Tepat di depan rumah yang menjual kerajinan masyarakat Kampung Tanjung Isuy, terdapat sebuah rumah yang menarik perhatian saya. Rumah kayu memanjang dengan pintu yang amat banyak ini disebut dengan rumah lamin atau rumah Louu. Rumah yang kini beralih fungsi menjadi homestay ini diberi nama Lou Jamrout. Berdiri kokoh dihiasi beberapa patung, mulai dari patung seukuran kaki manusia hingga seukuran dua kali tinggi orang dewasa.
Selain patung berwujud manusia, di depan rumah lamin ini juga terdapat patung berwujud anjing, dan makhluk lain sejenis binatang yang belum sempat saya tanya namanya. Namun berdasarkan cerita masyarakat sekitar, jumlah patung ini menandakan berapa ekor sapi atau babi yang dikorbankan pada saat upacara adat kuangkay. Upacara adat kuangkay merupakan upacara kematian untuk menghormati kerabat atau tokoh adat yang telah meninggal dunia.
Rumah Lamin, menurut penjelasan salah satu kawan Bang Sagala, merupakan rumah tinggal suku dayak yang didisain komunal. Dalam satu rumah lamin, terdapat beberapa kepala keluarga. Rumah lamin ini sebagian besar terbaut dari kayu ulin sehingga usianya bisa mencapai ratusan tahun dan masih utuh hingga kini, sayangnya, kini tak banyak warga yang tinggal di rumah lamin, akhirnya rumah lamin ini hanya akan ramai jika ada acara pertunjukan adat untuk penyambutan tamu. Sayang, karena kami datang mendadak dan tak membawa rombongan, tidak ada upacara yang menyambut saat kami tiba.
Ukiran Patung dan Manik Manik
Selain piawai menenun kain, Suku Dayak Benuaq memiliki produk kerajinan lain yang unik dan indah. Hiasan manik-manik! Hiasan ini terbuat dari bahan dasar beragam jenis batu dan mineral yang dironce sehingga menghasilkan kerajinan beraneka warna.
Warna-warna dalam manik-manik ini ternyata memiliki arti tersendiri. Warna manik batu merah merupakan simbol semangat hidup. Biru memiliki makna sumber kekuatan dari segala penjuru yang tidak mudah luntur. Kuning menggambarkan keagungan dan keramat, hijau ini memiliki makna kelengkapan dan intisari alam semesta, sedangkan jika warna manik batu adalah putih maka bermakna gambaran lambang kesucian iman seseorang kepada sang pencipta.
Suku Dayak Benuaq piawai dalam memadumadanakan hasil manik-manik ini dengan produk kerajinan lain seperti baju maupun alat perlindungan diri. Beberapa memang hanya diperuntukan sebagai perhiasan, alat penanda status atau hanya digunakan sehari hari dalam rangka menolak bala.
Lain manik-manik, lain lagi dengan patung khas Dayak Benuaq. Menurut Bang Sagala, patung ini dalam bahasa setempat disebut dengan blontang. Patung dengan tinggi rata-rata 2-3 m ini, seperti sempat saya jelaskan sebelumnya dibuat sebagai penanda bahwa ada orang yang meninggal dalam rumah yang didepannya terdapat patung. Patung besar ini biasanya dijadikan tambatan untuk mengikat hewan-hewan yang dikorbankan dalam upacara kematian kuangkay.