Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jejak Jerat Bagian 1 || Cerbung Dian Chandra

8 Oktober 2023   20:09 Diperbarui: 8 Oktober 2023   20:11 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/id-id/foto/bayangan-misterius-di-balik-latar-belakang-gelap-3809379/

Contoh cerita tentang mental health:

Agustus, 1997

Malam itu hujan turun sudah sedari pagi. Hujan yang lama itu membawa petaka dan bencana di mana-mana. Beberapa hanya berupa genangan air yang menciprat ke mana-mana kala dilindas ban mobil. Sebagian membanjiri rumah warga yang memang dibangun di atas rawa. Sebagian lainnya memaksa masuk menembus ke celah-celah genteng yang bocor, mengganggu tidur si tuan rumah.

Hujan itu membuat orang-orang sibuk mengeluh dan menyumpah. Saat itu juga beramai-ramai warga Kampung Lalang ke luar rumah untuk mengurusi rumah masing-masing.

Di tengah hujan yang semakin lebat, terdengar raungan seorang perempuan. Suara yang begitu memilukan hati.

"Anakku, di mana anakku?" Jeritan itu muncul lagi, kali ini disertai pemilik suara.

Beberapa warga yang sibuk membetulkan ini dan itu, tampak terkejut bukan main tatkala melihat kedatangan seorang perempuan yang telah kuyup oleh hujan.

Penampilan perempuan berambut panjang itu tampak mengerikan, bagai setan perempuan yang datang dari balik kegelapan malam.

"Anakku, mana anakku!" teriaknya lagi, lebih lantang seakan suaranya mampu membelah jalanan yang basah diguyur hujan.

Merasa tak ada jawaban, perempuan berbaju biru itu menjatuhkan dirinya di jalanan, ia mulai menangis tersedu-sedu. Membuat iba bagi siapapun yang melihat.

"Nina bobo ... oh oh oh ... Nina bobo ...." Perempuan itu mulai menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur. Tanpa terasa bulir bening mengalir dari pelupuk matanya, lalu bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya.

"Kalau tidak bobo di-gi-git ... nya-muk ...." Perempuan itu mulai kehilangan fokus. Matanya jauh memandang ke arah jalanan yang gelap. Membikin pilu hati para warga.

Tak tahan dengan kesedihan yang sedang dituangkan oleh perempuan tadi, dua orang perempuan paruh baya sengaja menerobos hujan demi menghampirinya.

Kedua perempuan itu bernama Cik Ngah dan Cik Wo. Teman baik si perempuan berwajah sedih.

"Raya, ayo pulang! Nanti kita cari sama-sama anakmu!" bujuk Cik Ngah. Namun, perempuan yang dipanggil Raya itu bergeming, hanya diam saja, sedang matanya masih menatap kosong ke jalanan.

"Raya ... dengar aku, polisi sedang mencari anakmu. Kita tunggu saja. Jangan pernah salahkan dirimu. Jangan, Ray!" Cik Woh berjongkok dan memegang erat pundak Raya.

"Tapi bagaimana dengan Bang Danu, Woh? Dia harus dipenjara ... jika tidak ... aku yang akan membunuhnya!" Mendadak Raya membalas dengan sengit. Nampaknya ia benar-benar telah sakit hati, mungkin semacam dendam kesumat.

"Yuk, pulang. Kau perlu beristirahat." bujuk Cik Ngah sembari menarik tangan Raya agar bangkit, berdiri sama tinggi dengannya.

Raya menurut. Meski hatinya masih dipenuhi oleh dendam bertabur rasa bersalah.

Perempuan berumur dua puluh tiga tahun itu menurut pulang, mengikuti kedua temannya. Sementara hujan masih saja turun, tak sejenak pun berhenti.

***

Mei 1992,

"Papa, di mana? Kapan ke Rumah Sakit? Mama udah lahiran!" berondong Raya setengah menangis.

"Papa masih lembur. Dua jam lagi papa ke sana!" jawab suara diseberang sana dengan nada sedikit meninggi.

Mendengar itu Raya melepas telepon milik rumah sakit tempat ia bersalin dan mulai menitikkan air mata satu persatu hingga mengenai pipi bayinya. Membuat bayi merah itu menangis kencang. Entah karena kaget atau karena merasa khawatir dengan ibunya.

Melihat bayinya menangis, Raya berusaha menenangkannya. Naluri keibuannya mampu mendahulukan bayinya dari pada menangisi nasibnya.

Lalu tak lama kemudian bayi mungil itu pun tertidur.

****

Si bayi mungil terbangun tatkala mendengar Raya merengek meminta seorang laki-laki agar menemaninya lebih lama lagi di ruangan yang sempit dan berbau obat. Namun, laki-laki itu menolak. Ia beralasan harus memiliki tidur yang cukup agar bisa kembali bekerja esok hari.

Mendengar itu Raya hanya terdiam. Butiran bening mulai berjatuhan di pipinya, sementara itu si laki-laki malah melenggang keluar. Meninggalkan sang istri dalam kesendiriannya, melewati masa-masa krusial yang rawan.

***

September 1992,

"Seseorang tolong aku!"

Begitulah batin Raya berteriak. Terlebih ia baru saja dimarahi oleh suaminya. Karena saat pulang malah mendapati rumah dalam keadaan yang berantakan. Raya belum sempat merapikan rumahnya.  Hari ini Raya merasa sangat kerepotan. Bayinya yang bernama Mey seharian rewel---baru bisa tenang sekitar satu jam yang lalu. Raya bahkan belum sempat mandi dan makan malam.

Suaminya makin marah tatkala mengetahui tak ada makanan apapun yang dimasak oleh Raya, istrinya. Bahkan nasi pun tak ada.

"Apa susahnya masak nasi? Tinggal cuci beras, terus taruh di panci. Tinggal tunggu!" omel Danu. Dihempaskan tubuhnya pada sofa berwarna kecoklatan, pilihan istrinya dulu.

Danu memilih untuk beristirahat sejenak. Badannya lelah bukan main, selain itu tubuhnya terasa kotor dan lengket. Wajar saja, pekerjaan barunya sebagai juru pertambangan menuntutnya untuk berani berkotor-kotor dan kerap kali menguras energinya. Sehingga ia merasa wajar bila saat pulang bisa sedikit bersantai dan dilayani. Tapi nyatanya, malah rumah yang berantakan, anak yang rewel, istri yang acak-acakkan-- belum mandi, dan tak ada makanan yang ia temukan.

Danu berbaring di sofa, menutup matanya dengan lengan kiri di atasnya. Sengaja ia lakukan untuk menghindari cahaya lampu yang menyilaukan matanya. Tak lama kemudian, ia pun telah tertidur dengan pulas. Saking pulasnya bahkan suara jeritan tak akan mampu membangunkannya. Ia hanya dapat terbangun jikalau disentuh. Jika tidak, sampai habis suara pun mustahil Danu akan bangun.

Danu tak menyadari, diam-diam butiran bening telah berjatuhan di pipi Raya. Raya pun berbaring sejenak di ranjang, untuk sekadar menenangkan diri atas luka yang baru saja digores oleh suaminya. Entah sengaja atau kah tidak.

Raya mengenang ulang sudah berapa kali suaminya mengomeli, memarahi, dan bahkan membentaknya hanya karena hal-hal kecil semacam tadi.

"Ahh, rasanya tak terhitung!" ujarnya lirih sembari menahan perih di dadanya.

Raya beristirahat hanya sekejap. Ya, baginya sekejap itu harus cukup untuk melonggarkan hatinya yang sempat sesak tadi.

Segera saja ia beranjak dari pembaringan. Tentunya dengan terlebih dahulu menghapus air matanya. Sayangnya, mata sembabnya itu nyata terlihat.

Raya berpikir untuk memasak nasi terlebih dahulu. Lalu mendadar telur ayam kampung.

Baru saja telur dikocok, sudah terdengar tangis kencang bayinya. Mau tak mau, Raya buru-buru meletakkan wadah kocokan telur lalu bergegas menuju kamar.

Tak hanya bayi yang  terbangun, Danu pun turut bangun, tak seperti biasanya. Wajahnya jelas menunjukkan ekspresi ketidaksukaan saat mendapati Raya yang tergopoh-gopoh menuju kamar.

"Kemana aja sih? Anak nangis kenceng, begitu!"  omelan Danu sungguh menyakitkan hati Raya. Diam-diam sembari menyusui Raya menangis. Ia tak tahu harus berbuat apa dan menjawab apa. Pikirannya buntu, sedang tubuhnya lelah luar biasa.

"Urus aja dulu anak! Ga usah sok-sokan mau masak! Ujung-ujungnya semua terbengkalai," teriak suaminya saat melihat keadaan di dapur.

Dalam hati Raya menjawab, " Maumu itu apa sih? Semua serba salah!" Sambil membenamkan wajahnya pada rambut anaknya yang tengah ia gendong dan susui.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun