Mohon tunggu...
Hanna HN
Hanna HN Mohon Tunggu... Jurnalis - Author biasa

Hanya seorang mahasiswi jurnalistik biasa yang memiliki suara dalam bentuk tulisan untuk dapat disebarkan kepada khalayak demi kebenaran hati dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dalam Kelamnya Purnama

30 Juni 2019   22:49 Diperbarui: 30 Juni 2019   23:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang gadis berambut setengah ikal ini tengah menunggu kepulangan sahabat karibnya di depan gerbang universitas. Gadis yang bernama Adelfa Beatrisa ini sebenarnya sudah kesal dengan temannya karena tak kunjung terlihat batang hidungnya. Sudah 2 jam lamanya ia menunggu dan ada selintas pikiran ingin pergi meninggalkan orang itu, tetapi entah mengapa sepertinya mustahil dilakukan.

"Adel!" panggil seseorang yang menyadarkan Adelfa dari lamunan singkatnya.

"Eh Juan, kenapa lama sekali? Apa yang kau lakukan di ruang dosen? Kau habis menggoda dosen wanita kita?" ucapnya kesal namun malah terlihat konyol di mata Juan, sahabat karibnya.

Juan Gervasio, orang yang di tunggu tertawa mengejek tingkah laku Adelfa yang semakin hari membuatnya terpana. Tentu Juan sangat menyukai gadis ini, tidak hanya menyukai saja namun mencintai. Keberanian Juan untuk menyatakan cintanya sangatlah minim. Pasalnya, ia dan si gadis sudah bersahabat selama 7 tahun dan Juan mendapat sebuah visualisasi bunga tidur saat pertama bertemu dengan Adelfa di bawah gerhana bulan.

Juan menatap rembulan malam yang begitu indah. Rasa kantuk yang sedari tadi menggerogotinya kini lenyap seiring sepoian angin malam menampar lembut wajahnya di atas atap rumah. Gemerlap kota Andalucia disajikan begitu mempesona dengan lampu-lampu di setiap sudut jalanan. Terlihat masih ada warga yang beraktivitas di jam yang terbilang belum cukup sepi ini dan disanalah ia melihat seorang gadis remaja berambut ikal dengan pita berwarna merah di sudut kanan pelipisnya. Gadis itu tengah membawa cermin dan menaruhnya di halaman balkon rumah di samping tempat tinggal Juan. 

Cermin dengan ukiran yang sangat rapih berbentuk gelombang-gelombang melengkung yang indah bila lama di cermati, namun warna kecokelatannya tertutupi oleh semburat-semburat hitam di setiap sudutnya. Juan tidak mengerti mengapa gadis itu menaruh cermin dan melihat pantulan dirinya di bawah sinar rembulan. Namun tak dapat di pungkiri, ia terpesona dengan wajahnya yang cantik.

Seketika cahaya itu redup. Wajah gadis itu terlihat kelam dan pucat. Saat Juan melihat kembali sang rembulan yang sedari tadi menerangi malam, kini sudah tertutupi oleh sesuatu yang hitam menutupi seluruh cahayanya. Seakan habis masa untuk sekedar menatap sedetik sempurnanya bulan itu. Semua cahaya lenyap beserta gadis ikal yang tiba-tiba menghilang meninggalkan cerminnya yang berdiri tegak disana. Selama gerhana itu pula, Juan mendapat mimpi yang aneh mengenai gadis yang tadi di lihatnya.

Dalam mimpinya, seorang wanita tua dengan tongkat panjang yang menyangga tubuh kurus dan bungkuknya itu membawa gadis remaja yang cantik masuk ke dalam cermin yang bentuknya sama seperti cermin yang ia lihat. Namun sang gadis tidak memberontak, matanya sendu dan pasrah saat si wanita menarik lembut tangannya seperti menggandeng cucunya sendiri. Seketika, gadis itu di selimuti aura hitam yang menusuk tubuhnya perlahan seiring lantunan musik kelam dari alat musik modern yang di mainkan oleh banyak sekali pria. Wanita tua tadi kini berada diatas panggung yang mewah dengan hiasan emas yang berkelap-kelip mengikuti alunan musik. Dan gadis yang ia lihat di balkon itu terbunuh mengenaskan dengan keadaan dada yang terbelah, wajah yang menghitam namun terlihat pucat, dan mulutnya yang terbuka lebar. Sungguh sangat mengenaskan.

"Perayaan Black Moon akan terus ada hingga tidak ada wanita satupun yang dapat menandingi kecantikanku!" ucap sang wanita tua yang kini merubah wujudnya menjadi seorang wanita cantik dengan kulit putihnya yang bersih, rambut yang sangat indah dengan hiasan mahkota bunga dan penampilannya menggunakan dress berwarna merah darah seatas lutut. 

Juan yang melihatnya berlari ketakutan dalam sunyinya hutan, namun tangannya dengan mudah ditarik oleh wanita aneh tadi. Wajah wanita itu semakin dekat dan menyerang Juan dengan cahaya merah yang berbentuk seperti pedang membelah sekilas wajahnya.

Dan Juan terbangun berkeringat dengan nafas yang terengah. Ia masih tidak mengerti kenapa mimpi itu datang setelah melihat gadis berambut ikal yang cantik itu. Tak terasa, hari sudah pagi.

Semenjak kejadian itu, Juan terus melindungi Adelfa dari apapun termasuk menjauhkan cermin kesayangan milik Adelfa yang ia lihat beberapa tahun silam. Namun Adel tidak bisa di jauhkan dari cermin yang menyeramkan itu. Adelfa menyukai saat-saat sedang bercermin, karena ia bisa melihat bagaimana rupa wajahnya apalagi jika bercermin di bawah bulan purnama yang sedang memancarkan cahaya abadi. Wajahnya akan terlihat bersinar, terlihat cantik dan anggun seperti seorang ratu.

"Juan? Apa kau melamun?"

Adel pun menginterupsi Juan yang diambang lamunan panjangnya.

"Ah tidak, ayo kita pulang sebelum hari semakin sore." Jawab Juan sambil menaiki sepedanya dengan Adel yang duduk di kursi penumpang seperti biasa.

Apa yang Juan impikan bertahun-tahun lalu ternyata tidak hanya mimpi belaka. Ia sudah mencari berbagai buku mengenai sejarah atau mitos-mitos dari mimpi anehnya itu. Jawabannya sudah di temukan dalam sebuah buku mitos yang ia jumpa di perpustakaan sudut kota. Mitos adanya Black Moon yang dilakukan oleh orang-orang dari masa depan di sebuah kota Poesia Oscuro, kota yang bahkan tidak ada dalam peta dunia maupun peta negara Spanyol. Konon setiap wanita cantik yang sudah memiliki pasangan dan sang wanita sedang bercermin saat gerhana bulan tiba, ia akan di bawa oleh aura hitam dengan lantunan puisi yang sangat menyejukkan menghipnotis pikiran untuk ikut memasuki cermin. Dan ia tidak akan pernah kembali, bahkan pasangannya akan menjadi budak pengikut Bloody Black Lady, wanita bergaun merah selutut dengan pedang cahaya di tangannya.

Mitos ini sudah dikenal oleh masyarakat, bahkan sudah terjadi beberapa kali saat gerhana bulan tiba. Mereka yang mengabaikan mitos ini dan tidak menjauhi cermin saat gerhana bulan purnama tiba, tidak akan bisa kembali hidup-hidup ke dunianya. Hilang seiring berjalannya waktu. Tidak ada seorang pun yang dapat menghentikan ini kecuali ia mempunyai alat untuk pergi ke masa depan dan membunuh Bloody Black Lady menggunakan pedang cahaya merahnya. Tentu sangatlah mustahil.

Karena hal itulah Juan enggan untuk menjadikan Adelfa sebagai pasangannya. Takut akan terjadi hal yang tidak terduga kepada gadis berambut setengah ikal yang di cintainya itu. Bahkan mimpi terakhir yang di alami, terus menerus menghantui pikirannya.

Saat ulang tahun Adelfa 3 hari yang lalu, Juan kembali mendapat sebuah mimpi buruk. Ia melihat Adelfa menggunakan gaun pengantin dengan seorang wanita bergaun merah tengah tersenyum kearahnya. Senyuman tulus namun terlihat mengerikan. 

"Juan, ikutlah denganku dan menikahlah denganku."

Seketika, ia berada di kota kelam bersama sekelompok pria berpakaian serba hitam dengan mata berwarna merah. Tatapannya seakan menunjukan bahwa jiwanya telah terbakar habis oleh api. Tubuh mereka terlihat kaku namun lihai memainkan alat musik seperti bandurria, biola, tamborin, gitar flamenco dan beberapa alat musik lainnya. Mereka larut dalam lantunan segar khas spanyol namun mencekam dan menyeramkan untuk di dengar. Menghipnotis mereka yang mendengar musik berirama ini.

Juan bahkan sangat ingin memberitahu mimpi-mimpi yang pernah di alaminya kepada Adel, tetapi ia sangat takut kehilangan wanita yang di cintainya. Ia takut Adelfa akan dibawa pergi oleh Bloody Black Lady, wanita pembunuh berdarah dingin yang dilumuri oleh dosa-dosa karena membunuh orang yang tidak bersalah.

"Juan! kau melamun ya? Apa yang kau pikirkan?"

Lagi-lagi, Adelfa membuyarkan lamunan Juan karena ia hampir menabrak pagar rumahnya sendiri. Jarak antara rumah mereka tidak terlalu jauh namun bersebelahan, sehingga mereka hingga saat ini bisa selalu bersama walau tidak setiap waktu.

"A-aku akan memberitahumu nanti, jaga dirimu baik-baik Adel. Aku akan menghubungimu." Ucap Juan terbata dengan senyuman kikuknya.

Lawan bicara hanya terkikik geli melihat tingkah kikuk Juan yang bisa dikatakan tiba-tiba. Entah apa yang membuat Adelfa tidak bisa memarahi bahkan membenci Juan sedikit pun. Bahkan setiap kali mata mereka bertemu, ada rasa yang menggelitik hati dan membuat jantung berdegup kencang. 7 tahun bersama tetapi rasa ini sudah ada. Adelfa tidak ingin perasaan ini menghilang begitu saja.

Dan tiba saatnya kota Andalucia kembali memasuki malam. Namun sepertinya orang-orang masih berkelana dan terlihat ramai di luar. Jam menunjukkan jam 11 tepat, tetapi keramaian yang terjadi seperti waktu menunjukkan pukul 6 petang. Suara keramaian itu sedikit mengganggu ketenangan Juan. Ia bertanya kepada ibunya apa yang terjadi namun ibunya tidak tahu. Beberapa menit kemudian ponsel miliknya berdering menandakan ada panggilan.

"Halo, Adel? Ada apa menelponku malam begini? Belum terlelap?" Jawab Juan dengan perasaan hati yang tidak tenang. Ia merasa akan terjadi sesuatu malam ini.

"Juan! Hari ini ada gerhana bulan! Kau harus melihatnya!" Balas seseorang disana yang membuat Juan diam mematung.

Dengan panik ia segera berlari keluar rumah menemui Adel. Ia yakin, Adel akan melakukan hal yang terjadi dalam mimpinya bertahun-tahun lalu.

Dan benar saja, saat sampai depan rumah Adel, ia melihat wanita itu tengah bercermin di balkon kamarnya. Seketika lantunan musik Spanyol yang khas terdengar, puisi-puisi yang memenjarakan indera pendengaran pun terucap sangat lembut, sangat menyentuh namun menyedihkan.

Come and come to the paradise

Swim and swimming to the black sea

Place like heaven

Will make you fly and flying

Never seen the past

Never meet the beauty dusk

Kalimat demi kalimat yang dilontarkan membuat Adelfa semakin terpana masuk ke dalam benda mati yang menariknya masuk seperti ada magnet yang kuat. Juan pun berlari masuk untuk menghentikan Adelfa namun sayang, cermin itu sudah membawanya ke dunia lain. Dengan cepat, Juan ikut memasuki cermin itu sebelum rembulan kembali bersinar.

Disinilah Juan, kota antah berantah yang terlihat modern namun kusam. Hampir mirip indahnya seperti kota Andalucia yang memiliki banyak gedung pencakar langit serta lampu kerlap-kerlipnya yang berwarna. Yang membedakan hanyalah suasana jalanannya yang sangat sunyi, lampu-lampu remang, gedung-gedung terlihat menghitam karena minimnya cahaya dan sepi. Tidak ada keramaian seperti yang biasa Juan lihat.

Gerhana, ia harus menemukan tempat perayaan Black Moon itu di mulai. Perayaan tanpa rasa dosa. Ia harus menemukan wanita yang dicintainya, juga membunuh Bloody Black Lady sang wanita pembunuh.

Langkah demi langkah ia melusuri jalanan beraspal mengikuti suara musik yang terdengar dari kejauhan. Semakin dekat dan semakin dekat sebelum akhirnya ia memasuki sebuah gedung megah nan mewah di hiasi pernak-pernik pesta formal dengan para pria memakai jas serba hitam. Tatapan mereka sama seperti visualisasi mimpinya. Merah padam dengan jiwa yang terbakar habis oleh sang dewi kota ini.

Dengan mengendap-endap, Juan memasuki arena pesta itu dengan pandangan menelusuri setiap sudut area tempat ini. Pesta ini sama seperti pesta yang biasa ia datangi, namun pengisi acara dan tamu undangan saja yang berbeda. Mereka adalah iblis.

"Upacara akan di mulai, jadi jangan lewatkan ini dan silahkan tenang."

Suara itu, suara yang sama seperti lantunan puisi itu. Juan bersembunyi di antara tiang-tiang penyangga gedung sambil melirik dimana sumber suara.

"Aku sudah membawa lima makanan utama dalam pesta kita!"

Itu dia! Si wanita bergaun merah, Bloody Black Lady. Di samping kiri dan kanannya ada beberapa wanita putus asa dan pasrah yang memakai kostum berbeda-beda. Disanalah Juan melihat Adelfa memakai gaun pengantin berwarna gelap seperti yang ada dalam mimpi.

"Pertama-tama, mari kita mulai saja dengan wanita yang pertama."

Wanita yang pertama adalah gadis yang kelihatannya sudah berumur 23 tahun. Ia memakai pakaian mini dress yang sangat elegan. Juan tidak ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, karena ini pasti ada hubungannya dengan mimpi terakhirnya.

Si wanita penyihir itu pun mengeluarkan pedang cahaya merahnya dan seketika aura kelam kembali muncul di sekelilingnya juga wanita malang itu. Dengan sekali tebas, dada sang wanita terbelah oleh Bloody Black Lady. Persis seperti mimpi anehnya.

"Aku seperti hidup kembali."

Rasa geram akan semakin menjadi ketika wanita itu mulai memanggil peserta kedua untuk menghampirinya. Peserta kedua itu adalah Adelfa. Dan akhirnya pedang itu di luncurkan, namun dengan cekatan Juan mengambil alih pedang itu. Pertempuran pun di mulai.

Juan menggunakan pedang bercahaya itu untuk menebas para oknum pria dalam pesta. Hal ini membuat Lady marah besar dan menyerang Juan. Ia membawa dua buah senjata dan mulai melancarkan aksi pertempuran.

Bunyi adu pedang pun semakin terdengar, suara rintihan kesakitan tak kunjung selesai. Hingga akhirnya sang Lady terkulai lemas dengan luka sobek antara bahunya. Dengan sekali tebas akhirnya Bloody Black Lady tergeletak mengenaskan oleh Juan menggunakan pedang bercahaya merah. Dengan cepat ia menghampiri Adelfa yang kini sudah terbaring lemas di atas panggung dengan tiga wanita lainnya.

"Adel! Adel! Bangun!"

Juan menepuk perlahan kedua pipi Adel hingga akhirnya tersadar. Adel memberikan senyuman terindahnya untuk Juan, lelaki yang ia cintai. Juan pun ikut tersenyum dan memeluk Adel yang masih terlihat lemah. Merengkuhnya dengan angkuh seakan tidak akan bertemu dengan orang yang di cintainya lagi.

"Juan, ikutlah denganku dan menikahlah denganku."

Setengah sadar, Adel mengusap lembut pipi Juan. Ucapannya, mengapa sama persis seperti yang ada dalam mimpi itu. Juan tak banyak bicara, ia mengangguk sebagai jawaban.

"Tentu, aku sangat mencintaimu Adel. Jadilah pengantinku." Balas Juan dengan tangan menggenggam erat jemari mungil Adel.

Tiba-tiba sebuah lengan mendekap bibir Juan dari arah belakang, dan lehernya tergores pedang cahaya berwarna merah kelam. Juan terbunuh mengenaskan oleh wanita bergaun merah itu. Dengan penuh seringaian, ia kembali menggores leher Juan hingga lepas tak tersisa. Adel yang melihatnya kini tersenyum lega.

"Juan, kini kita akan menjadi pasangan abadi di atas sana. Aku mencintaimu, Juan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun