Mohon tunggu...
Hari Widiyanto
Hari Widiyanto Mohon Tunggu... -

Suka menulis fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ketika Pak Darjo Membagi Ilmu Berburu Tikus

27 Februari 2017   10:38 Diperbarui: 28 Februari 2017   16:00 1739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku dan Pak Darjo | dokpri

Berburu tikus? Buat apa tikus diburu? Kayak kurang kerjaan aja! Pertanyaan itu sungguh aneh. Namun, jika pertanyaan itu buat  Pak Darjo petani Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah tentu tidak aneh.

Pak Darjo, pengelola karantina dan penangkaran burung hantu alias kokok beluk (Tyto Alba) yang didirikan oleh Gapoktan Sumber Makmur Desa Maos Kidul yang diketuai. Karantina dan Penangkaran Kokok Beluk bisa mempunyai sangkar maxi yang kokoh serta didukung  oleh sarana/prasarana pendukung berkat penguatan dari Bank Indonesia Kantor Perwakilan Purwokerto dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Cilacap. Saat ini, sangkar maxi yang terletak di belakang Bale Desa Maos Kidul sedang berisi 8 ekor burung hantu

Ba’da lohor, aku, Isrodin dan Pak Darjo berjalan menyelusuri perkampungan padat menuju sawah yang terletak di sebelah timur jalan raya Buntu-Sampang-Cilacap.

Pak Darjo membawa perlengkapan berburu tikus berupa galon air mineral dan cangkul. “Berburu tikus juga butuh BBM lho Mas,” kata Pak Darjo.

“Ah.. mana mungkin berbulu tikus butuh bakar bakar minyak?”

“Bukan, bahan bakar mulut, alias rokok.”

Aku dan Isrodin tertawa terbahak-bahak mendengar gurauannya.

Aku sama sekali tak punya bayangan berburu tikus. Kalau berburu babi hutan secara tradisional saya punya bayangan. Tujuh tahun lalu aku sekilas melihat aktivitas orang berburu babi hutan, ketika sedang dalam perjalanan menuju Pamarican Ciamis Jawa Barat

Tim berburu babi hutan biasanya terdiri 2-3 orang dan dibantu oleh 4-6 ekor anjing. Jalur tradisional babi hutan dihadang dengan perangkap. Lantas, anjing disuruh mengejar ramai-rama supaya masuk perangkap.

Berjalan kaki dari rumah Pak Darjo ke persawahan hanya butuh 5 menit. Sampai persawahan kami mengindentifikasi lobang-lobang di pematang sawah dengan seksama.

Katanya, tak semua lobang adalah lobang tikus. Bisa lobang yuyu (sejenis kepiting) atau lubang ular.”

“Oh, begitu ya.

“Pak, setiap hari harus dapat buruan tikus berapa ekor?” tanya Isrodin.

“Setiap malam, saya harus menyuguhkan minimal 50 ekor tikus hidup.”

“Memangnya tiap hari seekor kokok beluk mengkonsumsi berapa ekor tikus Pak?” tanyaku.

“Setiap malam, kokok beluk  paling sedikit makan 6 ekor tikus dewasa.”

“Wah, kokok beluk gembul juga ya Pak,” kat Isrodin.

“Sekarang panen telah selesai, saatnya tikus menepi ke pematang sawah untuk beranak pinak. Jadi, nanti kita akan dapat buruan tikus cindhil  atau anakan. Seekor kokok keluk makan 6 ekor cindhil tak akan kenyang, paling tidak 15 ekor atau lebih,  agar setara dengan 6 ekor tikus dewasa.” Pak Darjo berjalan dengan menunduk untuk mencari lubang tikus. Ketika menemukan lobang, kakinya digerakkan ke kanan dan kiri untuk menyingkap rerumputan agar lobang tikus tampak jelas.

Pak Darjo tidak pelit ilmu. Ia dengan senang hati menceritakan apa saja yang berhubungan dengan tikus sawah. “Sarang tikus di pematang sawah bersap tiga.”

“Oh, kok bisa bersap tiga? Masa sih?” aku tak percaya.

“Saya tiap hari cari tikus Mas. Jadi tahu seluk beluk tikus. Sap paling depan untuk berjaga-jaga dari serangan pemangsa. Sap kedua untuk berkumpul anak-anak tikus. Sap ketiga untuk kawin. Maka, jangan heran kalau  sarang tikus mempunyai banyak lobang.”

Pak Darjo memprioritaskan menggali lobang lidhig (lobang yang mempunyai jejak baru dilewati tikus). Kalau bukan lobang lidhig ditinggalkan. “Percuma digali. Buang-buang waktu dan tenaga saja.”

Kami menemukan lobang tikus yang potensial.

Aku, Isrodin dan Pak Darjo menyumpal lobang-lobang yang ada. “Lobang-lobang ini jika tidak ditutup, ketika lobang utama digali akan membuat tenaga kita sia-sia. Tikus bisa njepot (tiba-tiba keluar) tak masuk galon,” Pak Darjo berkata sambil jongkok untuk menyumpal lobang dengan lumpur pekat.

Setelah semua lubang disumpal, lobang paling ujung decegat dengan bolongan leher galon air mineral.

Lelaki usia 66 tahun mencangkul pangkal lobang sampai mendekati ujung lobang.  Usia tua bukan halangan untuk mengangkat cangkul setinggi mungkin dan menghunjamkan ke tanah sekuat  mungkin agar bisa mebongkah tanah pematang dengan sempurna.

“Jika sudah terdengar suara ribut di galon mineral, itu tanda tikus dari sarang yang kita gali berpindah semua ke galon. Tikus yang sudah masuk tidak bisa keluar lagi, karena lubang leher galon diberi kawat lentur menjulur ke dalam. Di ujungnya menyempit, tetapi di pangkalnya melebar seukuran lobang galon,” kata Pak Darjo.

Setelah memperhatikan Pak Darjo mencangkul sarang dan menyumpal lubang tikus aku jadi tahu bahwa lobang tikus berdiameter sekitar 8 cm.

Cangkulan Pak Darjo makin mendekati ujung.  Ketika sudah bnerjarak kurang 30 cm dari galon Ia berhenti mencangkul dan menyumpal lobang.

Kupingku kutempelkan pada galon. Terdengar bunyi kemresek. Kalau bunyi kemresek berarti yang masuk adalah tikus cindhil. Bunyi kemresek diakhiri bunyi gemrudugduakali.

Sarang pertama yang dibongkar terbilang sukses. Setelah kuintip, ternyata galon telah berisi 9 ekor tikus cindhil dan  2 ekor tikus dewasa (indukan).

Kami lantas mencari lobang potensial lagi. Kaki Pak Darjo digerak-gerakkan lagi ke kanan dan kiri untuk menyibakkan rerumputan.

Kali ini kami menemuikan lobang yang sangat lidhig. Lobang kali ini jelas sekali menunjukkan keberadaan tikus. Pekerjaan pertama yang kami lakukan adalah menutup lobang utama dengan bolongan galon. Agar tikus masuk lobang dan tidak mbrobol, celah-celah sekitar leher lobang galon ditutup dengan lumpur padat. Kami pun segera mencari lobang-lobang embusan dengan meraba-raba tanah pematang yang tergenang oleh air hujan. Jika kami telah menemukan lobang embusan, kami segera menutup dengan lumpur padat.

Setelah semua lobang embus tertutup semua, Pak Darjo mulai menggali pematang sawah, dimilai dari pangkal lobang. Crokk. Crookkk.. begitulah bunyi hunjaman penampang besi cangkulnya.

Hunjaman cangkul masih jauh dari pangkal lobang. Tiba-tiba seekor tikus bertubuh besar dan gemuk berlari ke tengah sawah. Aku berteriak, “Tikus.. Tikus keluar dari lobang embus.” Ternyata ada lobang embusan yang terlewat tidak ditutup.

“Tolong jaga lobang Mas,” perintahnya.

Isrodin lebih suka mengambil gambar video ketimbang membantu kami mengejar tikus.

Tak kusangka sama sekali. Orang yang sebetulnya sudah tak pantas dipanggil dengan sebutan Pak, ternyata masih bisa berlari secepat kilat ke tengah sawah untuk mengejar tikus yang njepot dari lobang embus. Tikus itu berlari sangat cepat dan sangat lincah berbelok-belok. Tetapi Pak Darjo berlari lebih cepat dan lincah.  Alhasil, tikus yang njepot itu pun tertangkap. Pak Darjo lantas memegang buntutnya dan memutar-mutarkan tubuh tikus itu di udara. Saking cepatnya tikus itu berputar di udara jadi berputar secepat kitiran.  Selang sekitar satu menit  Ia baru memasukan tubuh tikus itu  ke galon air mineral.

Ketika tubuh tikus itu belum masuk semuanya ke galon, tiba-tiba ada satu ekor lagi tikus besar bertubuh gempal yang njepot dari lobang embusan. Rupanya kami kurang teliti menutup lobang embusan. Pak Darjo jadi dibuat repot. .

Ia secepat kilat meloncat lagi ke tengah persawahan lagi. Tubuh tuanya tidak menghalangi untuk berlari cepat di lumpur dalam. Aku pun ikut mengejar. Sebetulnya aku yang lebih dekat ke arah tikus, karena tikus itu mendekat ke arahku. Akan tetapi aku tak kuasa menangkap. Terus terang, aku sangat  gigu dan jijik pada tubuh tikus itu.

Akhirnya Pak Darjo dengan sigap dan tanpa ragu-ragu menangkap tikus itu. Seperti perlakuan pada tikus yang lebih dahulu ditangkap, tikus itu dipegang buntutnya dan diputar-putar secepat kitiran berputar di udara.

Walaupun baru lari di sawah, tetapi tak terlihat sedikitpun rasa letih. Nafasnya pun tak terengah-engah sedikitpun. Sungguh. kesamaptaan tubuh Pak Darjo sangat sempurna, walaupun usianya jelang tujuh puluh tahun.

Aku jadi berpikir, kenapa Ia selalu njantur (memutar-mutarkan) tangkapannya. Ternyata agar tikus itu pusing dan agar mudah dimasukkan ke galon.

Ketika Tikus Berhasil Ditangkap, Pak Darjo Selalu memutar-mutarkan Tubuh Tiukus di udara Agar Tikus Pusing | dokpri
Ketika Tikus Berhasil Ditangkap, Pak Darjo Selalu memutar-mutarkan Tubuh Tiukus di udara Agar Tikus Pusing | dokpri
Kami mencari sarang tikus lagi dan menggali sarang lagi. Aku dan Isrodin pun membantu menutup lobang-lobang embusan lagi. Perburuan kali ini sukses. Tikus-tikus yang berasal dalam satu sarang itu dengan sendirinya  masuk ke galon.

Aku ngintip lobang galon. Galon memang  telah terisi tikus-tikus baru, 9 cindhil dan 10 tikus remaja. “Kok bisa beda besar anak-anak tikus ini Pak Darjo? Apakah dalam satu sarang berisi dua pasang indukan?”

“Tikus adalah hewan yang sangat kerap beranak. Makanya dalam satu sarang bisa berisi dua tikus kakak beradik.”

“Oohh..”

Kami mencari sarang tikus lagi. Total yang kami gali adalah 7 sarang. Tetapi 2 sarang telah membuat tenaga Pak Darjo sia-sia karena merupakan sarang kosong berhubung telah ditinggalkan penghuninya.

Menjelang maghrib kami pulang ke rumah Pak Darjo. Lewat lobang galon kami bisa menghitung buruan tikus hari ini. Kami dapat 50 tikus besar dan kecil yang akan kami suguhkan pada 8 ekor burung hanti.

Rencananya, tikus-ikus ini akan dikirim ke kandang kokok beluk jam 10 malam, sekalian Ia memulai  berdinas sebagai penjaga malam bale desa.

Hari jelang maghrib. Isrodin belum mau pulang ke Purwokerto. Ia masih ingin lebih lama lagi di Maos Kidul untuk menyaksikan adegan Pak Darjo memberi makan kokok beluk di sangkar maxi. Ia ingin mengabadikan adegan itu.

Isrodin, Aku dan Pak Darjo
Isrodin, Aku dan Pak Darjo
Sekawanan Kokok Beluk (Tyto Alba) di Sangkar Maxi Karantina dan Penangkaran Maos Kidul (Doc. Aris)
Sekawanan Kokok Beluk (Tyto Alba) di Sangkar Maxi Karantina dan Penangkaran Maos Kidul (Doc. Aris)
Sangkar Maxi Karantina dan Penangkaran Kokok Beluk (Tyto Alba) | dokpri
Sangkar Maxi Karantina dan Penangkaran Kokok Beluk (Tyto Alba) | dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun