Mohon tunggu...
harirotul123
harirotul123 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi berenang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Remaja Jaksel Bunuh Ayah Nenek dan Buat Ibu Luka-Luka :Perspektif dalam Etika Profesi dan Hukum Pidana

2 Desember 2024   05:28 Diperbarui: 2 Desember 2024   07:30 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus Remaja di Lebak Bulus: Perspektif Etika Profesi dan Hukum Pidana

Kejadian tragis di Lebak Bulus, di mana seorang remaja dituduh menusuk ayah dan neneknya hingga tewas, mengguncang masyarakat dan membuka perbincangan tentang isu kekerasan domestik. Kasus ini mencerminkan tantangan besar dalam penegakan hukum dan etika profesi, terutama dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan kekerasan di dalam keluarga. Dari perspektif etika profesi dan hukum pidana, kasus ini mengundang analisis mendalam untuk memastikan penanganan yang adil dan solutif.

Etika Profesi: Peran Psikolog dan Pekerja Sosial

Dalam konteks ini, para profesional seperti psikolog dan pekerja sosial memiliki tanggung jawab moral dan etis yang signifikan. Salah satu prinsip utama dalam etika profesi adalah pencegahan kekerasan dan perlindungan terhadap individu, terutama yang berada dalam situasi rentan. Kasus kekerasan domestik sering kali tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan merupakan akumulasi dari konflik berkepanjangan, tekanan psikologis, atau hubungan disfungsional dalam keluarga. Tanggung jawab para profesional adalah mendeteksi tanda-tanda awal dan memberikan intervensi yang tepat.

1. Deteksi Dini dan Pencegahan

Psikolog, sebagai tenaga kesehatan mental, harus dilatih untuk mengenali gejala stres ekstrem, depresi, atau potensi agresi pada individu. Dalam kasus ini, jika pelaku menunjukkan perilaku atau pola pikir yang mengarah pada kekerasan, langkah intervensi sejak dini dapat dilakukan, seperti konseling keluarga atau terapi individu.

2. Pendekatan Berbasis Hak Asasi Manusia

Pekerja sosial dan psikolog harus menerapkan pendekatan yang mengutamakan hak asasi manusia dalam penanganan kasus. Remaja yang terlibat dalam tindakan kriminal seperti ini sering kali juga adalah korban dari kondisi lingkungan yang buruk, seperti kekerasan sebelumnya, pengabaian, atau ketidakadilan struktural. Pendekatan yang humanis diperlukan untuk memahami kondisi pelaku tanpa mengabaikan keadilan bagi korban.

3. Penyediaan Sistem Dukungan

Selain memberikan terapi, para profesional perlu memastikan bahwa individu yang berada dalam situasi rentan memiliki akses ke sistem dukungan yang memadai. Ini termasuk konseling, pendampingan, dan perlindungan bagi mereka yang menjadi korban atau pelaku kekerasan dalam keluarga.

Perspektif Hukum Pidana

Dari sisi hukum pidana, tindakan pelaku memenuhi unsur-unsur tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana 15 tahun penjara. Jika terbukti ada unsur perencanaan, pelaku dapat dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang ancaman pidananya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Namun, dalam penegakan hukum, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi tindakan pelaku, seperti motivasi dan keadaan mentalnya saat kejadian.

1. Motivasi dan Latar Belakang Tindakan

Dalam kasus ini, penting bagi penyidik untuk menggali alasan di balik tindakan pelaku. Apakah pelaku bertindak dalam keadaan emosi yang tidak terkendali, tekanan psikologis, atau sebagai reaksi terhadap kekerasan sebelumnya? Jika ditemukan bukti bahwa pelaku mengalami kekerasan atau tekanan berat dari korban, hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam persidangan.

2. Keadaan Mental Pelaku

Pemeriksaan psikologis terhadap pelaku wajib dilakukan untuk menilai apakah ia memiliki gangguan mental atau berada dalam keadaan tidak mampu mengendalikan diri saat kejadian. Jika terbukti bahwa pelaku memiliki gangguan jiwa yang signifikan, hukuman pidana dapat disesuaikan atau diganti dengan rehabilitasi.

3. Pendekatan Keadilan Restoratif

Dalam kasus seperti ini, pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dapat menjadi alternatif. Pendekatan ini tidak hanya fokus pada penghukuman pelaku, tetapi juga pada pemulihan hubungan sosial dan psikologis yang rusak akibat kejahatan. Dalam konteks keluarga, pendekatan ini dapat membantu pelaku dan anggota keluarga lainnya untuk menjalani proses rekonsiliasi yang lebih sehat.

Tantangan dalam Penegakan Hukum

Penanganan kasus ini menghadapi tantangan besar dalam memastikan keadilan bagi semua pihak. Pertama, aparat penegak hukum harus bekerja secara objektif, mengesampingkan bias dan asumsi tentang usia atau latar belakang pelaku. Kedua, masyarakat cenderung memberikan stigma negatif terhadap pelaku kejahatan, terutama jika pelaku adalah anggota keluarga sendiri. Stigma ini dapat menghambat upaya rehabilitasi dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat.

Selain itu, kasus ini menyoroti pentingnya reformasi dalam sistem peradilan pidana anak. Walaupun pelaku remaja ini sudah dapat diproses hukum sebagai orang dewasa, sistem peradilan anak tetap harus mengedepankan prinsip perlindungan dan pendidikan, bukan semata-mata penghukuman.

Rekomendasi Penanganan Kasus

Untuk mengatasi kasus ini dengan adil dan manusiawi, beberapa langkah berikut dapat diambil:

1. Pendalaman Investigasi

Penyidik harus melakukan investigasi mendalam untuk memahami dinamika keluarga yang melatarbelakangi tindakan pelaku. Wawancara dengan saksi, catatan medis, dan pemeriksaan psikologis menjadi instrumen penting dalam proses ini.

2. Konseling dan Rehabilitasi Psikologis

Remaja pelaku harus mendapatkan konseling intensif untuk memulihkan kondisi mentalnya. Program rehabilitasi yang melibatkan pekerja sosial, psikolog, dan komunitas dapat membantu pelaku mengatasi trauma dan kembali ke masyarakat.

3. Kampanye Pencegahan Kekerasan Domestik

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan domestik masih menjadi masalah serius di Indonesia. Kampanye edukasi publik, pelatihan bagi tenaga kesehatan, dan penguatan layanan bantuan kekerasan domestik dapat mencegah kasus serupa di masa depan.

4. Evaluasi Sistem Peradilan Pidana Anak

Pemerintah perlu mengevaluasi sistem peradilan pidana anak untuk memastikan bahwa remaja yang terlibat dalam kejahatan tetap mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan usianya. Hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik, bukan hanya menghukum.

Penutup

Kasus tragis di Lebak Bulus adalah cerminan kompleksitas kekerasan domestik dan tantangan dalam penegakan hukum yang adil. Melalui kolaborasi antara para profesional, aparat penegak hukum, dan masyarakat, diharapkan kasus ini dapat ditangani dengan prinsip keadilan dan pemulihan. Upaya pencegahan dan penanganan yang komprehensif menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi setiap individu.Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya sinergi lintas sektor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun