Penguntitan Densus Terhadap Jampidsus, Modus Intervensi Kasus Korupsi?
Oleh Handra Deddy Hasan
Berdasarkan pemberitaan di media terdapat dugaan personil dari satuan Densus 88 (Detasemen Khusus Antiteror) menguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaaan Agung (Jampidsus) Febrie Adriansyah saat makan malam pada Minggu (19/5/2024) lalu sekitar pukul 20.00-21.00 di salah satu restoran  di Cipete, Jakarta Selatan.
Menurut Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, penguntitan tersebut telah merupakan ancaman bagi penegak hukum.
Kebetulan akhir-akhir ini Kejaksaan Agung sedang giat-giatnya menyidik  perkara Korupsi yang jumbo sifatnya.
Setidaknya terdapat beberapa kasus kakap perihal korupsi yang pernah dan sedang ditangani oleh  Kejaksaan Agung seperti kasus Asuransi Jiwasraya, kasus Perusahaan Umum Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Perum ASABRI), kasus jalan tol Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ), kasus Base Transceiver Station (BTS) dan kasus PT Timah Tbk.
Ketika Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sedang terpuruk karena digerogoti masalah internalnya, Kejaksaan justru dengan gagah perkasa menangkapi koruptor-koruptor besar.
Ada kecurigaan bahwa penguntitan oleh Densus merupakan intimidasi kepada Jampidsus yang merupakan bentuk intervensi terhadap penegakan hukum korupsi.
Padahal agar hukum berjalan semestinya, penegakan hukum  tidak boleh diintervensi oleh siapapun dan demi kepentingan apapun.
Tindakan intervensi terhadap kasus korupsi besar yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip hukum, independensi lembaga penegak hukum, dan integritas sistem peradilan.
Intervensi semacam ini  dapat merusak proses hukum, menghambat keadilan, dan memperkuat budaya korupsi di dalam sistem hukum