Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pemerintahan Jokowi Gagal Dalam Urusan Sampah

19 April 2022   00:39 Diperbarui: 19 April 2022   11:46 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi sampah DKI Jakarta mengabaikan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan sampah. Sumber: DokPri.

"Pengelolaan sampah yang benar akan menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus menjadi sumber pemasukan daerah dan negara, serta masyarakat dari sektor sampah yang berdampak ganda dan penghasilannya tidak kalah besar daripada pemasukan sektor jalan tol dan lainnya" Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) boleh bangga atas pencapaian pembangunan jalan tol. Karena telah membangun ruas jalan tol dalam 7 tahun terahir sepanjang 1.900 km, tapi tidak untuk pengelolaan sampah, malah jauh terpuruk yang seharusnya tidak demikian.

Presiden Jokowi sangat terpuruk atas pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, dalam kaitan pengelolaan sampah sangat tidak sebanding dengan keberhasilan membangun jalan tol, walau juga jalan tol menelan biaya sekitar Rp. 5.000 triliun dari utang. Tapi dalam urusan sampah, pembantu-pembantu Presiden Jokowi hampir pasti gagal mengurus sampah.

Pengelolaan sampah dalam masa pemerintahan 2 Periode Presiden Jokowi sangat jauh dari harapan. Mundur dari kinerja atau progres pemerintahan sebelumnya. Tidak ada progres positif dan signifikan selama Pemerintahan Jokowi-Maruf. Terkesan sengaja melakukan pembiaran untuk tidak melaksanakan regulasi persampahan.

Baca Juga: Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai leading sector pengelolaan sampah, yang tumpang tindih dalam menerbitkan peraturan menteri (Permen) yang banyak melabrak regulasi diatasnya. 

Satu sisi Kementerian Kordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) tidak mampu menjalankan peran dalam posisinya sebagai kordinator nasional persampahan. Tidak mampu melakukan atau  membuat sistem dalamcpengelolaan sampah, akibat tidak adanya harmonisasi lintas kementerian dan lembaga.

Padahal pengelolaan sampah yang benar akan menjadi sumber pemasukan daerah dan negara, sekaligus menjadi sumber pendapatan masyarakat. Pemasukan pendapatan dari sektor sampah, tidak kalah besar dengan pemasukan jalan tol. Dampak positif atas investasi bidang sampah lebih besar daripada bidang lainnya.

Dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas). Jakstranas adalah arah kebijakan dan strategi dalam pengurangan dan penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga tingkat nasional yang Terpadu dan berkelanjutan.

Baca Juga: Tahun 2022, Deadline Penerapan Tanggung Jawab Produsen Sampah

Dalam Jaktranas, terdapat 16 Kementerian dan Lembaga yang diberi tugas oleh Presiden Jokowi untuk mengurus pengelolaan sampah. Menko Marves sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah dan Menteri LHK sebagai Ketua Dewan Harian Jaktranas Sampah, tidak kompak dan semua abai melakukan tupoksinya, hanya sibuk urus pelarangan plastik sekali.

Baik Menko Marves maupun Menteri LHK tidak ada konektivitas dalam urusan sampah, apalagi kementerian dan lembaga lainnya yang ada dalam Jaktranas Sampah. Masing-masing K/L berjalan sendiri-sendiri. Ahirnya tidak ada hasil yang diperoleh, hanya menghabiskan uang rakyat saja, rapat sana sini di hotel berbintang hanya untuk sebuah kegiatan kamuplase.

Presiden Jokowi sendiri sering turun gunung urus sampah dengan beberapa kali melakukan rapat kabinet membahas sampah, tapi senyatanya tidak ada hasil yang diperoleh, karena memang lintas K/L ini sepertinya buta dan terkesan kongkalikong dalam urusan sampah. Sementara Presiden Jokowi juga tidak mempunyai tim khusus memantau pembantunya.

Pengelolaan sampah yang terpuruk ini, sangat berpotensi menciptakan komplik horizontal. Karena pemerintah dan pemda tidak hadir di tengah masyarakat yang berurusan dengan sampah. Membiarkan para asosiasi, pengusaha, pengelola sampah saling berebutan di dalam kebutaan regulasi sampah.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Masa SBY Lahir UU. Sampah

Masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam dua periode malah membuat sebuah terobosan menerbitkan UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). SBY mengukir sejarah membangun pondasi pengelolaan sampah. Sebuah regulasi yang cukup dijadikan pijakan menuju Indonesia Bersih.

UUPS ini merupakan regulasi sampah pertama sejak Indonesia merdeka, juga SBY telah merancang pemberlakuan efektif Extanded Produsen Responsibility (EPR) pada tahun 2022. Tapi pasaca SBY atau masa Presiden Jokowi, menjadi regulasi mati UUPS itu.

Baca Juga: Koperasi Sampah "PKPS" sebagai Poros Circular Ekonomi

Tapi celakanya pemerintahan Jokowi dibawah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr. Siti Nurbaya Bakar yang juga dijabat 2 Periode, malah tidak berbuat apa-apa untuk melaksanakan EPR dan terkesan menghinadri UUPS dan pelaksanaan EPR.

Sangat ketinggalan dalam urusan sampah oleh KLHK, hanya habis waktu mengurus pelarangan kantong plastik atau kampanye pelarangan plastik sekali pakai sejak tahun 2015-2022, dan lebih terpuruk lagi terjadi dugaan abuse of power oleh KLHK atas Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) oleh Dirjen PSL3 pada tahun 2016.

Masalah KPB inilah yang merupakan embrio atas beberapa masalah besar dalam urusan sampah di Indonesia dengan membawa satu isu besar yaitu pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang didahului pelarangan penggunaan kantong plastik. Kebijakan KPB-KPTG ini sangat sesat dan menyesatkan dan mana duit KPB-KPTG itu.

Baca Juga: Human Error dalam Pelaksanaan CSR

KLHK sampai masa pemberlakuan EPR tahun 2022 ini malah tidak ada suara-suara untuk melaksanakan EPR, seharusnya EPR dijadikan prioritas utama untuk membantu pembiayaan pengelolaan sampah di seluruh Indonesia.

Sementara dana EPR atas kemasan produk yang berahir menjadi sampah itu dibayar oleh masyarakat (baca: konsumen), EPR merupakan biaya pengelolaan sampah yang harus diprioritaskan penarikannya. Karena uang EPR itu bukan uang perusahaan yang seenaknya diperlakuan oleh sosiasia dan stakeholde lainnya.

Dalam masa SBY dibawah Menteri Negara LH Prof. Kambuaya, telah menunda pelaksanaan EPR dan memberi kebijakan perusahaan produk berkemasan melakukan uji coba EPR sejak tahun 2012.

Berarti pada tahun 2012 itu perusahaan sudah menarik uang EPR dari masyarakat yang tidak disadari, karena juga Menteri LHK saat ini tidak ada perhatian melakukan monitoring dan evaluasi terhadap EPR tersebut, malah terkesan mengabaikan pelaksanaan EPR, ada apa?

Baca Juga: Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR

Diperparah lagi, KLHK belum melaksanakan mandat UUPS untuk melaksanakan Pasal 16 UUPS yang memandatory pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP) untuk pelaksanaan Pasal 13,14 dan 15 UUPS, guna mengaplikasi EPR, ini merupakan dasar pelaksanaan EPR di perusahaan produk berkemasan dan non kemasan serta di masyarakat konsumen dan pengelola sampah.

Tahun 2021, Institut Teknologi Yogyakarta (ITY), Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) dan Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta telah berinisiatif mendrafting Peraturan Pemerintah (PP) EPR berdasarkan atas Pasal 16 UUPS.

Drafting PP EPR melalui surat tertuju pada Presiden Jokowi, Tim PP EPR telah menyerahkannya pada Deputi di Menko Marves serta KLHK melalui Dirjen PSLB3 KLHK namun belum ada kabar dari kedua kementerian yang berkompeten dalam urusan sampah di Indonesia.

Baca Juga: Meluruskan Walikota Solo Gibran dan WALHI tentang Listrik Sampah

Bukti Keterpurukan

Bukti keterpurukan pengelolaan sampah di masa Presiden Jokowi, 438 TPA dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia masih mengunakan pola penanganan sampah secara open dumping. Seharusnya sejak 2013 TPA harus beralih ke Control Landfill dan Sanitary Landfill, sebagaimana amanat UUPS.

KLHK sangat tidak ramah pada UUPS untuk melakukan progres terhadap Pasal 12,13, 21,44 dan 45 UUPS dalam fokus pengelolaan sampah di sumber timbulannya untuk mengurangi sampah masuk ke TPA, sampai 80% harus di kelola di kawasan timbulannya.

KLHK dan pemerintah daerah seakan ada kesepahaman bersama yang tidak disepakati secara tertulis untuk tidak melaksanakan amanat atau mandatory UUPS, khususnya untuk menutup atau menghentikan sampah ke TPA.

Sibolga, 19 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun