Mohon tunggu...
Falishach
Falishach Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajarr

Cerita ini, diambil dari sedikit pengalaman di hidupku….

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bingung, Tapi Harus Memilih (Bagian 3)

28 November 2024   14:41 Diperbarui: 28 November 2024   14:46 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Hai, kamu Lisha, ya?" Ucapnya, yang sudah duduk di sampingku. Aku nggak lihat nametag yang dia pakai, jadi aku jawab, "Iya, kalau nama kamu siapa?"

"Filma," jawabnya cepat, sedikit gugup. "Kamu sendirian ya? Aku sih ke sini bareng temanku, tapi dia malah main sama teman baru." Ucapnya, dengan nada sedikit kecewa, kayak lagi ngeluh pelan.

Kata-katanya bikin aku merasa lebih tenang. Rasa gugupku sedikit hilang. Aku tersenyum, "Iya, aku sendirian juga. Teman-temanku nggak ada yang lanjut sekolah di sini, jadi ya harus cari teman baru."

Filma balas senyum tipis, kayak merasa lega. "Ah, kalau gitu, makan siang bareng yuk setelah sholat. Tadinya sih aku mau makan bareng temen SD ku, tapi sekarang dia udah sama teman baru, jadi ya... dia nggak mau makan bareng aku."
Aku langsung seneng, hati jadi lebih ringan. "Seriusan? Asik, aku juga nggak tahu harus makan sama siapa."

Setelah ngobrol sebentar, kakak kelas akhirnya nyuruh kita sholat Dzuhur. Begitu selesai, sesuai janji, Filma ngajak aku ke asrama buat ambil alat makan dulu sebelum ke kantin.

"Sha, kita ambil alat makan dulu ya," ajaknya sambil berjalan ke arah asrama. Ternyata, kasur kita deket banget! Dia tidur di ranjang bawah, aku di atas. Entah kenapa, rasanya jadi lebih deket gitu.

"Eh, kasur kita deket juga ya," kataku sambil ngeliat sekeliling. "Kayaknya kita bakal sering ngobrol nih."
Filma tertawa kecil. "Hahaha, iya bener juga!"

Setelah ambil alat makan, kami pergi ke kantin. Sambil makan, obrolan pun mengalir santai. "Tadi aku pikir bakal makan sendirian," kataku, sambil nyendok nasi. "Tapi sekarang jadi seru banget, ada kamu."

Filma senyum lebar. "Iya, aku juga seneng bisa makan sama kamu. Kayaknya bakal sering makan bareng, nih."
Setelah makan, kami balik ke gedung lantai dua untuk tahu kegiatan apa selanjutnya. Sejak datang, aku masih bingung banget sama urutan kegiatannya. Tadi aku beneran kaget banget pas dia ngajak makan siang bareng.

"Dia tahu dari mana sih kalau habis sholat langsung makan siang?" pikirku, tapi cuma kupendam aja dalam hati.
Setelah dikasih lembar kegiatan sama kakak kelas, semangatku langsung balik lagi. Ternyata, setelah makan siang, kami dikasih waktu buat mandi.

Semua mulai bubar, dan aku senang banget karena Filma tetep ngajak aku balik ke asrama bareng. Tadinya aku pikir, dia bakal pergi sama temannya dan ninggalin aku sendirian, tapi ternyata nggak.

"Kita balik bareng ya?" tanyaku, memastikan, sambil senyum kecil.
"Iya lah, ngapain juga sendirian," jawab Filma sambil ketawa pelan, wajahnya sedikit cerah. "Lagian, kamu juga nggak tau kan kamar mandinya di mana?"

Aku tertawa sambil angguk-angguk. "Iya, bener juga. Makasih banget, Filma."
Filma melirik aku sebentar, "Hahaa, sama-samaa."
Kami mulai jalan ke arah asrama sambil ngobrol santai. Rasanya waktu berjalan lebih cepat, nggak terlalu canggung kayak tadi.

"Eh, ngomong-ngomong, kamu kok tau sih kamar mandinya ada di mana? Tadi pas aku wudhu, cuman ada keran doang," tanyaku, pengen tau lebih lanjut.

"Ooh, tau lah. Aku sering ke sini waktu ngunjungin kakakku," jawab Filma dengan semangat, senyumannya makin lebar.

"Oalah, kakak kamu pernah mondok di sini ya?" Aku terkejut, penasaran banget.

"Iya, dia selalu cerita kalau di sini enak banget. Jadi aku sering ngunjungin dia ke sini," jawabnya.
Setelah sampai di asrama, aku ambil alat mandi, dan Filma sedikit terlambat. Aku nunggu di teras sambil liatin sekeliling.
Tiba-tiba ada ibu-ibu yang ngobrol sama kakak kelas di dekat teras.Aku sempet ngeliatin mereka, tapi nggak lama, kakak kelas itu manggil nama Filma. "Eh, itu ibu Filma kah?" pikirku dalam hati.

Filma akhirnya keluar, ngeliat aku sebentar, terus langsung ngobrol dengan ibunya. Aku tetap duduk, nungguin sambil nyerap semua yang ada di sekitar. Tiba-tiba aku denger percakapan antara kakak kelas dan ibu Filma yang bikin aku kaget.

"Maaf, Bu, tapi kegiatan ini sampe hari Ahad, ya. Kalau Filma pulang duluan, berarti dia harus ikut tes ulang di gelombang kedua," kata kakak kelas itu, sambil ngeliat ibu Filma.
Ibu Filma mengangguk, "Iya, nggak apa-apa."
Hatiku langsung ngerasa aneh. "Pulang? Filma?" Aku bingung banget.

Filma datang mendekat, ngeliatku sebentar, dan bilang pelan, "Maaf ya, aku harus nganterin kakakku ke bandara. Dadah!"
Dengan berat hati, aku jawab, "Iya, gapapa."
Filma pergi, dan aku cuma bisa diem di teras. Hatiku udah nggak enak, kecewa karena temanku yang baru aja mau deket, eh malah harus berpisah.

Aku liat teman-teman lain pada masuk asrama, dan ada satu yang keluar bawa alat mandi. Penasaran, aku langsung ngikutin dia, siapa tahu dia juga mau ke kamar mandi. Mau nyapa, tapi dia buru-buru banget. "Gak apa-apa lah," pikirku. "Yang penting, aku jadi tahu kamar mandinya di mana."

Aku masuk kamar mandi dengan perasaan campur aduk. "Kenapa harus kayak gini sih?" pikirku, sambil membersihkan diri. Kenapa temanku baru aja mau deket, eh malah harus pulang? Aku jadi malas ngikutin kegiatan selanjutnya. Rasanya nggak seru lagi, deh.
Setelah mandi dan istirahat sebentar, aku sholat Ashar, dan nggak lama setelah itu, ada pengumuman tentang setoran hafalan surat Fussilat besok pagi.

Aku langsung panik dalam hati. "Aduh, aku belum hafal sama sekali surat itu!" pikirku. Tapi, aku coba tenangin diri. "Gak apa-apa, setelah sholat tahajud. Bisa menghafalnya nanti."

Setelah pengumuman itu, kami diajak main bareng di lapangan. Rasanya agak berat karena Filma udah pulang, tapi aku nggak mau kalah, jadi coba ikut gabung sama teman-teman yang lain.
"Coba deh, mungkin bisa nemuin teman baru," pikirku. Sambil main, aku pelan-pelan mulai hafalin nama-nama mereka.

Pas pertama kali bertemu Clara, dia langsung pergi tanpa ngomong apa-apa. "Mungkin dia malu, atau emang nggak pengen berteman," pikirku, tapi aku cuek aja.

Sambil main, aku mulai merasa lebih nyaman, meskipun Filma udah nggak ada di sini. Permainan yang kami mainkan tuh kayak permainan di SD, yang udah sering aku mainin. Jadi, rasanya hatiku sedikit lebih baik.

Setelah capek main, kami makan sore bareng. Aku sempat melirik ke meja tempat teman-teman makan, semua pada ngobrol dan ketawa.
"Seru ya, mereka semua udah deket banget," pikirku sambil nyendok nasi. Tapi hatiku agak seret, karena aku sendiri yang makan sendirian.
Padahal, tadi udah rencana mau makan bareng Filma, tapi dia udah pulang duluan. Aku cuma duduk di pojokan, sambil ngeliatin teman-teman yang lagi asyik ngobrol.

Setelah makan, aku langsung pergi ke asrama buat siap-siap sholat Maghrib. Saat selesai sholat, ada acara untuk lebih dekat dengan kakak kelas.
Walaupun acara itu seru, karena tadi sore capek banget habis main, aku cuma duduk di belakang, sambil sesekali ngelihat kakak kelas dan teman-teman ngobrol.

"Eh, Ziya, kamu udah hafal belum surahnya?" tanya salah satu teman di sebelahnya. Ziya nyengir. "Belum! Tapi, nanti coba hafalin deh." Semua pada ketawa, suasananya santai banget, bikin aku ikutan senyum kecil. Meskipun aku diem, dalam hati aku berharap besok bisa mendapatkan teman dekat lagi.

Sampai adzan Isya terdengar, kami semua sholat berjamaah. Selesai sholat, kami balik ke asrama. Di sana, suasananya udah mulai tenang, tapi ada beberapa kakak kelas yang masih bercanda.

"Besok kita ngapain, ya? Ada jam telfon nggak? Nanti siapa yang dapet giliran pertama?" tanya salah satu kakak kelas sambil ketawa-ketawa. "Ya, nanti diundi bareng, biar adil!" jawab kakak kelas lainnya sambil ngelirik ke sekeliling.

Aku cuma mendengarkan mereka dari ranjang atas, nggak ikut nimbrung, tapi senyum kecil nggak bisa aku tahan.
Tiba-tiba, Clara yang tidur di ranjang atas, ngeluarin cemilan dari tasnya dan langsung melirik ke arahku.
"Mau coba?" tanya Clara sambil senyum. Aku kaget, dan tanpa sadar langsung menunduk malu.
"Gak, makasih," jawabku pelan, sambil sedikit tersenyum.

Di ranjang bawah aku, ada kakak kelas yang tidur di situ, tapi aku tidak tau siapa namanya. Sementara itu, ranjang bawah Clara kosong, karena Filma yang seharusnya tidur di situ, sudah pulang.
Suasana jadi lebih sepi setelah itu, semua pada tidur, dan aku mulai terlelap, meskipun pikiran tentang Filma yang udah pulang masih bikin aku sedikit sedih.

Pagi itu, sekitar pukul 3, aku terbangun dengan mata yang masih berat dan setengah ngantuk. Begitu melihat jam, aku langsung ngeh kalau beberapa kakak kelas udah mulai bangunin teman-teman untuk wudhu dan sholat tahajud.
"Wah, udah pada bangun," pikirku sambil buru-buru bergegas keluar dari ranjang.

Di luar, suasana masih sepi, tapi udah ada yang siap-siap pergi ke gedung lantai dua. Aku nyusul mereka, agak bingung karena semuanya terlihat tenang, cuma ada suara pelan dari langkah kaki yang bergegas.
Di gedung lantai dua, beberapa teman udah mulai sholat, ada yang berdiri dengan mata ngantuk, ada yang baru memakai mukena, dan beberapa bahkan udah mulai ngobrol pelan.

Aku sholat tahajud dengan cepat, dan begitu selesai, langsung menuju lemari yang penuh Al-Qur'an. Aku ambil satu, mencari tempat yang agak sepi di pojokan, dan mulai duduk. Aku bertekad untuk menyelesaikan satu halaman pertama.
Sambil mengulang-ulang ayat demi ayat, aku merhatiin teman-teman yang datang satu per satu.

Ada yang masih terlihat ngantuk dan melek setengah-setengah, ada yang semangat banget, ngambil tempat dan langsung ngobrol.
Beberapa teman yang lewat sekilas melirik aku yang sedang menghafal, tapi aku nggak terlalu peduli. Yang penting aku harus fokus.
Setelah beberapa lama, alhamdulillah, akhirnya aku bisa menghafal satu halaman penuh. Aku menutup Al-Qur'an perlahan dan menyandarkan diri, merasakan sedikit ketenangan.

"Semoga pas setoran nanti lancar," gumamku dalam hati, meskipun masih ada sedikit rasa cemas yang bikin jantungku berdebar.
Gedung lantai dua sudah mulai ramai, hari ini akan ada setoran hafalan yang bisa bikin aku makin deg-degan.
Dan saat itu, aku cuma bisa mengikuti perintah saja... Apakah aku akan  setoran hafalan urutan pertama, atau malah diam saja dan tidak ingin mngajukan diri untuk setoran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun