Sinyo Eduard sedang duduk terdiam di antara teman-temannya. Entah apa yang dipikirkan lelaki yang biasa disapa Edu tersebut. Ditatapnya lekat-lekat istana raja di depannya dari kursi taman bunga tempat para pemuda biasa berkumpul.
"Jika saja aku memiliki keluarga," batin pemuda sebatang kara yang sedang memikirkan tentang keluarga itu.
Raja memiliki seorang putri yang cantik jelita dan baik hati. Namanya adalah Nona Marice. Ice (sapaan akrab dari orang terdekatnya) sangat ramah terhadap semua orang dan pandai bergaul. Terkadang, di saat para pemuda bertemu, Ice juga senang untuk hadir.
Kehadirannya selalu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Edu. Namun, jika tak ada Ice di depannya, Edu kembali menjadi murung.
Hal sebaliknya pun dirasakan oleh Ice. Di antara semua pemuda, Ice lebih senang berbincang bersama Edu. Ketika Edu tak ada, Ice lebih banyak diam. Saat Edu datang, wajahnya akan kembali berseri-seri.
***
Suatu sore, para pemuda sedang berkumpul tanpa kehadiran Ice. Teman-temannya akhirnya memiliki kesempatan untuk menuntaskan rasa penasaran mereka pada Edu.
"Hai, Edu. Saat kita berkumpul, jika kau tak hadir, Nona Ice murung. Tapi saat kau hadir, dia mulai berseri dan tertawa. Dia hanya bersikap begitu padamu. Tidak pada kami." Tanya salah satu teman.
"Pasti ada apa2 dengan kau ini, Edu." Sambung yang lain seraya mencurigai.
Mendengar kecurigaan teman-temannya, Edu hanya diam saja.
***
Suatu kali, istana sedang cukup sepi. Ayah dan ibu dari Ice sedang menghadiri pesta di daerah lain. Edu yang merasa rindu, nekat mendatangi Ice di istana.
Melihat kemunculan Edu, Ice cukup kaget. Meski begitu, ia merasa senang. Ice ternyata juga sudah sangat merindukan Edu.
Setelah berbincang dan mengobati rasa rindu, Edu pulang. Beberapa saat kemudian, orang tua Ice pulang ke istana. Sang raja melihat ada sesuatu yang berbeda dari putrinya. Ia cukup penasaran melihat wajah Ice yang terlihat sangat bahagia.
"Nona, ada senang apa? Kamu punya muka terlihat bahagia sekali hari ini," tanya sang ayah.
"Ayah, tadi Sinyo Eduard salam saya," jawab Ice
"Lalu?" raut wajah ayahnya langsung berubah.
"Saya terima."
Mendegar hal itu, sang raja marah besar pada Ice.
"Hai Ice, kau mau dengan dia? Kau nanti mau makan apa? Rumahnya saja kayak gua. Kau tidak malu?" Raja mulai berkata dengan nada yang keras pada putrinya.
"Biar ayah, dia itu orang baik dan mau kerja keras. Walau dia dalam keadaan begitu, saya tetap terima salamnya," Ice berusaha meyakinkan sang ayah.
"Kamu yakin?"
"Ia, saya tetap yakin."
Meskipun sedang marah, sang raja tidak langsung menolak kemauan Ice. Ia takut jika perasaan Ice terluka karena kemarahannya. Keesokan harinya, raja menyuruh bawahannya memanggil Eduard.
***
Raja hendak memberikan tes kepada Eduard. Telah disiapkannya sebuah keranjang di sisinya. Keranjang tersebut sudah dipenuhi banyak sekali lubang.
"Hai Eduard. Ice telah terima salammu. Ambil keranjang ini dan pergi ambil air di kali. Jika kau bisa bawa air di keranjang ini, kau akan saya nikahkan dengan anak saya," pungkasnya menjelaskan tentang tes yang bertujuan untuk menggagalkan hubungan Edu dan Ice.
Eduard hanya terdiam, mengangkat keranjang itu, dan pergi ke kali.
***
Beberapa tahun sebelumnya
Suatu kali saat Edu sedang mandi dan memancing belut di kali, belut tangkapan yang ia simpan terlihat panik. Belut itu terus berputar-putar di dalam air. Melihat hal itu, Edu yang merasa kasihan melepaskan belut tersebut.
Belut yang ditangkap oleh Edu secara ajaib bisa berbicara dan meminta terima kasih.
"Terima kasih. Kalau bukan karena kau, saya pasti sudah mati." ucap sang belut.
***
Edu sedang melamun di pinggir kali dengan keranjang berlubang di tangannya
"Kenapa kamu muram, Edu?" sang belut membuat Edu yang sedang termenung menjadi kaget.
Edu lalu menceritakan peristiwa yang ada. Katanya, hal itu adalah syarat dari raja agar dia bisa menikah dengan anaknya. Kalau tidak, sudah pasti dia akan ditolak mentah-mentah.
"Buang keranjang itu datang!" pinta si belut.
Belut itu lalu masuk ke dalam keranjang dan ia menutup lubang-lubang yang ada dengan air liurnya. Secara ajaib, semua lubang menjadi tertutup.
"Edu, angkat sudah! Ada bocor?" pinta belut
"Tidak?!" Edu merasa heran.
"Pergi sudah!" kata belut.
Edu yang masih merasa heran, memikul air yang penuh dalam keranjang itu. Setiap orang yang dilewati Eduard merasa kaget melihat kejadian ajaib tersebut.
Sesampainya di istana, Edu mendudukkan keranjang berlubang penuh air di depan raja. Raja hanya diam dan tidak tahu untuk mengatakan apa.
Dengan berat hati, sang raja menikahkan anaknya dengan Eduard.
***
Edu dan Ice hidup di rumah pondok sangat sederhana. Edu bekerja sebagai petani dan memiliki kebun yang kecil. Suatu hari, saat Edu sedang 'tofa' (mencangkul) kebun untuk musim cocok tanam. Tubuhnya terasa sangat lelah. Wajahnya terlihat pucat. Edu lalu beristirahat sebentar.
***
Beberapa tahun sebelumnya
Edu sedang masuk hutan untuk mencari kayu api. Ia bertemu burung dara yang dijerat dan tidak bisa bergerak.
Tergerak oleh rasa kasihan, Edu melepaskan burung tersebut. Burung dara yang dilepas, lalu dengan ajaib berbicara dan meminta terima kasih.
"Terima kasih. Kalau bukan karena kau, saya pasti sudah mati," ucap sang burung dara.
***
Edu sedang merenung di samping kebunnya
"Hai Edu, mukamu muram dan susah. Kenapa?" sang burung dara menyapa Edu.
"Ia sodara. Saya ada nikah dengan anak raja, tapi tidak tahu mau kasih makan dan kasih pakai apa," keluh Edu.
"Edu, sekarang kau pulang saja. Kau bikin satu sangkar di samping rumahmu dan jika kau punya isteri lihat, bilang saja kau siapkan untuk ayam bertelur. Kalau dia tidak lihat, kerjakan saja dan diam. Dan sesudah kau selesai bikin, tiga hari setelahnya, baru kunjungi lagi sangkar itu. Apa yang ada di dalamnya adalah milikmu," jelas si burung dara.
Edu yang merasa heran hanya mengerjakan apa yang dipinta. Edu membuat sangkar seperti yang dijelaskan. Tiga hari kemudian, dia pergi melihat sangkar tersebut. Edu sangat terkejut ketika mendapati sangkar yang ia buat telah penuh terisi telur emas.
Edu secepatnya pergi mengambil 'nyiru' (wadah untuk menapis beras) dan memasukan telur-telur itu. Dalam keadaan yang tercengang dan kaget, Edu tetap membawa dan memasukan semua telur itu ke dalam peti pakaiannya.
***
Keesokan harinya, Edu bersiap dengan rapih. Ia pergi membawa beberapa telur emas yang diisi dalam tasnya. Ia pamit pada Nona Ice.
"Adik, jaga rumah. Kakak mau ke pasar," Ujar Edu.
Eduard mendatangi pedagang emas di pasar.
"Baba, mau beli emas?" tanya Edu
"Ya, sangat mau. Itu saya punya kerja. Mana emasnya?"
Edu meminta sebuah kardus dan mengisi telur emas yang dibawanya ke dalam kardus itu.
"Ini telur ayam?" baba bertanya
Edu hanya diam sambil menaruh telur-telur itu secara hati-hati.
"Ini telur ayam?" tanya baba untuk kedua kali.
"Neuh, baba coba belah dan cek," jawab Edu.
Baba lalu membelah telur emas itu dan tercengang karena mengetahui bahwa emas tersebut bernilai sangat tinggi.
"Apa yang kau minta? Berapa harga kau menjualnya?" tanya baba.
"Saya minta 2 oto (mobil)." Edu menjawab.
"Saya hanya punya 2. Jika kau ambil semua, saya pakai apa? Begini saja, saya kasih satu oto dan satu kantung penuh uang perak," tawar pedagang tersebut.
"Kalau begitu, saya mau uang perak dengan nilai paling besar 1 Rupiah dan Ringgit,"
"Lalu, bagaimana dengan sopirnya, baba?"
"Saya kasih dengan sopir. Sopir itu jadi milikmu," pungkas baba.
***
Edu tiba di rumah dengan membawa oto yang diperolehnya dari hasil transaksi telur emas bersama baba.
"Sapa punya oto, kak? Lalu, saku terlihat besar sekali. Ada isi apa?" tanya Ice penasaran
"Uang, ini kau pung milik," jawab Edu dengan wajah berseri.
Edu lalu menceritakan semua kisah ajaibnya bersama belut dan burung dara pada Ice.
Di hari-hari berikutnya, mereka membeli bahan-bahan bangunan. Edu dan Ice mulai membangun rumah batu untuk gantikan gubuk reot yang mereka tinggali.
***
Beberapa tahun kemudian
Nona Ice sudah lama tidak mengunjungi ayah dan ibunya di istana. Ia pun memberanikan diri untuk mendatangi ayahnya yang masih jengkel karena ia menikah dengan Eduard.
"Ayah, tadi ayah bilang Edu tinggal di gua. Sekarang lihatlah ayah, saya sudah punya rumah batu dan oto," Ice menjelaskan kehebohan rakyatnya yang sampai ke telinga sang raja.
Sang raja pun hanya terdiam dan menyesali apa yang pernah ia perbuat pada Eduard. Saat Eduard telah menjadi orang terkaya di kerajaannya, istana yang ia banggakan sudah hampir roboh karena termakan usia. Begitulah ketika roda kehidupan telah berputar secara ajaib.
"Hendak panjang terlalu patah"
Artinya: "Orang yang meninggikan diri akan direndahkan dan yang merendahkan diri akan ditinggikan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H