Sekarang, sudah terjadi perubahan besar. Instrumen pembayaran digital sudah merakyat. Dari pegawai mapan hingga sekedar pelajar dan penjual kaki lima sudah lazim bertransaksi non-tunai. Transisi pembayaran dari konvensional ke digital, perlahan tapi pasti sudah terjadi.
Satu hal penting, mulai muncul kecenderungan daya tarik penjualan  yang tidak hanya karena barangnya, tetapi juga kemudahan pembayaran yang ditawarkan.
Keamanan Siber
Transisi pembayaran semakin menghidupkan ekosistem ekonomi digital. Optimisme pergerakan ekonomi akan semakin cepat pun tidak lah berlebihan. Hanya saja, muncul konsekuensi yang mesti jadi perhatian yakni kejahatan siber. Sulit sekali melepaskan risiko siber ketika telah memasuki ranah digital.Â
Berbeda dengan kejahatan konvensional yang relatif lebih mudah dideteksi, karena metode maupun variasinya yang sudah dikenal, kejahatan siber terus berkembang baik modus maupun caranya.Â
Kejahatan siber itu juga senyap dan sulit dideteksi, silent but deadly. Ada kejahatan yang lansung membobol dana masyarakat, atau yang tidak langsung, seperti pencurian dan jual beli data, ransomware, dll.Â
Pengungkapannya pun tidak mudah, dikarenankan dilakukan melalui dunia maya. Perpindahan dana bisa dilakukan secara instan, bahkan bisa lintas teritorial negara. Sebut saja, tebusan menggunakan uang kripto.
Kondisi itu bagaimanapun bukan menjadi alasan terhentinya transisi transaksi digital. Nyaris mustahil kita kembali ke konvensional sepenuhnya. Oleh karenanya, yang perlu dilakukan adalah penguatan pengamanan siber.Â
Penyedia jasa pembayaran, baik bank maupun non bank perlu lebih antisipatif menyikapi perkembangan kejahatan siber. Investasi besar untuk pengamanan siber harus menjadi prioritas. Ditambahkan lagi, edukasi kepada konsumen perlu lebih masif dan intensif.
Pelindungan Konsumen
Risiko siber mengiringi laju cepat transisi transaksi dari konvensional ke digital. Atas dasar itu, kebutuhan pelindungan konsumen yang telah masuk dalam ekosistem ekonomi digital pun memiliki urgensi tinggi.