"Saya, Yang Mulia, benar saya telah kehilangan ombak. Sudah puluhan pantai saya singgahi, sudah puluhan laut saya jelajahi, namun baru kali ini, saya kehilangan ombak saya. Saya meminta ketegasan hakim untuk bersikap adil terhadap dakwaan yang saya perkarakan" ujar si pelapor.
Sang hakim pun menghembuskan nafas sejenak, dikeluarkan sapu tangan dan ia mulai mengolesi sebagian wajahnya karena berkeringat cukup banyak. Meski ruangan sidang ber-ac, namun tak semata-mata bisa mendinginkan ruangan karena alotnya kasus ini.
"Kasus ini lebih sulit ketimbang kasus koruptor " ungkapnya dalam hati.
Kemudian sang hakim pun kembali melanjutkan sidangnya. "Apakah ada saksi yang melihat tercurinya ombak yang dilaporkan oleh pria ini" ungkap sang hakim sambil menunjuk si pelapor.
Tak lama, salah seorang yang duduk di salah satu sudut menangkat tangan sambil berdiri. "Saya, Yang Mulia," ujar pria yang sehari-hari bekerja menjadi penjaga pantai.
"Apakah anda melihat bagaimana pencurian ombak itu terjadi?" tanya sang hakim.
"Tidak, Yang Mulia, tapi saya orang pertama yang menemukan dirinya berada di bibir pantai tengah duduk sendirian. Saya lantas menghampiri dia karena saya khawatir ia tersapu ombak yang malam itu cukup besar" ujar saksi.
"Lantas, apakah ada dialog yang terjadi di antara kalian berdua?" tanya hakim.
"Iya, dia bercerita kepada saya, persis apa yang ia katakan kepada Yang Mulia, dia kehilangan ombaknya"
"Apakah ada hal lain yang ia bicarakan kepada anda?"
"Ada Yang Mulia, katanya baru kali ini ia berselancar, namun ombak yang biasanya ramah terhadapnya, kini menghilang. Katanya, seseorang telah mencurinya. Sayangnya ia tak mampu melihat secara jelas, hanya siluet hitam, hanya bayangan yang mulia"