Hujatan demi hujatan diterima Ikhwan setiap hari. Suatu ketika warga desa mendesak Kepala Desa lagi untuk mengusir ku pergi. Kini mereka tidak hanya meginginkan aku pergi, namun juga Ikhwan yang pergi. Kepada Desa pun akhirnya tidak bisa menolak permintaan warganya. Akhirnya kami pun diusir paksa oleh warga. Lukaku yang sebelumnya belum pulih, Kini terasa semakin sakit ketika aku melangkah untuk pergi bersama Ikhwan. Kami tidak tau harus pergi kemana. Aku pun merasa sangat bersalah. Hanya karena menolongku, Ikhwan jadi diusir dari tempat kelahirannya sendiri.
**
Kami berjalan dan terus berjalan hingga sampailah kami di sebuah Desa yang tidak jauh dari Desa Kenang-kenang. Ketika kami tiba disana, kami dilihat oleh banyak orang. Kami menjadi pusat perhatian semua orang yang melewati kami. Kami jadi merasa canggung dan sungkan ketika berjalan. Kami menghentikan langkah kami didepan sebuah rumah. Rumah yang cukup megah dan bagus jika dibandingkan dengan rumah-rumah disekelilingnya. Kami beristirahat sejenak di pinggir jalan didepan rumah tersebut.
*
Seorang wanita keluar dari rumah tersebut. Dia cantik dan masih muda. Mungkin umurnya sama dengan umurku. Dia melangkah ke arah kami. Dia berjalan begitu menawan dan anggun seperti Putri Solo. Dia menghampiri dan bertanya kepada kami "Apa ada yang bisa saya bantu? Mengapa kalian berada disini? Dimana tempat tinggal kalian? Darimana kalian berasal?". Aku terdiam. Ikhwan menjawab "Kami hanya ingin beristirahat sejenak. Kami merasa lelah. Kami berasal dari Desa yang tidak jauh dari Desa ini. Kami sebenarnya membutuhkan tempat tinggal". Sejenak wanita itu diam dan sepertinya dia memikirkan sesuatu.
*
Wanita itu kemudian mengajak kami untuk mampir kerumahnya yang mewah dan bagus itu. Sebenarnya kami merasa enggan dan tidak enak untuk mampir. "Ayo mampirlah sejenak, walau hanya sekadar untuk minum dan bersih-bersih". Aku tersenyum dan menjawab " Terima kasih atas tawarannya". Kami kemudian mampir kerumahnya. Dia menyuguhi es sirup dan makanan ringan. Kami pun memakan dan meminumnya. Wanita itu membuka percakapan "Sebenarnya kalian sepasang suami istri atau saudara?". Ikhwan menjawab "Kami berdua adalah sepasang teman yang sudah menjadi keluarga". "Jadi kalian sepasang suami istri?". Aku tersenyum dan Ikhwan juga tersenyum. Aku pun menjawab "Kami punya hubungan pertemanan namun rasanya seperti hubungan keluarga". Wanita itu masih bingung dengan jawaban kami.
*
Selang beberapa waktu, ada seorang laki-laki paruh baya datang. Dia bertanya "Siapa yang datang nak?". Wanita tadi menjawab "Mereka adalah teman baruku Yah. Mereka berasal dari Desa sebelah". "Oh iya siapa nama mereka nak?" tanya Ayahnya. "Namanya.. Astagfirullah. Kami lupa berkenalan yah". "Masya Allah. Saking asyik ngobrolnya ya?". Wanita itu hanya tersenyum. Laki-laki paruh baya tersebut pun duduk bersama kami dan bertanya "Siapa nama kalian? Dan dimana tempat tinggal kalian". Kami pun menceritakan peristiwa yang kami alami kepada mereka.
**
Sampai sekarang pun ingatanku belum kembali. Aku masih belum mengingat siapa namaku dan dimana aku berasal. Yang ku ingat hanyalah aku terjatuh dan terpeleset ke sungai kemudian hanyut dalam aliran sungai tersebut. Ikhwan memberi nama Aqila untuk ku. Aku pun menyukai dan menyetujuinya. Sejak awal ku bertemu dengannya, namaku adalah Aqila. Ya nama yang cukup bagus menurutku. Nama yang diberikan Ikhwan kepadaku setelah dia selesai Sholat Dhuha pada waktu itu.