Pada tahun 1839, di Kota Surabaya terdapat 1.506 budak yang dipekerjakan di keluarga-keluarga Eropa. Etnis Pribumi lainnya yakni etnis Maluku atau Ambon.Â
Yang menjadi faktor penyebab kedatangan mereka ke Surabaya karena mayoritas merupakan orang-orang yang direkrut menjadi tentara KNIL oleh pemerintah kolonial Belanda, dan sebagian kecil adalah orang-orang bebas yang merantau ke Kota Surabaya atas kehendak sendiri yang dilakukan mereka. Suku  pribumi lainnya yakni suku Sumatera, dimana banyak orang Sumatera yang tinggal di Surabaya.Â
Mayoritas orang-orang Sumatera di Kota Surabaya berprofesi sebagai pedagang. Orang Melayu (Maleische Kamp) di kota ini menunjukkan apabila kehadiran orang dari Sumatera cukup diakui, namun dengan tanda kutip; tidak ada data yang menunjukkan jumlah mereka dengan detail.Â
Tidak hanya itu, orang-orang Sulawesi pun tidak sedikit yang tinggal di Kota Surabaya. Sebagian dari mereka merupakan orang-orang kapal yang lalu memutuskan untuk tinggal di Kota Surabaya dan orang-orang yang sengaja merantau ke kota ini untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebagian lagi merupakan orang-orang yang menuntut ilmu di kota ini namun setelah selesai tidak ingin pulang ke daerah asalnya.Â
Selanjutnya, untuk etnis dari luar  masyarakat pribumi Hindia- Belanda di kota Surabaya, yakni terdapat suku Cina dimana orang-orang Cina di Kota Surabaya adalah sebagai perantau yang dalam jangka waktu periodenya telah sangat lama tinggal di kota ini.Â
Orang-orang Eropa yang paling awal datang di Kota Surabaya telah melihat orang-orang Cina di kota ini. Profesi mereka amat banyak jenisnya, berawal dari pedagang, tukang kayu, tukang logam, manajer penggilingan beras, tanah pertanian, bandar candu, hingga jenis-jenis yang lainnya.Â
Selanjutnya, imigran asing yang totalnya diketahui cukup besar di Surabaya di zaman kolonial ada bangsa Arab. Merujuk dari pendapat van den Berg, Surabaya adalah salah satu koloni besar Arab di Nusantara, beserta lima kota yang lain (Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, dan Semarang). Bahkan, Surabaya menjadi sentra dari semua koloni Arab di Indonesia.
Berlanjut hingga lebih mendalam lagi, artikel karya Prof. Purnawan Basundoro ini juga menjabarkan tentang bangsa Eropa yang dimana tentunya juga sudah ada dan mendominasi daerah kota Surabaya di periode kolonial. Mengikuti pendapat dari Clifford Geertz, selama ratusan tahun, orang-orang Jawa sudah menyaksikan orang-orang Eropa datang dan pergi di pulau Jawa.Â
Orang-orang Eropa inilah yang sebagian lalu menjadi penghuni Kota Surabaya. Kisah kedatangan orang-orang Eropa di Kota Surabaya bisa dirunut jauh ke belakang, berbarengan dengan periode awal zaman penjelajahan mereka ke benua lain. Menurut Von Faber, para pedagang dari Portugis telah terlebih dahulu menemukan Surabaya apabila dibandingkan dengan para pedagang Belanda.Â
Ketika seorang pedagang dari Belanda, Hendrik Brouwer, mengunjungi pantai Surabaya yang pertama kalinya pada tahun 1612, ia baertemu banyak pedagang dari Portugis yang sedang membeli rempah-rempah dari penduduk lokal. Selang beberapa tahun kemudian, kehadiran orang Portugis di daerah ini menurun. Hal ini disebabkan karena mereka kalah bersaing dengan para pedagang dari Belanda.Â
Pada tahun 1617, Jan Pieterzon Coen dari Belanda, sukses mendirikan loji (loge) di pantai Surabaya.Â