Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Terpidana "Kasus Kopi Sianida", Jessica Wongso Bebas Bersyarat

25 Agustus 2024   07:53 Diperbarui: 25 Agustus 2024   07:55 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terpidana "Kasus Kopi Sianida" Jessica Wongso Bebas Bersyarat 

Oleh Handra Deddy Hasan 

Walaupun seorang terpidana dijatuhkan hukuman penjara, bukan berarti si terpidana akan menghabiskan seluruh masa hukumannya dalam penjara. Berdasarkan aturan dan dengan alasan kemanusiaan, si terpidana dengan syarat-syarat tertentu bisa lebih awal menghirup udara bebas sebelum masa hukumannya berakhir. 

Diantaranya yang bisa membuat terpidana lebih awal keluar dari bui adalah "remisi" berupa pengurangan masa hukuman dan atau mendapatkan izin untuk "pembebasan bersyarat".

Remisi merupakan pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada narapidana sebagai imbalan atas perilaku baik yang ditunjukkan selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Pemberian remisi bertujuan untuk mendorong narapidana agar memperbaiki diri, berperilaku baik, serta mengikuti program-program rehabilitasi yang disediakan di dalam lembaga pemasyarakatan.

Dengan adanya remisi, narapidana dapat memperoleh pengurangan masa hukuman yang berarti bisa mendapatkan kesempatan untuk bebas lebih awal dari hukuman yang dijatuhkan, asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.

Sedangkan Pembebasan Bersyarat adalah proses di mana seorang narapidana diberikan kesempatan untuk dibebaskan dari hukuman penjara sebelum masa hukuman yang ditetapkan selesai, dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. 

Pembebasan Bersyarat diberikan setelah narapidana menjalani sebagian masa hukuman yang telah ditetapkan dan telah memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh undang-undang atau kebijakan yang berlaku.

Pembebasan bersyarat seolah-olah memberikan kesempatan kedua bagi narapidana untuk kembali ke masyarakat dan memulai kehidupan yang baru, dengan harapan bahwa mereka telah direhabilitasi dan siap untuk mengubah perilaku mereka.  

Oleh karena itu, jika narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat melanggar syarat-syarat yang telah ditetapkan, maka pembebasan bersyarat tersebut bisa dibatalkan dan mereka dapat kembali ke dalam penjara untuk menjalani sisa masa hukuman mereka.

Pembebasan Bersyarat Jessica Kumala Wongso.

Seminggu yang lalu, yaitu tepatnya pada Minggu (18/8/2024) terpidana Kasus "Kopi Sianida" Jessica Kumala Wongso atau terpidana kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin mendapatkan pembebasan bersyarat.

Pada awalnya berita pembebasan Jessica cukup menyedot perhatian masyarakat, namun berita ini kemudian tenggelam karena ada berita yang jauh lebih "hot", karena Mahkamah Konstitusi membuat putusan yang radikal dengan mengubah syarat aturan ambang batas untuk maju menjadi calon Pemilihan Kepala Daerah.

Adapun kasus Jessica bermula ketika pada tanggal 27 Oktober 2016 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun kepada Jessica karena terbukti melakukan pembunuhan berencana (Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana) terhadap Mirna dengan cara membubuhkan racun sianida ke kopi Mirna di Cafe Olivier Grand Indonesia, Jakarta. 

Atas putusan tersebut melalui Kuasa Hukumnya, Jessica melakukan upaya hukum dengan mengajukan banding, kasasi bahkan Peninjauan Kembali (PK), namun semua Majelis Hakim dalam semua tingkatan bergeming dan tetap menyatakan Jessica bersalah.

Ketika Pembebasan Bersyarat beberapa media elektronik menampilkan Jessica terlihat keluar dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur. Jessica dengan senyum terkembang mengenakan kaus biru tua dan didampingi oleh beberapa pengacaranya. Dengan sangat pede (percaya diri) seperti artis Jessica terlihat melambaikan tangan kepada awak media yang telah menunggu dengan kamera. Jessica Kumala Wongso bebas setelah menjalani sekitar 8 tahun penjara yang berarti menjalani hukuman kurang dari setengah masa hukumannya. Berdasarkan putusan pengadilan Jessica seharusnya menjalani hukuman penjara selama 20 tahun.

Hal tersebut bisa terjadi karena Jessica telah mendapat potongan hukuman berupa akumulasi remisi selama 58 bulan 30 hari dan akan menjalani pembebasan bersyarat.

Pemberian bebas bersyarat dan remisi yang diperoleh Jessica sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 TentangSyarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, AsimiIasi, CutiMengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat (Peraturan Menkumham 3/2018).

Berdasarkan Pasal 82 Peraturan Menkumham 3/2018), Pembebasan Bersyarat dapat diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat antara laintelah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan. Dan tentu saja syarat berkelakuan baik selama menjalani masa pidana merupakan syarat lain yang mutlak diperlukan agar pembebasan bersyaratnya dikabulkan 

Selama menjalani masa bebas bersyarat, Jessica harus menjalani wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Timur dan akan menjalani pembimbingan hingga 27 Maret 2032 (Kompas, Senin 19/8/2024).

Mengajukan PK Dalam Masa Pembebasan Bersyarat

Ada yang menarik dari pernyataan Kuasa Hukum Jessica pada waktu konferensi pers ketika pembebasan bersyarat Jessica, dimana ada kemungkinan Jessica akan mengajukan upaya hukum PK lagi.

Tentunya alasan PK yang akan diajukan Jessica karena diketemukan adanya bukti baru, atau dikenal dengan Novum.

Istilah "novum" dalam hukum didasarkan kepada adanya bukti baru atau informasi baru yang muncul setelah suatu peristiwa hukum, seperti putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dengan adanya Novum dapat menjadi dasar untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 

Bukti atau informasi baru tersebut harus merupakan bukti penting dan signifikan dan tidak tersedia atau belum diketahui pada saat persidangan sebelumnya.

Sudah banyak contoh dan yurisprudensi dari penggunaan novum dalam Pengajuan PK ketika ada bukti baru yang muncul setelah terdakwa divonis bersalah dalam suatu kasus pidana. Jika bukti baru tersebut dapat membuktikan bahwa terdakwa sebenarnya tidak bersalah, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk mengajukan permohonan PK atas putusan sebelumnya.

Artinya novum tersebut merupakan elemen penting yang dapat mempengaruhi keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan novum tersebut dapat mengubah Keputusan Pengadilan tersebut.

Permasalahannya apakah upaya hukum PK dapat diajukan oleh Terpidana yang sedang menjalani pembebasan bersyarat seperti yang terjadi pada terpidana Jessica dalam pembunuhan Mirna.

Secara eksplisit tidak ada satupun Pasal yang dilanggar apabila terpidana yang sedang menjalani masa Pembebasan Bersyarat mengajukan upaya hukum PK. 

Apalagi secara substansi upaya hukum PK berdasarkan adanya novum dan dilakukan setelah semua proses hukum di Pengadilan telah berakhir.

Namun secara implisit dan moral akan terasa janggal apabila terpidana yang menikmati remisi dan pembebasan bersyarat mengajukan upaya hukum PK karena pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada narapidana sebagai bentuk penghargaan atas perilaku baik yang ditunjukkan selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. 

Fasilitas-fasilitas pengurangan hukuman terpidana tersebut bertujuan untuk mendorong narapidana agar memperbaiki diri, berperilaku baik, serta mengikuti program-program rehabilitasi yang disediakan di dalam lembaga pemasyarakatan. 

Hal tersebut merupakan konklusi yang berarti si terpidana telah mengaku bersalah dan legowo menerima hukuman pidana yang dijatuhkan.

Terlepas dari masalah "anomali" tersebut  yang harus dicermati oleh Jessica dalam Pengajuan PK jangan sampai menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

Berdasarkan Pasal 139 Peraturan Menkumham 3/2018) bahwa pembebasan bersyarat Jessica dapat dicabut karena berbagai alasan, salah satu alasannya karena menimbulkan "keresahan dalam masyarakat."

Berarti Jessica dan atau Kuasa Hukumnya harus melakukan upaya hukum secara "silent" (tidak heboh) atau menggunakan upaya-upaya diluar hukum seperti membuat beritanya menjadi viral.

Hal ini perlu diingatkan agar upaya hukum PK Jessica tidak menjadi 'bumerang" sehingga Pembebasan Bersyaratnya dicabut dan Jessica kembali mendekam dalam penjara dalam menghabiskan sisa hukumannya.

Jadi Jessica tidak bisa menggunakan modus yang sama dengan kasus pembunuhan Vina Cirebon yang terjadi pada tahun 2016 dimana kasusnya menjadi viral. Kasusnya menjadi viral ketika diangkat ke layar lebar dengan judul "Vina: Sebelum 7 Hari". Viralnya kasus pembunuhan Vina membuat kasusnya menjadi terang benderang dan diduga telah terjadi "Peradilan Sesat". Akibatnya semua terpidana dalam kasus pembunuhan Vina mengajukan PK karena merasa tidak bersalah.

Berbeda dengan kasus Vina, kasus pembunuhan Mirna yang dilakukan oleh Jessica dalam mengajukan PK tidak membutuhkan hingar bingar viral di berbagai media karena apabila terjadi bisa membuat Jessica kembali mendekam di penjara.

Hal tersebut perlu diingatkan kepada Jessica untuk tidak tergoda untuk populer atau menggunakan berita viral agar masyarakat bersimpati kepadanya. Masalahnya tahun yang lalu kasus pembunuhan Mirna Salihin yang dilakukan Jessica sempat menarik perhatian dengan adanya film dokumenter yang dirilis di Netflix dengan judul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.

Modus Pengajuan PK dibarengi dengan pembuatan film atas kasus atau metode-metode yang identik dengan hal tersebut sehingga membuat kasusnya viral bisa berakibat buruk bagi Jessica. 

Bisa saja Pembebasan Bersyarat yang sedang dinikmati Jessica dicabut karena upaya-upaya demikian menjadi penyebab dan memicu timbulnya keresahan dalam masyarakat, sementara PK yang dimohonkannya belum tentu dikabulkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun