Mohon tunggu...
Hari Widiyanto
Hari Widiyanto Mohon Tunggu... -

Suka menulis fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dian Tak Kunjung Padam

23 Juni 2017   10:06 Diperbarui: 23 Juni 2017   13:41 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Terus?"

"Bu Bupati lantas marah, dia bilang, tahu apa kamu anak kecil? Beliau lantas ngeloyor masuk mobil plat merahnya. Sebagai jurnalis yang nggak mau dikatakan jurnalis robot, saya kira saya sudah benar Pak. Sebelum pergi liputan di lapangan, saya selalu  pelajari dulu topik liputan. Acara seremonial itu sarat dengan pencitraan Pak. Katanya koran kita bermoto berimbang Pak?" kalimat-kalimat Arman meluncur dari mulutnya dengan berapi-api.

Arman kemudian googling situs Balitbang Kementan di internet. Nih Pak, saya bacakan ya deskripsi program KRPL yang sebetulnya sangat mulia, "Prinsip dasar KRPL adalah: (i) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan, (ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (iii) konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, ikan), dan (iv) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju (v) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat."

Aku hanya manggut-manggut mendengarkan.

"Pak, butir i sampai v tidak ada yang memenuhi kaidah-kaidah yang direncanakan oleh Kementan. Kesannya, program itu dilaksanakan oelh Permkab Boledsari via Tim TP PKK hanya pencitraan saja."

"Okelah Man. Kamu benar. Tetapi kamu juga kurang pas ketika memperlakukan Nyonya Elita sebagai Narsum. Siapapun akan marah ketika ditanya dengan teknik mencecar, kalau sudah keok ya sudah berhenti mencecar. Sebagai istri Bupati, tentu saja beliau tidak berkenan ada anak kecil yang menggurui. Apa lagi wawancaramu itu disorot dan disiarkan oleh TV lokal. Itu yang membuat beliau tak berkenan dan lantas mengadu pada Kabag Humas."

**

Besoknya, aku seperti disidang oleh bos-bos tempat aku bekerja. Di ruangan pemimpin umum ada pemimpin umum, menejer iklan dan komisaris perusahaan.

"Apa boleh buat Dar, kita harus memecat Arman," kata Pak Henry atasanku.

"Hmm.. " Aku mendengarkan sambil membuang pandangan mataku ke arah langit-langit ruang kerja pemimpin umum.

"Sebagai pemimpin umum koran ini, saya harus bisa berdamai dengan pemasang berita berbayar. Apa lagi kita sedang berada dalam kondisi  lesunya pemasangan iklan konvensial seperti iklan baris, pariwara dan iklan lainnya. Pemkab Boledsari adalah salah satu kontributor pemasukan lewat pemasangan berita-berita yang tendensius. Dan juga pembayar kolom-kolom mingguan untuk sosialisasi program-program kerja, dan taripnya adalah rekor termahal. Belum lagi iklan-iklan ucapan-ucapan selamat yang sifatnya temporer maupun musiman yang secara rutin dipasang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun