Aku  dan matahari tidak bertengkar tentag siapa di antara
kami yang telah menciptakan bayang-bayang
Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di
antara kami yang harus berjalan di depan
(Sajak 'Berjalan ke Barat Waktu Pagi')
Manusia selalu bergulat dengan problem seputar eksistensi guna menafsir identitasnya sebagai yang unik dalam kehidupan. Keunikan tersebut terimplikasi secara gamblang di mana strukturisasi sebuah sistem yang berlaku adalah hal yang urgen. Dalam proses tersebut, bahasa merupakan kunci di mana manusia bergerak dan mengapresiasikan eksistensinya secara manusiawi.Â
Sosiolog Ignas Kleden yang mengatakan bahwa budaya (baca: bahasa) dibentuk serentak membentuk manusia adalah benar dalam hal ini (Budiman, 2002: 104). Jadi, tanpa bahasa sebagai medium komprehensif, manusia tidak sanggup memahami kompleksitas dirinya juga dunia sebagai subjek serentak domain yang membentuk eksistensinya. Di sini, Â bahasa bukan lagi sekedar kata-kata yang menempel, tetapi bergerak hidup-bulat: menjadi tanda dan sekaligus mikrokosmos sendiri (Mohamad Goenawan, 1941: 69)
Dalam kamar ini kami bertiga:
Aku, pisau, dan kata
Kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata.