Hamparan putih itu selimut. Aku sedang tergolek di kasur. Seluruh badan terasa pegal. Aku tidak sanggup bangun sampai akhirnya ada yang menarik selimut itu. Teeeesh.
Aku kaget, tentu saja. Seorang perempuan yang, aku butuh waktu beberapa detik untuk menerka dan mengingat siapa dia, berdiri dengan pakaian tidur setipis itu. Mungkin tubuhnya terlihat jelas jika aku sudah sadar.
***
Roti lapis dan segelas jus jeruk manis sudah aku habiskan. Izi yang menyiapkan itu semua. Kemarin sore aku tidak sadarkan diri di kedai, katanya. Izi --ya, akhirnya aku tahu namanya setelah sekian lama hanya bisa saling lirik di kedai-- yang membawaku ke apartemennya bersama dua teman perempuannya.
Aku tahu ini hari senin dan aku akhirnya tidak pergi ke kantor. Gawaiku sengaja tidak aku hidupkan. Senin dan kantor adalah perpaduan antara semangat berlebih dengan kemalasan yang masih tersisa di akhir pekan.
Tapi tidak denganku. Sebab, biasanya aku suka hari senin karena akan bertemu kembali dengan Zula. Biasanya juga aku akan datang lebih pagi dan menunggu Zula untuk sarapan bersama pukul 11 siang.
Tentu tidak dengan senin hari ini.
Namun, anehnya tidak ada cemburu yang menggangguku kala tidak bertemu Zula. Mungkin karena Izi? Entahlah.
Izi masih belum mengganti pakaiannya ketika menemani aku sarapan.
***
"Semestinya laki-laki seusiamu hari ini ada di kantor dan berharap sore cepat datang dan pulang ke rumah,"