Politik penyangkalan itu tidak manusiawi. Semanis dan sehalus apa pun ia dikemas, upaya mengeksklusi yang lain itu sama dengan menghina diri sendiri, menghina citra kemanusiaan universal, dan menghina Tuhan, selaku Pencipta dan Pemilik kehidupan.
Ajaran agama apapun, menurut saya, bertentangan dengan politik penyangkalan. Islam mengajarkan setiap umatnya untuk menjadi rahmat, rahmatan lilalamin, bagi yang lain. Kristen mengajarkan umatnya untuk mengasihi tulus orang yang berbeda, bahkan diminta untuk mendoakan dan memberkati orang yang memusuhinya. Demikian juga dengan agama-agama yang lain, selalu mengajarkan umatnya untuk berbuat baik dan berlaku benar demi kemanusiaan dan kehidupan.
Agama yang benar tidak mengajarkan politik penyangkalan. Dengan kata lain, politik penyangkalan itu bertolak belakang, baik dengan kemanusiaan universal maupun dengan ajaran-ajaran agama.
Kita hanya memiliki satu pilihan untuk rekonsiliasi dan hidup yang manusiawi, yakni politik pengakuan. Dengan politik pengakuan ini, manusia bisa saling merangkul, saling mendengar, saling menjaga, dan saling menghidupi di dalam perbedaan. Ini cara terbaik untuk menyatakan apa yang orang Maluku sebut, "katong samua basudara," kita semua bersaudara; dan karena itu kita semua baku sayang dan baku rangkul, kita semua saling menyayangi dan saling merangkul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H