Tiga Dimensi Pengaturan Internet.
Internet adalah media komunikasi jaringan yang mengintegrasikan berbagai model komunikasi. Oleh sebab itu agar pengaturan internet tidak menjadi instrumen represif, perlu dibagi paling tidak dalam tiga dimensi pengaturan.Â
Dimana masing -- masing dimensi dimanifestasikan dalam minimal satu regulasi. Pertama adalah dimensi cyber-ethic, dimensi yang kedua adalah cyber-security, dan dimensi ketiga adalah cyber-economic.Â
Prinsip utama dalam pengaturan internet adalah bagaimana menundukkan pengelola aplikasi dan website sebagai bagian dari obyek otoritas nasional. Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan keberadaan kantor perwakilan pengelola aplikasi dan website di Indoneisa. Sehingga obyek pengaturan internet bukan hanya individu sebagai pengguna, namun juga mengatur tanggung jawab pengelola aplikasi dan website.
Demi menjamin kebebasan berekspresi, namun tetap membuat rambu-rambu terhadap dinamika konten melalaui aplikasi dan website yang berfungsi sebagai media komunikasi massa, perlu UU tentang dimensi cyber-ethic yang mengedepankan pendekatan co-regulation, dimana regulasi teknis dibuat oleh pengelola dan pengguna aplikasi. Kemudian ditinjau dan ditetapkan oleh regulator sebagai parameter pengawasan.Â
Dalam hal ini regulator yang dimaksud adalah lembaga negara independen, sebagai representasi civil society. Pengawasan dilakukan untuk moderasi konten sesuai dengan idealitas sosiologis yang diharapkan. UU dimensi cyber-security untuk memberikan hukuman terhadap pelaku kejahatan siber, diantaranya peretasan, penipuan, pemalsuan, dan perusakan.
Sedangkan UU dimensi cyber-economic diharapkan mampu mengatur dinamika transaksi keuangan digital agar tidak merugikan masyarakat Indonesia dan memberi kemanfaatan finansial kepada negara.Â
Mengatur antara lain tentang pengenaan pajak dari semua aktivitas ekonomi digital, termasuk pendapatan iklan yang diperoleh mesin pencari, pengelola aplikasi dan website, maupun individu sebagai pengguna. Juga mengatur tentang penggunaan dan transaksi uang digital atau crypto currency.
Equal playing field.
Laswell (1948) merumuskan model komunikasi sebagai Who say what, in which channel, to whom, with what effect". Dalam komunikasi selalu terdapat subyek pemberi pesan, saluran pembawa pesan, obyek penerima pesan, dan dampak dari pesan.Â
Pada media massa konvensional, model komunikasi Laswell cenderung berlangsung searah. Meskipun terdapat umpan balik (feedback) komunikasi, namun tidak terjadi dalam saluran yang sama. Sedangkan pada media baru sebagai saluran pembawa pesan, dengan desain teknologi digital berjaringan, maka model komunikasi Laswell dapat berlangsung dua arah pada saluran yang sama.