Mohon tunggu...
Hari Prasetya
Hari Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Knowledge Seeker

Mengais ilmu dan berbagi perenungan seputar perbankan, keuangan, dan kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bermula dari Hemat, Terkumpul Dana Abadi Umat

30 Agustus 2021   22:24 Diperbarui: 31 Agustus 2021   06:47 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah pihak memandang seharusnya kelebihan dana hasil penghematan tersebut dikembalikan kepada jemaah yang telah menyelesaikan ibadah haji. 

Apabila digunakan pendekatan akad wakalah, pengelola dana (wakil) hanya boleh menggunakan dana sesuai intruksi muwakkil dan sisa dana operasional haji tersebut wajib dikembalikan kepada muwakkil karena wakil tidak memiliki hak atas itu. Namun dengan pertimbangan operasional pembagiannya akan sulit, sisa dana tersebut beserta hasil pengembangannya diputuskan digunakan untuk kemaslahatan umat Islam.

Dari sudut pandang syariah, mengingat jemaah tidak secara jelas menyatakan keikhlasan atau kerelaannya jika setoran yang dibayarkannya digunakan untuk kepentingan selain penyelenggaraan ibadah haji, banyak yang memandang DAU merupakan dana yang tidak jelas statusnya. Terlebih dalam pengelolaannya sebagian diantaranya pernah ditempatkan pada bank konvensional, sehingga akumulasi DAU dianggap telah bercampur dengan unsur riba.

Pembahasan status harta DAU pernah pula didiskusikan di Majelis Ulama Indonesia. Sebagian ahli agama berpendapat DAU merupakan harta wakaf dan sebagian lainnya menyatakan sebagai harta hibah. 

DAU mempunyai karakteristik sebagai harta wakaf mengingat bukan kepemilikan individu dan kegunaannya untuk kemaslahatan umat Islam, meskipun dana tersebut tidak memenuhi syarat dan rukun sebagai harta wakaf. Sebaliknya, DAU tidak pula dapat disebut sebagai harta hibah karena adanya ketidakjelasan mengenai siapa yang menghibahkan dan dihibahkan kepada siapa.

Dari segi keuangan negara, jika sebelumnya terdapat perbedaan pandangan antara budgetary dan non-budgetary, dengan UU Nomor 34 Tahun 2014 statusnya menjadi jelas. 

Pada Pasal 1 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa "Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji, serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat".

Nilai manfaat atau hasil pengembangan DAU dikelola oleh BPKH untuk digunakan sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan kemaslahatan umat Islam. 

Dalam Pasal 5 UU 34 Tahun 2014 dinyatakan bahwa DAU merupakan bagian dari penerimaan keuangan haji, sedangkan berdasarkan Pasal 10 dan Pasal 17, pengeluaran keuangan haji meliputi pula pengeluaran kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam yang pendanaannya berasal dari nilai manfaat DAU. Dengan demikian, DAU beserta imbal hasil atau nilai manfaatnya merupakan bagian dari keuangan negara. 

Oleh karenanya sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, DAU dan nilai manfaatnya perlu dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Wallahu A'lam Bish Shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun