Adanya peluang yang besar untuk terciptanya pembangunan inklusif di Indonesia melalui UMKM, namun disisi lain adanya hambatan dalam pembiayaan kredit memunculkan sebuah inovasi pinjaman dengan skema peer to peer lending (P2P lending). Skema ini dapat mempertemukan para peminjam dengan pemberi pinjaman sesuai dengan mudah, cepat dan aman.
 Indonesia perlu belajar dari China yang sukses menubuhkan skema tersebut dengan jumlah yang banyak dan cepat. Hal yang membuat China memiliki marketsize paling besar dikarenakan banyaknya jumlah UMKM disana dan membutuhkan akan bantuan pinjaman dana sangat besar. Selain itu, para pemberi dana juga yakin untuk memberikan pinjaman dana ke negeri China dikarenakan jenis UMKM disana memiliki track record daya saing yang bagus terbukti bahwa berbagai produk telah masuk dipasar global.
Dengan bermodalkan internet dengan gawai dapat menjadi pertemuan online antara pemberi pinjaman atau investor dengan peminjam atau sebagai suatu perusahaan yang mempertemukan para pemberi pinjaman dengan para pencari pinjaman dapat menjadi suatu skema untuk mengurangi gap atau jarak kebutuhan pendanaan bagi para pengusaha UMKM.
Dengan adanya skema peer to peer (P2P) lending ini akan membuat akses pinjaman dana semakin mudah untuk terus meningkatkan inklusi keuangan yang ada di Indonesia. Tidak adanya batasan negara untuk mengakses layanan ini akan semakin banyaknya juga pemberi dana, hal tesebut apabila Indonesia memiliki iklim investasi yang baik.
Menurut Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, indeks inklusi keuangan skala nasional mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 dan 2016 yang masing-masing sebesar 59,74 persen dan 67,82 persen, sedangkan pada 2017 indeks inklusi keuangan meingkat dibadandingkan tahun sebelumnya mencapai 69 persen dari populasi penduduk. Hal tersebut dikarenakan digitalisasi layanan keuangan yang mulai diakses oleh masyarakat semakin meningkatkan.
Invoasi peer to peer (P2P) lending ini memiliki efek multiplier untuk menciptakan pembangunan yang inklusif. Terbukti bahwa menurut studi Oxford Economics setiap 1 persen keniakan penetrasi perangkat mobile akan meningkatkan produk domestic bruto (PDB) sebanyak USD 640 juta di tahun 2020 dan menciptakan 10.700 pekerja formal. Penelitian yang dikeluarkan oleh World Bank apabila adanya peningkatan fasilitas sistem inklusi keuangan sebesar 1 persen bisa menaikkan pertumbuhan PDB per kapita sebesar 0,03 persen. Apabila Pemerintah Indonesia maupun masyarakat semakin besar untuk mendukung penetrasi digital pada layanan keuangan bukan hanya meningkatkan PDB, namun akan meningkatkan pembangunan ekonomi di Indonesia karena dapat membuka lapangan pekerjaan baru.
Para pemberi pinjaman mulai tertarik untuk menginvestasikan dananya pada skema peer to peer (P2P) lending, dikarenakan  terus mengalami peningkatan para pemberi pinjaman. Dari data OJK saat Januari 2018 para pemberi pinjaman 115.939 ribu orang dan terus mengalami peningkatan hingga data terakhir Mei 2018 sejumlah 199.539 ribu orang. Sedangkan dari sisi para peminjam meningkat secara singnifikan tecatat saat Januari 2018 sebesar 330.154 ribu orang hingga pada 2018 sejumlah 1.850.682 juta orang atau meningkat 440 persen. Antusiasme masyarakat untuk meminjam dana sangat lah  banyak, namun dari sisi pemberi pinjaman sangat lah sedikit.
Skema peer to peer (P2P) lending sangat lah menguntungkan bagi para peminjam dana yaitu para UMKM. Selain akses yang lebih mudah dan cepat dibandingkan perbankan, skema ini juga tidak memberatkan para UMKM karena bunga yang relatif kecil dibandingkan perbankan.