Hal unik lain yang bisa kita temukan pada patung adalah selalu adanya hewan-hewan berwujud harimau, kerbau atau ayam yang ada di atas kepala patung. Hal ini menandakan bahwa di akhirat kelak, arwah orang yang meninggal tak akan kesepain dan menyendiri, hewan-hewan pada patung ini lah yang kelak akan menjadi kawan arwah di alam akhirat.
Suku Dayak Benuaq tak mengenal neraka, semua arwah akan masuk surga dengan ditemani hewan –hewan ini. Keburukan yang dilakukan manusia di dunia dipercaya sudah dibalas oleh Tuhan ketika manusia masih hidup di dunia. Balasan itu dapat berupa musibah, derita atau aib yang diberikan Tuhan pada manusia.
Â
Harmonis dalam Pluralitas
Mayoritas masyarakat yang mendiami tepi danau Jempang adalah suku Dayak Benuaq. Sebagian kecil adalah Suku Jawa, Melayu bahkan Sunda. Namun mereka hidup dengan amat damai dan tentram, begitu ungkap bang Sagala. Buktinya, meski logat bataknya kental, Bang Sagala amat mudah berbaur dengan penduduk sekitar.
Suku Dayak Benuaq tak segan untuk mengajak kita ke rumahnya di sekitar kampung. Menurut Bang Sagala, meski baru mengenal orang asing, Suku Dayak Benuaq tak segan untuk mengajak berbincang, mengajak menginap bahkan tak segan untuk menawari makanan dan minuman paling istimewa pada tamunya.
Untuk menghormati mereka, Bang Sagala berpesan untuk selalu menerima tawaran atau ajakan tersebut. Akan dianggap tak sopan jika ditawari untuk singgah namun kita menolak, atau jika ditawari minuman kita tidak meminumnya. Baiknya kita menerima tawaran tersebut meski hanya makan atau minum jamuan mereka tersebut dalam jumlah sedikit.
Kami sempat mengunjungi salah satu pasar yang letaknya tak jauh dari danau. Di Pasar, segala macam etnis melakukan kegiatan ekonomi dan berbaur padu. Driver kami yang orang Sunda pun bercerita mengenai harmonisnya orang-orang Suku Dayak Benuaq. Menurutnya, jangan heran jika saat kita di pasar kemudian kepayahan membawa belanjaan, orang banyak yang dengan sukarela menolong kita tanpa imbalan apapun.