Sehingga dengan demikian jangan biarkan Kejagung berjuang sendiri, ketika menghadapi ancaman eksternal yang tidak sah.
Sudah saatnya masyarakat, lembaga negara, dan pemerintah dengan cara dan kewenangannya masing-masing untuk mendukung independensi Kejagung dan lembaga penegak hukum lainnya dalam menangani kasus korupsi besar.
Ini merupakan langkah penting dan strategis dalam memperkuat integritas sistem peradilan dan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan tanpa pandang bulu (equality before the law).
Berbagai Bentuk Intervensi Yang Biasa Terjadi Dalam Praktiknya.
Ancaman sebagaimana yang dialami oleh Jampidsus, baru merupakan salah satu bentuk intervensi yang ada terhadap penegakan hukum, dalam pemberantasan korupsi.
Modus intervensi bisa sangat beragam, baik yang tampak maupun yang tidak kelihatan.
Sebagai konsekwensi dari pekerjaannya, Â seorang Jaksa yang sedang menangani kasus korupsi, tidak jarang berisiko menghadapi ancaman fisik langsung.
Kalau Jampidsus dalam peristiwa di atas, sekedar dikuntit, diawasi dan dipantau serta merasa diintimidasi, sehingga menjadi tidak nyaman.
Dalam kenyataan di lapangan  banyak kemungkinan yang bisa terjadi pada jaksa-jaksa lain, misalnya berupa target kekerasan fisik, intimidasi, atau bahkan pembunuhan oleh pihak-pihak yang merasa terancam oleh proses hukum yang sedang berjalan.
Pihak-pihak yang terancam baik yang mempunyai kekuasaan atau yang mempunyai uang banyak, tidak perlu melakukannya sendiri, cukup dengan menyuruh atau menyewa pihak lain untuk melakukannya.
Selain ancaman fisik seperti di atas bisa saja jaksa juga menghadapi ancaman non fisik. Misalnya dengan cara difitnah menggunakan tuduhan palsu.
Tujuannya jelas sebagai upaya yang sengaja dilancarkan untuk menghentikan atau mengganggu proses hukum yang sedang berlangsung.
Seorang Jaksa yang berintegritas memang berat tantangan kehidupan yang harus dijalaninya.