"Kalau tidak bobo di-gi-git ... nya-muk ...." Perempuan itu mulai kehilangan fokus. Matanya jauh memandang ke arah jalanan yang gelap. Membikin pilu hati para warga.
Tak tahan dengan kesedihan yang sedang dituangkan oleh perempuan tadi, dua orang perempuan paruh baya sengaja menerobos hujan demi menghampirinya.
Kedua perempuan itu bernama Cik Ngah dan Cik Wo. Teman baik si perempuan berwajah sedih.
"Raya, ayo pulang! Nanti kita cari sama-sama anakmu!" bujuk Cik Ngah. Namun, perempuan yang dipanggil Raya itu bergeming, hanya diam saja, sedang matanya masih menatap kosong ke jalanan.
"Raya ... dengar aku, polisi sedang mencari anakmu. Kita tunggu saja. Jangan pernah salahkan dirimu. Jangan, Ray!" Cik Woh berjongkok dan memegang erat pundak Raya.
"Tapi bagaimana dengan Bang Danu, Woh? Dia harus dipenjara ... jika tidak ... aku yang akan membunuhnya!" Mendadak Raya membalas dengan sengit. Nampaknya ia benar-benar telah sakit hati, mungkin semacam dendam kesumat.
"Yuk, pulang. Kau perlu beristirahat." bujuk Cik Ngah sembari menarik tangan Raya agar bangkit, berdiri sama tinggi dengannya.
Raya menurut. Meski hatinya masih dipenuhi oleh dendam bertabur rasa bersalah.
Perempuan berumur dua puluh tiga tahun itu menurut pulang, mengikuti kedua temannya. Sementara hujan masih saja turun, tak sejenak pun berhenti.
***
Mei 1992,