Dalam Jaktranas, terdapat 16 Kementerian dan Lembaga yang diberi tugas oleh Presiden Jokowi untuk mengurus pengelolaan sampah. Menko Marves sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah dan Menteri LHK sebagai Ketua Dewan Harian Jaktranas Sampah, tidak kompak dan semua abai melakukan tupoksinya, hanya sibuk urus pelarangan plastik sekali.
Baik Menko Marves maupun Menteri LHK tidak ada konektivitas dalam urusan sampah, apalagi kementerian dan lembaga lainnya yang ada dalam Jaktranas Sampah. Masing-masing K/L berjalan sendiri-sendiri. Ahirnya tidak ada hasil yang diperoleh, hanya menghabiskan uang rakyat saja, rapat sana sini di hotel berbintang hanya untuk sebuah kegiatan kamuplase.
Presiden Jokowi sendiri sering turun gunung urus sampah dengan beberapa kali melakukan rapat kabinet membahas sampah, tapi senyatanya tidak ada hasil yang diperoleh, karena memang lintas K/L ini sepertinya buta dan terkesan kongkalikong dalam urusan sampah. Sementara Presiden Jokowi juga tidak mempunyai tim khusus memantau pembantunya.
Pengelolaan sampah yang terpuruk ini, sangat berpotensi menciptakan komplik horizontal. Karena pemerintah dan pemda tidak hadir di tengah masyarakat yang berurusan dengan sampah. Membiarkan para asosiasi, pengusaha, pengelola sampah saling berebutan di dalam kebutaan regulasi sampah.
Baca Juga:Â Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Masa SBY Lahir UU. Sampah
Masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam dua periode malah membuat sebuah terobosan menerbitkan UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). SBY mengukir sejarah membangun pondasi pengelolaan sampah. Sebuah regulasi yang cukup dijadikan pijakan menuju Indonesia Bersih.
UUPS ini merupakan regulasi sampah pertama sejak Indonesia merdeka, juga SBY telah merancang pemberlakuan efektif Extanded Produsen Responsibility (EPR) pada tahun 2022. Tapi pasaca SBY atau masa Presiden Jokowi, menjadi regulasi mati UUPS itu.
Baca Juga:Â Koperasi Sampah "PKPS" sebagai Poros Circular Ekonomi
Tapi celakanya pemerintahan Jokowi dibawah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr. Siti Nurbaya Bakar yang juga dijabat 2 Periode, malah tidak berbuat apa-apa untuk melaksanakan EPR dan terkesan menghinadri UUPS dan pelaksanaan EPR.
Sangat ketinggalan dalam urusan sampah oleh KLHK, hanya habis waktu mengurus pelarangan kantong plastik atau kampanye pelarangan plastik sekali pakai sejak tahun 2015-2022, dan lebih terpuruk lagi terjadi dugaan abuse of power oleh KLHK atas Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) oleh Dirjen PSL3 pada tahun 2016.