UMKM di Indonesia
Di Indonesia jenis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki potensi yang besar untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dikarenakan selain penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), jenis usaha tersebut akan membuka banyak lapangan kerja. Namun, peluang pembangunan inklusif tersebut terhambat dengan minimnya akses pembiayaan oleh lembaga keuangan bagi para pelaku UMKM.
Jenis UMKM yang didominasi oleh usaha rintisan, sehingga sering mengalami pasang surut keuangan yang belum stabil. Kepemilikan modal UMKM yang terbatas membuat perlunya bantuan pinjaman dana untuk menjaga keberlanjutan usahanya. Berdasarkan tabel dibawah, dapat dilihat besaran kredit UMKM yang diberikan oleh perbankan mengalami tren peningkatan tiap tahunnya. Pada 2013, besaran kredit yang disalurkan kepada UMKM sebanyak Rp. 639,47 triliun dan pada tahun 2014 jumlahnya meningkat menjadi Rp. 767,57 triliun atau sebesar 20 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah kredit yang diberikan oleh perbanakn terus meningkat hingga 2017 mencapai Rp. 935,44 triliun.
Lembaga keuangan formal yang seharusnya menjadi pendanaan utama di dalam negeri, namun belum dapat memberikan bantuan pinjaman kepada UMKM. Dikarenakan perbankan konvensional beranggapan bahwa UMKM sebagai usaha yang berisiko, belum terjangkaunya akses perbankan keberbagai daerah dan sulitnya persyaratan untuk diterima sebagai penerima pinjaman menjadi alasan sulitnya UMKM untuk mendapatkan pinjaman kepada perbankan.
Ketidakmampuan tersebut menyebabkan adanya gap atau jarak pemberiaan pinjaman yang belum terpenuhi oleh lembaga keuangan formal. Berdasarkan riset  Asian Development Bank  (ADB) pada tahun 2017 terdapat gap pembiayaan sebesar USD 57 miliar atau sebesar Rp.988 triliun yang belum mampu dipenuhi oleh perbankan. Perbankan sebagai lembaga keuangan formal belum dapat memenuhi permintaan pembiayaan yang menandakan belum adanya kemerataan dalam mengakses pinjaman keuangan. Dengan keadaan yang seperti ini mengindikasikan bahwa perbankan di Indonesia belum dapat menciptakan inklusi keuangan .
Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia terus megalami pertumbuhan  yang dipengaruhi oleh jenis UMKM tumbuh sebesar 11 persen pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat menjadi pendorong tewujudnya Indonesia sebagai high income country, dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 jenis usaha besar menyumbang Rp. 3.574 triliun, sedangkan jenis UMKM menjadi penyumbang terbesar PDB dengan nilai Rp. 5.440 triliun atau sebesar 60,34 dari PDB nasional.
Tidak hanya menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi, namun UMKM menjadi pendukung terciptanya pembangunan inklusif dari penyerapan tenaga kerja UMKM pada tahun 2013 memperkerjakan 114.114.082 juta jiwa atau sekitar 96,99 persen dari perkerja nasional. Pada tahun 2013 juga usaha besar dapat memperkerjakan 3.537.162 juta jiwa atau hanya 3,01 persen dari total pekerja nasional. Dari data tersebut melihatkan bahwa UMKM memiliki potensi daya serap tenga kerja yang tinggi dibandingkan jenis usaha besar dan sangat tepat apabila UMKM diberikan perhatian lebih untuk dikembangkan di Indonesia yang diproyeksikan jumlah penduduk usia muda akan mengalami peningkatan pada 2030.
UMKM sangat memiliki peranan penting bagi Indonesia yaitu sebagai salah satu upaya untuk memberantas kemiskinan. Dengan UMKM juga diharapkan dapat membantu perputar roda perekonomian di setiap daerah. Di Indonesia jenis UMKM memiliki peranan penting untuk mengatasi masalah ketimpangan kesejahteraan antar daerah yang juga dapat mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakatnya. Namun, apabila dilihat dari sebaran wilayah, kredit UMKM yang tersalurkan ternyata masih terpusat di daerah Jawa dan Bali. Peluang Indonesia dengan 50 persen lebih masyarakat telah menjadi internet user, apabila hal itu dimaksimalkan dengan maksimal akan membantu UMKM dalam mengakes keuangan.
Perkembangan Peer To Peer (P2P) Lending