Seorang pelaku UMKM terkejut ketika pengajuan kreditnya ditolak oleh bank. Penyebabnya adalah munculnya kredit macet di sebuah Bank Perekonomian Rakyat (BPR, dahulu Bank Perkreditan Rakyat) berdasarkan data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Persoalannya, pelaku usaha tersebut bukan debitur pada BPR bersangkutan. Dia pun bersama kuasa hukumnya mengajukan pengaduan ke BPR. Respon yang didapat adalah adanya kesalahan input data NIK.
Selanjutnya, mereka melaporkan persoalannya kepada kepolisian. Selain kesalahan input, mereka menduga adanya penyalahgunaan identitas KTP untuk keperluan pinjaman (tribunews.com).
Terkait kesalahan data SLIK, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian supaya tidak menjadi permasalahan yang berkelanjutan.
Mengadu Ke Mana?
SLIK adalah sistem informasi yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelumnya, disebut Sistem Informasi Debitur yang dikelola oleh Bank Indonesia. Sementara orang menyebutnya BI-Checking.
Ketidakakuratan informasi debitur dalam SLIK memang dimungkinkan. Jika hal itu terjadi, debitur dapat mengajukan pengaduan secara langsung kepada pelapor (bank umum, BPR, dll).
Pengajuan tersebut diatur dalam Pasal 22 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 18/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan sebagaimana diubah dengan POJK No. 64/POJK.03/2020 Tahun 2020 (POJK SLIK). Â
Apabila pelapor tidak dapat menyelesaikan pengaduan dimaksud, maka debitur dapat mengupayakan pengaduan lanjutan ke OJK atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Upaya itu diatur dalam Pasal 25 ayat (1) POJK SLIK.
Berdasarkan ketentuan tersebut, sebenarnya mekanisme pegaduan mudah sepanjang debitur memiliki bukti-bukti yang valid, misalnya identitas diri. Lalu, debitur cukup menyampaikan permasalahannya dengan mendatangi kantor bank atau mengirimkan surat kepada bank.
Jadi, debitur tidak harus menggunakan jasa pihak ketiga, seperti pengacara atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat perlindungan konsumen. Dengan demikian, tidak perlu mengeluarkan biaya jasa untuk pihak ketiga tersebut. Â
Sesekali, Lakukan Pengecekan
Jarang diantara kita memperhatikan status pinjaman di SLIK, kecuali sedang diperlukan. Misalnya, untuk syarat pengajuan pinjaman atau belakangan, sempat viral data pinjaman untuk lamaran pekerjaan.
Persoalan tidak terduga padahal bisa muncul dari sistem dimaksud. Ketika data individu ternyata tercatat sebagai debitur yang macet, maka dapat muncul masalah berkelanjutan. Yang kerap terjadi, pengajuan pinjaman ke bank ditolak padahal sedang memerlukan dana segera untuk modal usaha, kredit rumah, dll.
Kalaupun terdapat dugaan kesalahan data, debitur memang bisa mengajukan pengaduan. Namun, bank akan memerlukan waktu untuk proses klarifikasi hingga koreksi.
Penyelesaian dari bank dapat memakan waktu hingga 20 hari kerja bahkan lebih, sesuai pasal 24 POJK SLIK. Jangka waktu itu akan lebih lama jika pengaduan diteruskan ke OJK atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Â Â
Untuk mengetahui keakuratan data pinjaman kita, memang ada baiknya sesekali melakukan pengecekan SLIK. Terutama bagi penerima fasilitas penyediaan dana, diantaranya kartu kredit, paylater, dan berbagai jenis utang konsumtif atau produktif lainnya. Informasi OJK, pinjaman online pun akan dimasukkan dalam SLIK (bisnis.com).
Cara memperoleh data SLIK mudah karena debitur cukup datang ke OJK terdekat atau pelapor (bank, BPR, dll). Bahkan, pengecekan secara online pada jam-jam tertentu sudah bisa juga melalui idebku.ojk.go.id.
Teliti Data Pinjaman
Saat data telah diperoleh, lakukan pengecekan berbagai informasi yang tercantum. Diantaranya, ada atau tidaknya fasilitas pinjaman. Jika tidak ada, maka SLIK hanya akan memunculkan identitas Anda.
Bila ada, setidaknya cek jenis kredit yang diterima. Pastikan kesesuaian data tersebut. Misalnya, SLIK Anda mencantumkan fasilitas kartu kredit dari Bank A, maka cek bahwa Anda benar sebagai pemegang kartu kredit Bank A.
Selanjutnya, periksa informasi kualitas  pinjaman dan jumlah hari tunggakan. Kualitas pinjaman menunjukkan kepatuhan debitur dalam melakukan pembayaran. Ada 5 tingkat kepatuhan, yaitu 1-lancar, 2-dalam perhatian khusus, 3-kurang lancar, 4-diragukan, dan 5-macet.
Kalau masuk kualitas nomor 1 atau Lancar, berarti debitur patuh dalam membayar utang. Namun, ketika masuk kualitas nomor 2 atau dalam perhatian khusus dan seterusnya, maka terdapat tunggakan pembayaran sehingga perlu tindakan lanjutan. Kualitas Macet adalah peringkat terburuk.
Apabila tercatat memiliki tunggakan, maka dapat diketahui pula sudah berapa hari tunggakan terjadi. Kemungkinan munculnya tunggakan dapat disebabkan oleh debitur atau pelapor.
Penyebab Debitur
Tunggakan dari debitur bisa terjadi karena berbagai sebab. Keterangan penyebabnya dapat muncul pada SLIK. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian terkait penyebab tersebut.
Pertama, itikad buruk debitur yang tidak mau membayar utang alias ngemplang. Untuk hal itu, bank atau penyedia pinjaman tentunya akan melakukan prosedur-prosedur penagihan.
Kedua, debitur beritikad baik tapi memang sedang menghadapi persoalan keuangan. Untuk kondisi tersebut, antara kreditur dan debitur dapat melakukan pembicaraan guna mencari solusi terbaik. Misalnya, restrukturisasi kredit.
Ketiga, debitur tidak menyadari ada tunggakan. Contohnya, ada iuran tahunan kartu kredit yang lupa dibayar sedangkan kartu tersebut tidak pernah digunakan. Debitur mungkin mengabaikan atau tidak melakukan pengecekan notifikasi penagihan tersebut, baik melalui email, surat, dan kanal lainnya. Apabila menghadapi persoalan tersebut maka debitur harus segera menghubungi pihak bank dan/atau membayar tunggakan dimaksud.
Penyebab-penyebab tersebut masih sebatas sampling, tentu masih banyak lainnya.
Kelalaian Kreditur
Tidak menutup kemungkinan, kelalaian dari bank atau pemberi fasilitas pinjaman bisa terjadi. Misalnya, debitur telah melakukan pembayaran namun ada keterlambatan pembaharuan data oleh bank.
Atau, kesalahan input data sehingga status kualitas kredit tidak diberikan kepada debitur yang semestinya, seperti contoh UMKM pada awal tulisan.
Pastinya, masih ada faktor lain yang diawali oleh kelalaian petugas pelapor (human error) atau mungkin karena permasalahan sistem.
Penyelesaian Bersama
Terlepas karena kelalaian debitur atau kreditur, kedua belah pihak sepatutnya melakukan penyelesaian persoalan pinjaman.
Persoalan yang berlarut-larut berpotensi merugikan kedua belah pihak. Dari sisi debitur, berdampak pada rusaknya reputasinya. Dampak lanjutannya adalah kesulitan saat mengajukan fasilitas pinjaman, atau bahkan bisa mempengaruhi karir pekerjaan.
Dari sisi pelapor atau kreditur, pinjaman yang menunggak dapat mempengaruhi persentase non performing loan atau kredit macet. Pada persentase tertentu, dapat mempengaruhi pula penilaian tingkat kesehatan perusahaan.
Data SLIK yang akurat memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Dari data itulah maka penyaluran kredit yang berkualitas dapat dilakukan. Akhirnya, fungsi intermediasi dan inklusi dari lembaga keuangan formal dapat memberikan kontribusi nyata menggerakkan perekonomian masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H