“Ibu lama jemputnya,” si bungsu merajuk.
“Iya. Maaf,” ucapku sambil memamerkan gigi ku yang tak putih.
“Kalian langsung ganti baju,”perintahku sambil berlalu ke dapur.
“Ibu, ayah telepon. Boleh diterima, Bu” teriak mereka bersamaan.
“Boleh,” teriakku.
“Ibu ayah minta ketemu. Boleh?,” pertanyaan yang sudah kuduga lirih di belakangmu.
“Kapan?” tanyaku tertahan.
“Minggu besok. Ayah mau main ke sini,” ucap si bungsu semangat.
“Jangan di rumah. Minta ayah jalan-jalan.” Ucapku memutuskan.
“Kenapa, Bu?”
“Bisa timbul fitnah. Ibu dan ayah sudah bercerai. Tidak bisa seperti dulu lagi. Ayah datang untuk kalian, bukan ibu.” Tanpa sadar, aku berbicara terlalu panjang.