Makanan tidak dapat meningkatkan atau menurunkan kadar keimanan seseorang. Karena itu dengan tegas Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Roma menulis: "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus" (Roma 14:17).Â
Â
Artinya makanan dan minuman tidak dapat membawa manusia lebih dekat kepada Tuhan. Tidak dapat juga dijadikan sebagai tiket untuk masuk ke sorga. Karena itu perlu dijaga supaya jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Bagi yang memakan dan yang tidak memakan jangan sampai saling menghakimi.
Â
Seperti yang disampaikan Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus: "Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan." Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. (1 Korintus 8:8-9)
Â
Pada pasal sebelumnya Rasul Paulus dengan jelas menuliskan: Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun. Makananadalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh. (1 Korintus 6:12-13)
Â
Memang ada 2 ayat dalam Perjanjian Lama yang melarang memakan daging babi, dan hal Ini sering menjadi bahan perdebatan antara yang memakan dan yang tidak memakan, yaitu: Imamat 11:7-8 Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu.
Â
Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu. Ulangan 14:8 Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.