Pagi itu menunjukkan pukul 08.30 am, namun, sinar matahari dipagi itu masih terasa sejuk, seperti terasa di jam 06.00 pagi, karena sinar mentari itu tertutup awan pagi. Sembari ditemani sejuknya pagi, Saya bergegas ke Kantor DPD PDI Perjuangan di Jalan Juanda, Palangkaraya yang berjarak sekitar 1000 meter dari tempat saya tinggal di tinggal, Palangkaraya.
Tak berselang lama kemudian, saya sampai di kantor partai yang berkuasa itu di Provinsi  Kalimantan Tengah itu. Saya menoleh ke samping kaca, terlihat tetesan air , seperti butiran air mata, menempel di kaca bagian pintu belakang kantor mega itu, mungkin pertanda kesedihan.Â
 Ketika memasuki ruang kantor yang bercat dominan merah dan putih itu, saya mendengarkan suara begitu sibuk yang menyatakan kecurangan hasil pemilu Pilgub Kalimantan Tengah di tahun 2016---saling bersahut-sahutan.Â
 Di ruang bagian atas, saya melihat para relawan sibuk mengumpulkan dokumen, dan membaginya kedalam kategori dianggap kecurangan sebagai pelanggaran administrasi Pemilu, Kecurangan sebagai pidana Pemilu, dan kecurangan sebagai sengketa hasil, sesekali bersahut "Money Politic" . Sementara di ruang bagian bawa, beberapa orang saling suara bersahutan, sedang melakukan testimoni,  sibuk mengajukan pertanyaan dan mengajak para calon saksi menceritakan kecurangan secara detail dan modus operandi kecurangan.Â
Sebagai seorang tamu di gedung itu, saya seringkali ditanya orang yang di sekitarku mengenai kecurangan Pilgub di tahun 2018 itu,. Namun, sebagai orang yang sedikit mengenal hukum pilbup dan pilgub, Â lagi-lagi saya menjawab dengan rela, bak konsultan hukum, memberikan penjelasan apa yang disebut sebagai sengketa hasil, sengketa pidana, sengketa administrasi dan dampaknya terhadap nasib Pilgub. .
"Semua kecurangan bisa diukur dengan melihat pasal per pasal dan kecurangan Pilgub, yakni UU Nomor 8 tahun 2015 perubahan dari UU No.1 tahun 2014 tentang Pilbup dan Pilgub, Â "tegasku.
Selanjutnya, sembari menjelaskan pasal demi pasal dalam regulasi pemilu itu, hatiku terbalik ragu dan kurang yakin atas penjelasan saya sendiri.
 Lalu saya menuju ruang sebelah untuk mencari UU No.8 2015, di dalam ruang itu saya menemui dua orang gadis cantik, dan satu orang politisi PDI Perjuangan, yang juga tak melek hukum.  Sepertinya, ia genius soal regulasi Pemilu.Â
Selanjutnya, saya meminta menanyakan ke lelaki itu
" Pak dimana saya bisa mendapatkan print out UU No.8/2015," pintaku.
Kemudian lelaki itu menjawab dengan tegas,
 " Kamu bisa minta ke kedua gadis itu,yang sedang duduk didepan laptop itu. Lain kali bila kamu membutuhkan dokumen seperti ini, minta ke gadis itu saja. Dia baik kok" pinta lawyer senior ini kepadaku.
Masih diiringi rasa cemas dan kurang yakin, saya menoleh ke kedua gadis itu. Kedua gadis  berposisi saling berlawanan meja meeting di kantor itu.Â
Pertama, saya menoleh kan waja kemeja gadis sebelah utara ruang itu, ia terlihat masih berumur sekitar 28 tahun, wajahnya oval, rambut panjang hitam sebahu, kulitnya putih bersih, berpostur sekitar 165 cm. Namun, saya lihat dari mimik wajahnya yang putih itu, Â tak mengiyakan apa-apa atas permintaanku, tertunduk menatap tajam ke arah
Saya berpikir, tampaknya saya kesulitan memperoleh informasi yang saya butuhkan. Padahal, " informasi ini penting sebagai dasar argumentasi ku supaya meyakinkan, pikirku.Â
Namun saya berupaya terus meyakikan dengan argumenku bahwa saya sangat membutuhkan dokumen itu, karena itu kataku,  dasar hukum Pilgub  dan Pilgub.  Namun, gadis cantik itu, tak menjawab apapun, terdiam bisu, Saya pikir mungkin dia lagi mendapat tugas serius.Â
Lalu saya memalingkan wajah ke arah selatan, disana ada gadis cantik, berkulit putih, bening dengan lipstik yang merah jambu. Namun, gadis yang kedua saya hubungi, pendek dari yang pertama, namun kulitnya lebih bening yang pertama tadi. Kelihatannya lebih respect dan lebih cerdas menceritakan keadaan bagaimana politik uang dan agama dalam pemilu terdahulu. Â
Namun saya tak terlalu menghiraukan apa yang iya ceritakan, tapi  tertarik melihat wajahnya persegi lonjong dan lesung pipihnya sesekali digerakkan. Saya mulai berpikir lain, tentang  sexy-nya gadis ini, saya menatap wajahnya terus, tetapi gadis ini  menundukkan wajahnya ke bawah, sebuah isyarat lain dari apa yang rasakan. Hati kecilku dan jantungku berdetak kagum melihatnya. Mungkin ini isyarat saya jatuh hati padanya.
Lalu, semari memperhatikan kata demi kata keluar dari bibirnya,  saya juga terdesak waktu, lalu  bertanya, ke gadis cantik itu,Â
" Apakah saya  dapat memperoleh dokumen UU No.8/2015", tanyaku
Kemudian gadis cantik ini bertanya kembali, "untuk apa pak? " nada balasannya..
"Untuk melihat beberapa pasal perselisihan Pilgub, "ada bagian saya butuhkan" , jawabku dengan pelan dan sopan.Â
Lalu, dengan wajahnya lonjong dengan lesung pipi, ia  senyum dan menjawab, " ia bisa pak," katanya.Â
Namun ia menambahkan lagi, "bapak harus bersabar sekitar 30 menit ya," katanya.\
Namun, bukan dokumen yang menjadi perhatian saya, tetapi  pandangannya ke arah ku semakin menunjukkan  sorotan matanya yang tajam, make up mata kelihatan alis tebal, bulu matanya kelihatan tebal, sesekali ia menggigit bibirnya yang merah muda dan memainkan lesung pipi nya. Kesemuanya sangat memikat ku.
Namun saya sesekali menoleh ke kiri dan kenan melihat orang disekitar apakah ada orang yang sedang mengintipku memperhatikan gadis itu. Ternyata saya tak melihatnya, karena sahutan suara kecurangan Pilkada terdengar di semua sudut ruangan.Â
Kemudian saya mulai memperhatikan Rambut yang panjang jatuh di bokong yang sempurnah, dan cara menyampaikan kata kepadaku dengan percaya diri.
"Lalu aku Tanya, bisa tahu namanya, de," tanyaku.
"Raisa," tegasnya,
Senyum, kepercayaan diri, risk take Raisa  menambah kesempurnaan kesukaanku padanya. Saya sangat suka padanya.
Lalu ia menyerahkan dokumen itu padaku, sembari saya membuka dokumen itu lembar perlembar, saya terus memperhatikan gerak bokongnya dan rambut panjangnya, saya tak memfokuskan diri pada bahan pokok yang saya butuhkan dari dokumen itu, sama sekali hilang konsentrasi karena kagum melihatnya.Â
Â
Karena kewajiban saya, menyediakan informasi penting, lalu saya pamit dengannya meninggalkan gedung merah putih, megah, berlantai dua itu.Â
Sebelum saya meninggalkan gedung, Lalu saya bertanya, ke salah  seorang karib di kantor DPC PDI Perjuangan Kota Palangkaraya itu, "siapa nama gadis itu, sebenarnya," kata ku padanya. . Ternyata jawabnya sama.
Akan tetapi, sampai saya keluar kantor DPC PDI Perjuangan menuju tempat tinggal saya, , saya masih membayangkan wajahnya dan kesantunan. Sepertinya gadis itu, masih ada disini, dihatiku. Â
Saya membuka dari  lembar ke lembar dalam UU itu, saya kesulitan menemui pasal pasal yang dicabut hak itu, saya kurang konsentrasi karena mengingat wajah cantik gadis itu, padahal  sudah menunjukkan pukul 21.00 PM, saya masih belum beranjak dari tempat tidurku. Saya masih membayangkan dirinya.Â
Saya masih membayangkan bagaimana diriku sangat mencintai dirinya. Tetapi saya belum bercerita banyak bagaimana saya menyukai karakter gadis ini.
Karena senang bercampur khawatir, saya berusaha mencari nomor telepon gadis. Sayang menghubungi ke salah satu teman karib. Tetapi teman ini, tidak menyimpan nomor gadis itu. Seperti dia, memilih, milih orang untuk berteman.
Sudah sebulan saya meninggalkan Kota Palangkaraya dengan penuh rasa sedih, karena tidak sempat berbicara dengan gadis ini.Â
Diriku sudah melakukan berbagai cara untuk menghilangkan rasa penasaranku padanya, dengan membuat kesibukan sendiri, jalan ke tempat perbelanjaan, dan menemui sejumlah teman, sibuk di berbagai kegiatan sosial.
Tetapi perasaan ku masih padanya. Lalu aku mencoba meminta nomor telepon gadis itu, dari kawan karibnya. Dalam permintaan nomor mobilnya, Â saya meminta dengan tujuan menanyakan informasi mengenai kekisruhan di pengurus Partai belambang banteng moncong putih ini. Saya tidak bisa menyembunyikan bahwa permintaan ku kali ini, lebih didorong hasrat untuk mengenal gadis ini lebih jauh.
Setelah itu, saya mengajaknya berbicara lewat telepon dengan tujuan menanyakan informasi itu, tapi karena segan saya tak sempat menyampaikan isi hatiku.
Tapi satu ketika , saya tau ia dalam perjalan jauh menuju satu kota, saya mencoba mengirimkan sms padanya. Mungkin dia lagi fokus mengendarai mobil. Meski begitu, ketika ia focus, pikirku, apakah dia sempat memikirkan diriku.Â
Dengan modal nekat, saya mencoba mengirimkan pesan singkat dengan basa-basi terlebih dahulu. Ternyata gadis ini menjawab, Lalu saya berpikir berati dia punya perhatian kepada diriku.
Lalu kemudian aku memutuskan menyampaikan hasrat menjadi bagian dari special untuk dirinya. Â Sebelum menyampaikan saya menoreh kelangit terlebih daulu, ternyata bulan sedang terang menyinari bumi, lalu saya terpikir bagaimana kagmku ke cahaya bulan, sama juga mengagumi kecantikan gadis itu. Lalu semakin menambah keinginanku menyampaikan hasyarat hatiku padanya.
Pesan singkat ku bunyinya begini:Â
"Dek, kamu tahu kenapa saya mengirim text padamu disaat semua orang sudah lelap tidur," kata ku
Dia kemudian ia menjawab," saya juga merasakan bang, kenapa abang text ke aku," sapanya.
"Jadi kamu mengertikan," tanyaku.
Iya,,saya sudah tahun, jawabnya.
"Jadi kita jadian ya, " tanya balik.
Dalam hati kecilku, semoga menjadi the endless love,,amien.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H