sedangkan sebanyak 91,12 persen anak perempuan yang menikah sebelum 18 tahun tidak dapat menyelesaikan pendidikan hingga SMA. Dimana perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun cenderung memiliki pendidikan-pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang menikah setelah usia 18 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Wanita Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor utama penyebab pernikahan anak adalah karena faktor kemiskinan, tingkat pendidikan rendah, tradisi setempat, perubahan tata nilai dalam masyarakat, dan kurangnya kesadaran dan pemahaman akan anak perempuan.Â
Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak tidak lagi bersekolah karena ia memiliki tanggung jawab baru baik sebagai istri atau calon ibu, atau orangtua yang akan diharapkan berperan lebih besar mengurus rumah tangga atau menjadi tulang punggung keluarga dan keharusan mencari nafkah.
Tidak dapat dipungkiri alasan faktor ekonomi atau kemiskinan sering menjadi alasan utama dalam melakukan pernikahan anak. Orang tua secara tidak langsung telah memindahkan tanggung jawab mereka atas masa depan anak mereka kepada orang lain yang sebenarnya belum mampu mereka terima. Anak perempuan yang tidak memiliki hak atas tubuhnya, karena anak-anak harus patuh pada orang tua atau keluarganya untuk dinikahi hal tersebut sudah mengarah pada eksploitasi seksual anak.
Belum lagi dengan maraknya pergaulan bebas di kalangan anak sekolah yang menyebabkan hamil diluar nikah, mengharuskan anak menikah dalam usia yang relatif muda menjadi faktor permasalahan yang masih belum terselesaikan hingga saat ini.Â
Pernikahan anak akhirnya menjadi solusi terakhir bagi orang tua atau keluarga dengan alasan agar terhindar dari perbuatan zinah atau untuk menutupi aib yang dapat mempermalukan orang tua atau keluarga.
Dampak Pernikahan Anak
Dengan adanya perbedaan batas usia yang ditentukan di dalam Undang-Undang Perkawinan yang mencantumkan usia pria 19 tahun dan perempuan 16 tahun telah melanggar pemenuhan atas pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi anak khususnya bagi anak perempuan.Â
Yang dimana secara konstitusional telah menyatakan negara menjamin warga negaranya bersamaan kedudukannya baik dalam hukum maupun di dalam pemerintahan.
Perbedaan ketentuan usia antara pria dan perempuan di dalam Undang-Undang Perkawinan tersebut merupakan wujud nyata dan konkrit tidak tercapainya persamaan kedudukan di dalam hukum antara pria dan perempuan yang tidak didasari oleh argumentasi alasan ilmiah yang jelas, hanya berdasarkan alasan jenis kelamin semata.
Pembedaan kedudukan hukum antara pria dan perempuan ini mengakibatkan seorang anak perempuan kawin pada usia di bawah 18 tahun, secara otomatis dia tidak lagi dianggap sebagai seorang anak, sehingga hak-hak anak yang seharusnya melekat pada dirinya seketika lenyap.Â