Pemberitaan tentang cloning Kembali mengehangat atau viral setelah adanya penayangan kloning antara hewan sapi dan babi. Sebenarnya masalah cloning hewan ini bukanlah hal yang baru, namun yang menjadi viralnya masalah cloning ini adalah bagaimana seandainya semua ini terjadi? Di dalam tik tok ada yang bergurau jika hal ini terjadi  apakah hasil cloning ini haram?
Â
Sebenarnya bukanlah teknologi baru di dunia kehewanan. Menurut U.S Food and Drug Administration (FDA), amfibi seperti katak pertama kali menjalani kloning pada tahun 1950-an. Namun, kloning mamalia di laboratorium relatif baru. Kloning mamalia yang paling terkenal adalah Domba Dolly, yang lahir pada tahun 1996.
Â
Dolly dikloning dengan menggunakan sel dari embrio dari sel hewan domba dewasa. Nah, menyoal kloning hewan yang begitu canggih ini, ternyata ada saja mitos-mitos yang mengiringinya. Mau tahu apa saja mitos kloning hewan yang sering dipercayai banyak orang?Â
Â
Dalam tulisan ini saya tidak membicarakan tentang kloning sapi dan babi itu, tetapi yang saya tekankan KENAPA BABI KOK HARAM TO? Â Padahal babi itu banyak manfaatnya. Dalam penelitian seluruh tubuh dari pada babi itu semua dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan dan keperluan manusia.Â
Â
Semua orang tahu bukan saja orang Kristen  yang menyukai daging babi, ada Sebagian orang muslim yang juga menyukainya. Oleh karena itu tidak heran jika  dalam beberpa waktu lalu di kota Solo telah diselenggarakan festival makanan non halal terrmasuk di dalamnya makanan yang berbahan dari daging babi.
Dari hasil penelitian ternyata konsumsi daging babi di Indonssia dalam beberapa tahun terakhir ini justru memperlihatkan peningkatan yang cukup pesat.Â
Â
Memang sampai sekarang belum ada catatan resmi tentang berapa besarnya konsumsi daging babi ini. Kementrian Industri dan Perdagangan serta instansi yang terkait juga belum pernah menganalisa tentang hal ini. Dalam perdangan luar negeri dalam hal ini kegiatan ekspor impor daging babi ini juga  tidak ada. Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang ada hanya transaksi impor, itupun relative kecil volume dan nilainya. Jadi tidak ada artinya jika dibandingkan dengan besarnya produksi di dalam negeri.
Â
Dari laporan Statistik Perikanan dan Peternekan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statisik, diperoleh angka bahwa produksi daging babi Indonesia dalam 5 tahun terakhir ini rata-rata mengalami kenaikan sebesar 5,25%. Pada tahun 2019 produksi daging babi Indonesia kurang lebih mencapai 236.277,3 ton, kemudian naik terus dan mencapai puncaknya menjadi 262.783,1 ton pada tahun 2022. Pada tahun 2023 mengalami peningkatan lagi menjadi 276.610,7 ton.Â
Â
Untuk mengetahui berapa sesungguhnya volume konsumsi dagang babi, bisa ditempuh dengan jalan menjumlahkan antara produksi dengan impor kemudian dikurangi ekspor. Sementara seperti disebutkan selama ini dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) kegiatan ekspornya tidak ada, maka hasil penjumlah antara produksi dengan impor itulah angka perkiraan konsumsi di dalam negeri.
Â
Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat diketahui bahwa konsumsi daging babi di Indonesia pada tahun 2019 kurang lebih mencapai 236.277,35 ton naik terus hingga mencapai 262.783,46 ton pada tahun 2022. Sementara itu pada tahun 2023 diperkirakan akan mencapai 276.610,79 ton. Atau rata-rata setiap tahunnya mengalami kenaikan sebesar 5,25%.
Â
Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki pasar tersendiri di Indonesia. Adapun konsumsi daging babi di Pulau Jawa dinilai cukup signifikan. Walaupun peternakan babi sedang digempur ASF (African Swine Fever) dan FMD (Foot and Mouth Disease), mamun itu tidak kemudian berpengaruh terhadap permintaan daging babi.Â
Ketua Umum Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), Sauland Sinaga menyingkap fakta bahwa pengkonsumsi tetap daging babi adalah di Pulau Jawa. Sementara wilayah produksi tetap babi ada di luar Pulau Jawa. "Ini artinya kita kurang kontinental, kita adalah negara kepulauan. Diharap kedepannya pemerintah berpikir bagaimana mempertahankan ketahanan pangan kita, sebab babi tidak bisa digantikan.
Saat ini terdapat 12-13 propinsi di Indonesia yang populasi babinya di atas 500 ribu ekor. Adapun kantong-kantong penyedia ternak babi yang paling tinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Bali dan sedikit di Jawa Tengah seperti Solo dan Karanganyar yakni normalnya sekitar 450 ribu ekor namun sekarang tinggal seperempatnya.
Â
"Konsumsi daging babi paling tinggi tetap di Jabodetabek terutama di Jakarta. Ini yang memakan babi mengalahkan Singapura. Kebutuhan babi di Sumatera Utara rata-rata sekitar 60 ribu ekor pertahun, sementara di Jakarta bisa 120 ribu ekor pertahun. Ini menjadi masalah karena di daerah tersebut tidak ada babi.
Â
Setelah Jakarta, terdapat Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara yang konsumsi daging babinya banyak. Uniknya, supply babi khusus Pulau Jawa tetap dari luar Jawa. Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumsi daging babi masyarakat Indonesia cukup tinggi, hanya saja kini terkendala oleh outbreak ASF.
Â
Dari hasil survey diketahui seluruh bagian tubuh dari pada babi ternyata juga sangat bermanfaat. Mulai dari kuku, kulit, bulu, usus, jantung bahkan kotoran babipun juga bisa dimanfaatkan. Boleh dikata 99% lebih babi bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
Â
Tidak kita sadari selana ini hampir seluruh produk yang kita pakai dan kita konsumsi sudah mengandung babi. Mengapa demikian? produk kosmetik yang kita pakai, produk farmasi yang kita konsumsi diantaranya ada kandungan babi, sikat gigi yang kita pakai setiap hari itu terbuat dari bulu babi. Tidak saja pada industri kosmetik dan farmasi, industri furniture, tekstil bahkan sampai komponen elektronik dan otomotif juga ada kandungan babi.
Â
Itulah sebabnya pemerintah dalam hal ini Kementrian Peternakan dan juga Kementrian Perindustrian ikut memfasilitasi dalam pengembangan industri peternakan babi. Sehingga dalam beberapa tahun terakhir ini populasi ternak babi di Indonesia tampak terus mengalami peningkatan. Dan pada gilirannya produksi daging babi di Indonesia setiap tahunnya juga terus mengalami peningkatan.
Â
Sebenarnya peningkatan konsumsi daging babi ini tidak saja didukung oleh meningkatnya permintaan dari hasil industri pengolahan makanan, seperti misalnya sosis, nugget, abon, bakso, burger dan masih banyak produk makanan lainnya, tetapi juga disebabkan karena adanya upacara-upacara adat yang sering dilakukan oleh daerah-daerah atau wilayah yang  beragama non muslim.Â
Â
*LARANGAN MAKAN DAGING BABI*
Kembali pada pertanyaan awal Kenapa Babi Haram dalam Islam? Ini Alasan dan Asal-usulnya selama ini daging babi menjadi salah satu sumber makanan yang dilarang dalam Islam atau disebut juga sebagai makanan haram. Terkait larangan untuk mengonsumsi babi bagi umat Islam, telah disampaikan dalam firman Allah SWT melalui Al-Quran. Salah satunya dalam Surat Al-Baqarah ayat 173Â
Â
Daging babi haram alasan utamanya bukan karena dari segi kesehatan. Seperti diketahui selama ini daging babi dianggap sebagai makanan haram karena ada sebuah penelitian yang mengungkap babi mengandung cacing pita yang bisa membahayakan tubuh manusia. Hal tersebut dikarenakan babi kerap hidup di tempat yang kotor dan makan makanan yang tidak terjamin kebersihannya.
Namun, saat ini babi pun banyak dipelihara dan diberi pakan dengan sangat baik. Hal ini pun dilakukan agar daging babi yang dihasilkan nantinya tidak mengandung cacing pita yang berbahaya.
Meskipun begitu, di dalam Islam daging babi tetaplah haram. Mengapa demikian? Masih merujuk dari buku yang sama, dikatakan bahwa salah satu alasannya karena babi merupakan binatang yang tidak mempunyai leher. Hal tersebut membuat babi tidak bisa disembelih. Padahal di dalam Islam diperintahkan untuk menyembelih binatang sebelum memakannya.
Bukan hanya itu, babi juga memiliki kandungan asam amino yang tinggi, sehingga tidak baik bagi kesehatan tubuh.Â
Alasan daging babi haram selanjutnya yang perlu dipahami oleh umat Islam adalah yang berasal langsung dari firman Allah SWT dalam Al-Quran. Melalui beberapa surat di dalam Al-Quran, Allah SWT menyampaikan larangan tersebut berkali-kali kepada umat-Nya.
Â
*MENGAPA BAGI ORANG KRISTEN BABI TIDAK HARAM*
Agama Kristen bukan agama pemakan daging babi. Tidak ada aturan di dalam agama Kristen yang melarang memakan daging babi. Tetapi tidak ada pula yang mengharuskan memakannya. Artinya dimakan boleh tak dimakan juga boleh. Tak perlu dipersoalkan untuk dijadikan sebagai batu sandungan.
Â
Makanan tidak dapat meningkatkan atau menurunkan kadar keimanan seseorang. Karena itu dengan tegas Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Roma menulis: "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus" (Roma 14:17).Â
Â
Artinya makanan dan minuman tidak dapat membawa manusia lebih dekat kepada Tuhan. Tidak dapat juga dijadikan sebagai tiket untuk masuk ke sorga. Karena itu perlu dijaga supaya jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Bagi yang memakan dan yang tidak memakan jangan sampai saling menghakimi.
Â
Seperti yang disampaikan Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus: "Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan." Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. (1 Korintus 8:8-9)
Â
Pada pasal sebelumnya Rasul Paulus dengan jelas menuliskan: Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun. Makananadalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh. (1 Korintus 6:12-13)
Â
Memang ada 2 ayat dalam Perjanjian Lama yang melarang memakan daging babi, dan hal Ini sering menjadi bahan perdebatan antara yang memakan dan yang tidak memakan, yaitu: Imamat 11:7-8 Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu.
Â
Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu. Ulangan 14:8 Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.
Â
Tetapi di dalam Injil Markus, Tuhan Yesus berkata: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. (7:18-19)
Â
Jadi yang perlu kita ketahui adalah semua makanan halal tetapi tidak semuanya berguna. Untuk itu perlu berhikmat untuk memilih makanan yang bergizi dan baik untuk kesehatan. Ada ilmu kesehatan yang mempelajari tentang hal itu. Ada anjuran untuk memakan atau menghindari makanan tertentu demi kesehatan. Dan itu baik. Tetapi bukan didasarkan kepada halal atau tidak halal. Tetapi karena alasan kesehatan.
Â
Sekali lagi jangan saling menghakimi karena makanan. Hendaklah kita hidup tertib dan saling menghormati satu sama lain: Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu. Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! (Roma 14:3+20)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H