Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menjadi Pembaca Era Kiwari

8 Desember 2016   21:15 Diperbarui: 18 Desember 2016   14:59 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: shutterstock

Dan kalau bukan tugas kuliah, barangkali saya tidak tahu kalau buku yang dicetak juga tersedia bentuk digitalnya. Saat itulah saya rajin ke warnet untuk mengunduhnya secara gila.

***

Kalau dihitung-hitung, tahun ini adalah tahun ke-4 saya bersama teman-teman di perpustakaan Teras Baca secara rutin membuat buku digital setiap tahunnya. Saat ini baru mampu satu buku saja memang. Tapi namanya juga usaha, ada yang progresnya cepat, lambat dan di situ-situ saja. Saya termasuk yang terakhir tentunya.

Konsisten itu mudah, yang sulit adalah menjaganya. Semangat mengkonsep buku itu tidak segampang merancang masa depan bersama pasangan yang pada akhirnya berakhir menjadi angan-angan. Apalagi jalur yang saya dan teman-teman di perpustakaan Teras Baca adalah buku digital. Selain karena tidak punya biaya produksi buku cetak, kami sadar, buku yang kami hasilkan belum layak untuk dicetak. Paling tidak karya kami tidak ingin sekadar menyia-nyiakan pohon yang dipotong demi satu eksemplar buku. Bumi ini masih butuh paru-paru.

Itu saya bagikan secara gratis. Cukup unduh, lalu bisa langsung dibaca. Namun hanya tahun ini saja saya coba mengubah cara pemasarannya. Buku digital kami "sebenarnya gratis", sebab tidak ada transaksi jual-beli untuk bisa memilikinya. Namun, saya tengah mencoba melibatkan perantara lain, pihak ketiga, pay with tweet, namanya. Jadi setiap orang yang ingin membaca buku digital buatan perpustakaan teras baca cukup membayarnya dengan sebuah cuitan. Lumayan dan efektif hasilnya saya kira.

Pada bulan Maret - April 2016, Pew Reserch Center di Amerika Serikat membuat riset untuk Digital Book Year 2016. Mereka meneliti tentang tingkat pola jenis pembaca. Didapat hanya sekitar 6% yang benar-benar membaca buku digital (red: buku digital di sana juga termasuk audio book). Selebihnya, 28% membaca buku cetak dan digital, 38% hanya membaca buku cetak saja.  Dan 26% membaca non-buku (red: koran, majalah, dan lain sebagainya)

Tanpa melihat berapa jumlah korespondensi, 6 porsen saya kira angka yang cukup besar. Di Indonesia, barangkali, buku digital hanya alternatif belaka. Tapi bila suatu saat nanti susah lahir industri buku digital, harapan saya, juga teman-teman di perpustakaan teras baca adalah kami masih konsiten dan ikut dalam ombak industri buku digital tersebut. Semoga. Intinya, konsiten dulu saja.

***

Ada kalanya saya tidak ingin bawa buku ke mana-mana. Selain karena cuaca hijan dan takut bukunya basah lalu rusak, maksudnya tangan ini pun ingin digunakan untuk menggandeng tangan seseorang. Tapi apa daya, jika sedang di kereta, (tangan) saya hanya dipakai untuk membaca lewat layar gawai. Menjadi sendiri ketika kereta tak pernah sepi.

Mengaktifkan paket data pada gawai selama perjalanan, sama artinya melibatkan diri pada jejaring sosial yang ada di gawai itu sendiri. Bukan tidak ingin terlibat di sana, namun semua ada waktu dan tempatnya masing-masing. Pada saati itulah saya hanya ingin membaca. Buku-buku digital terlebih dulu saya unduh, yang kemudian saya baca selama perjalanan.

Bukan beruntung, sih, tapi kemajuan teknologi yang mau-tidak-mau hadir saat saya membutuhkannya. Awalnya saya menggunakan aplikasi-aplikasi baca yang ada. Namun, apa boleh dipunya, gawai milik saya minim kapasitasnya. Satu aplikasi ditambah beberapa buku digital, memori gawai kadung penuh. Beberapa aplikasi sudah dihapus, masih saja penuh. Akan selalu ada yang dikorbankan dari sesuatu yang kita inginkan bagaimanapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun