Mohon tunggu...
Rina Sulistiyoningsih
Rina Sulistiyoningsih Mohon Tunggu... -

Seorang Wanita Biasa, campuran Jawa dan Padang... Lahir di Sentani, Irian jaya..menghabiskan masa sekolah di Pontianak lalu lanjooot ke Malang..Sekarang lagi menikmati kesuksesan hidup... menyusuri setapak...sesekali menoleh kanankiri, berhenti sesaat di persimpangan, tak ingin larut dalam titik beku.... menatap masa depan dan meraih impian.... Wanita Single yang 'gila kerja' sampe lupa mandi hehehe... suka menulis puisi dan cerpen sejak bergabung dengan www.kemudian.com dua tahun yang lalu dan bercita-cita ingin punya buku sendiri.... semoga....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta yang Terbenam - Sebuah Cerpen

16 Juni 2010   14:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:30 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Matahari semakin bergulir. Kaki kecilku menyusuri pantai. Suara panggilan telepon genggamku yang sedari tadi berdering tak menghentikan langkahku. Debur ombak yang tenang senja ini membuatku nyaman. Saat ini pasti Letizia-ku sudah membaca suratku. Aku lega. Meski tak terucap dari bibirku, namun ia tahu isi hatiku selama ini.

Semua berakhir. Aku harus akhiri semua ini. Dingin air laut tak membuatku urung untuk beranjak semakin dalam, hanya diriku, tanpa membawa sedikitpun dari pinggir pantai. Hanya Aku dan cintaku untuk Letizia-ku. Sinar rembulan perlahan mulai mengganti matahari yang telah terbenam. Aku menikmati setitik itu. Hingga ke dasar… Aku lemah saat ini. Mengutuki diriku sendiri. Mengutuki cinta yang Dia anugerahkan padaku.

Debur ombak mengalahkan debar cintaku padanya.

* * *

Letizia menunggu kedatangan sahabatnya sejak dua jam yang lalu. Berkali-kali jam tangannya dengan sombong terus berputar, sepertinya lebih cepat. Diandra masih dalam perjalanan. Ini kali pertama mereka akan bertemu, sekaligus membicarakan masalah pernikahan seperti yang sudah mereka sepakati beberapa waktu yang lalu.

Telpon genggam Letizia tidak pernah berhenti beraktifitas. Dengan gelisah, Letizia mencoba terus menghubungi sahabatnya itu. Tidak mungkin berhasil…pikirnya. Dengan tergesa-gesa, Letizia membuka pintu rumahnya ketika bell berbunyi. Seorang pria berkulit putih berdiri membelakanginya.

“ Diandra?”

Pria itu membalikan badan, “ Mbak, ada titipan. Tolong tanda terimanya di sini”

Letizia menerima bungkusan yang diantar oleh jasa kurir dengan hati yang bertanya-tanya. Tidak ada nama pengirimnya. Setelah menandatangani dokumen, Letizia langsung masuk dan duduk di sofa biru kesayangannya.

Sebuah kotak. Masih dengan wajah bingung, Letizia membuka kotak yang terbungkus rapih itu. Kupu-kupu biru. Sebuah Liontin kupu-kupu dari batu Aquamarine. Letizia terpana. Ada sebuah surat di situ. Dengan perlahan diletakkan liontin itu di sisi kanannya. Tangannya meraih surat berwarna biru muda itu.

13 Oktober 2009

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun