasi

Setiap kawasan harus bentuk bank sampah sebagaimana amanat UUPS dan regulasi turunannya, tapi bukan bank sampah konvensional seperti bank sampah kebanyakan di luar sana. Kelembagaan pengelola sampah harus jelas, sosial ataupun ekonomi. Pada proses pilah/olah sampah disana berbentuk sosial dan pada proses pengumpulan berbentuk badan usaha ekonomi.

Pemilahan kelembagaan antara sosial dan bisnis itu harus jelas dimata hukum, agar proses pengeluaran dana dalam bentuk CSR misalnya tidak tumpang tindih dibawa ke ranah ekonomi secara langsung bisnis, tapi harus dalam bentuk pemberdayaan masyarakat (nir laba).

Karena dana CSR itu adalah dana milik rakyat, bukan milik pemerintah ataupun perusahaan yang seenaknya permainkan oleh oknum perusahaan, asosiasi, LSM, pemerintah ataupun pemda atas nama rakyat dengan program parsial dan tidak bersistem sesuai UUPS. Dana CSR tidak boleh dibelanjakan untuk kepentingan pemerintahan, namun pemerintah dan pemda wajib mengaturnya melalui undang-undang maupun peraturan daerah (perda).

Baca Juga: Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR

Bank sampah yang dibentuk di kawasan ataupun di pemukiman, harus dan wajib memasukkan semua warga masyarakat ataupun warga yang di area pemukiman atau kawasan industri, kantor, hotel, mal, pasar, destinasi wisata dan lainnya menjadi anggota bank sampah.

Warga dalam satu kawasan atau satu wilayah, wajib menjadi anggota bank sampah agar di tingkat awal pemilahan semua warga merasa ikut bertanggung jawab, sekaligus ikut menikmati (efek ekonomi) dari kegiatan pilah/olah sampah yang dilaksanakannya.

Jadi rahasia kesuksesan dari pengelolaan sampah di garis terdepan adalah kepemilikan bersama di kelembagaannya dan mendapat bagi hasil dari proses ekonomi yang dilakukan oleh kelembagaan ekonomi yang menjadi milik bersama tersebut yang didahului aktifitas edukasi, sosialisasi dan pemenuhan sarana dan prasarana (sapras) pengelolaan sampah.

Baca Juga: Indonesia Butuh Paradigma Bisnis dalam Persampahan

Jadi kelembagaan sosial dan ekonomi pada garis terdepan (pengelola/anggota bank sampah) adalah dimiliki secara bersama dengan warga, itulah cara pandang memahami pengelolaan sampah di Indonesia yang berbasis UUPS bila para pihak menginginkan pengelolaan sampah berhasil guna dan berkelanjutan.

Artinya pemahaman harus kuat terhadap karakteristik sampah dan karakteristik bisnis sampah yang berbasis regulasi sampah, bila ingin menyelesaikan sampah di Indonesia secara adil dan bertanggungjawab yang bukan hanya tanggung menjawab saja.

Baca Juga: EPR Dana Pengelolaan Sampah Dibayar Rakyat, Jangan Korupsi!

Mutlak pemerintah dan pemda di 514 kabupaten dan kota mewajibkan setiap pemilik atau pengelola kawasan melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah di areal kawasannya sendiri, agar sampah tidak di buang lagi ke TPA. Sistem pengelolaan secara desentralisasi. Sebuah fakta bahwa regulasi UUPS mendukung pengelolaan sampah sebagai sumber daya.

Melakukan pengelolaan sampah di sumber timbulannya, baik di rumah tangga maupun di kawasan timbulan sampah dengan cara integrasi kawasan dan pemukiman penduduk dan/atau warga dari perusahaan itu sendiri. 

Baca Juga: Solusi Sampah Laut Dalam Perspektif Hukum Laut Bugis Amanna Gappa

Semua akan menguntungkan pihak pengelola dan pemerintah, pengelola sampah akan mendapat insentif selain menggugurkan Pasal 13 dan 45 UUPS serta pemda tidak perlu mengeluarkan biaya besar dalam pengelolaan sampah.

Juga pemda akan mendapat sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru tanpa harus mengeluarkan biaya besar dan juga akan menciptakan lapangan kerja baru, artinya pengelolaan sampah bersifat investasi atau profit center dan bukan lagi mengeluarkan biaya atau cost center.

Pasuruan, 3 Juli 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun