"Jangan dulu, Nak. Jangan bandel ya kamu! Ini obatnya diminum dulu."
Ibunya keluar dari kamar Joko. Ia ditinggalkan dalam posisi kaki kiri diangkat lebih tinggi dari tubuhnya dan diganjal menggunakan bantal.
"Kamu ndakpapa, Jok?"
"Ndakpapa, Yah."
"Syukurlah, masih bisa ikut lomba egrang kan hari Sabtu besok?" tanya ayahnya sembari berjalan, lalu duduk di tepi ranjang Joko.
"Bagaimana mau ikut, Yah, Joko harus istirahat minimal tiga hari."
"Ha... ha.... Lemah kali kamu, Jok. Baru keseleo saja udah nyerah kamu."
"Mana ada Joko lemah, Yah. Aduuuh...."
"Ha... ha.... Kamu tahu, Jok? Dulu Panglima Jenderal Soedirman memimpin perang gerilya melawan agresi militer Belanda yang kedua hanya dengan sebelah paru-parunya loh. Beliau tetap terjun langsung ke medan pertempuran meski harus ditandu. Masa kamu yang cuma keseleo saja sudah keok, ndak mau ikut lomba egrang."
Meski terdengar ada sedikit unsur ejekan, kata-kata ayahnya mampu memompa semangat dalam diri Joko. Malam berikutnya, tepat saat malam 17 Agustus, kurang dari dua puluh empat jam dari perlombaan, Joko kembali berlatih egrang. Kali ini, ia tidak bisa menggunakan kedua kakinya. Ia berlatih hanya dengan kaki kanannya. Egrang sebelah kirinya hanya digunakan untuk pegangan tangan. Sementara kaki kirinya mengawang.
Ibu Joko berteriak berkali-kali, memerintahkan Joko untuk beristirahat. Sementara ayahnya justru tersenyum menyaksikan anaknya dari teras rumah. "Ayo, Jok! Lambat kali kamu ini."