Dengan bantuan seorang editor di Jerman, Robinson mengumpulkan dokumen-dokumen publik dan bergaul dengan lingkungan elit Eropa untuk mengirimkan kabar pulang ke Inggris Raya.Â
Laporan-laporan yang diberi tanda "dari pinggiran Sungai Elbe," menjangkau publik Inggris Raya dengan kabar-kabar dari medan perang, sekalipun kabar-kabar tersebut masih diwarnai beragam rumor yang dihembuskan lingkungan elit Eropa tempatnya bergaul, dan laporan yang tidak begitu aktual, sebab Robinson cenderung menghindari medan tempur secara langsung, dan sebagai contoh, baru melaporkan kejadian Pertempuran Friedland enam hari setelah pertempuran tersebut usai.Â
Setelah selesai di pinggiran Sungai Elbe, Robinson beranjak ke Spanyol, yang mana dalam kesempatan ini ia melaporkan kejadian-kejadian seputar Revolusi Spanyol, dengan laporan yang diberi tanda "dari pesisir pantai Teluk Biscay".
Charles Lewis Gruneison adalah seorang lulusan pelatihan kritikus musik, yang tiga dekade setelah Robinson dikirim untuk melaporkan lanjutan Revolusi Spanyol, berfokus pada Pemberontakan Carlist.Â
Dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Robinson, Gruneison ikut serta dalam rombongan Legiun Inggris dan bernaung di markas Raja Don Carlos.Â
Gruneison turut serta terjun ke medan perang di Pertempuran Villar de los Navarros, dan beberapa konflik senjata kecil yang menyertainya. Gruneison berperan penting dalam mencegah pembantaian para tahanan perang setelah mengungkap identitasnya sebagai seorang Freemason kepada seorang komandan Spanyol.Â
Segera setelah meliput Pertempuran Retuerta, Gruneison ditangkap atas tuduhan spionase, dan dipulangkan ke Inggris Raya, setelah sebelumnya nyaris mati di tangan algojo eksekusi. Sepulangnya ke Inggris, Gruneison mengambil tugas sebagai koresponden London Morning Post untuk Paris, dan bertanggung jawab atas layanan pengiriman surat merpati antara Paris dan London.
Pada tahun 1853, sebuah perang pecah di kawasan semenanjung Krimea dan sekitar Laut Baltik. Konflik yang kemudian dinamai Perang Krimea ini melibatkan pihak Sekutu yang terdiri dari Prancis, Inggris Raya, Kerajaan Sardinia, dan Kesultanan Turki Utsmaniyah, melawan Kekaisaran Rusia. Konflik yang diawali dengan perselisihan atas penguasaan Tanah Suci Yerusalem beralih menjadi perebutan Selat Bosporus sebagai titik akses vital terhadap Laut Mediterania.Â
Perang ini menjadi titik kemunculan William Howard Russell, seorang reporter The Times yang diakui menjadi salah satu jurnalis perang ternama. Pada awalnya, keberadaan Russell ditolak oleh komandan pasukan Inggris, Lord Raglan, yang memberikan instruksi kepada pasukannya agar tidak berbicara dengan Russell, yang dianggap sebagai penyusup.Â
Russell yang semenjak awal jengah terhadap perencanaan strategi perang yang buruk dan penegakkan disiplin berpakaian yang berlebihan oleh komandan Inggris, yang lebih mementingkan "pemakaian seragam yang benar" dibandingkan kebutuhan dasar dari pasukannya sendiri. Akibat pelarangan liputan yang diterapkan oleh Komandan Raglan, Russell terpaksa harus menuliskan laporannya terkait Pertempuran Alma dalam sepotong papan kayu yang ditemuinya di antara gentong air minum.
Liputan Russell di kemudian hari terkait Pertempuran Balaclava membawa sensasi ke penjuru Inggris Raya. Laporan mengenai pertempuran yang diamati Russell dari sebuah tebing di pinggir Pelabuhan Sevastopol menceritakan bagaimana strategi buruk dan kesalahpahaman terhadap perintah pertempuran menghasilkan pukulan telak yang berujung dengan kekalahan besar pasukan Inggris Raya dan pasukan Turki Utsmaniyah.Â