Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Karena Cawapres Setitik, Rusak MK Sebelanga

31 Oktober 2023   21:11 Diperbarui: 2 Desember 2023   00:31 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sejarah Mahkamah Konstitusi-by facebook MKRI official

Dalam Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 bertanggal 23 Desember 2008, di satu sisi MK telah memperkuat alas hukum atas Pasal 55 ayat (2) UU 10/2008 terkait penentuan bakal calon perempuan, dan di sisi lain mencabut Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU 10/2008 terkait sistem keterpilihan calon anggota legislatif berdasarkan nomor urut caleg yang ditetapkan oleh partai politik.

Ketentuan tersebut bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. 

Merupakan bentuk pelanggaran jika kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan, tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif, dan dilanggar dengan sistem keterpilihan berdasar nomor urut. 

Ketujuh, Menghapuskan Sanksi Pers dan Pelarangan Survey, Quick Count, serta News dalam UU Pemilu 

Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi bagi pers yang diatur dalam Pasal 98 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) serta Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2008 dinyatakan inkonstitusional oleh MK melalui Putusan Nomor 32/PUU-VII/2009 bertanggal 24 Februari 2009. 

Alasannya, ketentuan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945.

Dasar pertimbangannya, pertama, pasal-pasal tersebut dapat menimbulkan tafsir bahwa lembaga yang dapat menjatuhkan sanksi bersifat alternatif, yaitu KPI atau Dewan Pers yang memungkinkan jenis sanksi yang dijatuhkan juga berbeda; 

Kedua, rumusan ketentuan tersebut juga mencampuradukkan kedudukan dan kewenangan KPI dan Dewan Pers dengan kewenangan KPU dalam menjatuhkan sanksi kepada pelaksana kampanye Pemilu; 

Ketiga, penjatuhan sanksi bagi lembaga penyiaran seharusnya tidak dilakukan oleh KPI, melainkan oleh Pemerintah (Menkominfo) setelah memenuhi due process of law, sedangkan terhadap media massa cetak tidak mungkin dijatuhkan sanksi pencabutan karena UU 40/1999 tidak lagi mengenal lembaga perizinan penerbitan media massa cetak, sehingga merupakan norma yang tidak diperlukan lagi karena kehilangan kekuatan hukum dan raison d’être-nya.

Kedelapan, Menjembatani Pemilih Pilpres Bermodal KTP atau Paspor

Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009 bertanggal 6 Juli 2009 yang menerobos kebuntuan hukum UU Pilpres terkait dengan permasalahan calon pemilih yang tidak terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun