Aturan tentang alasan pemaaf dalam pidana dapat dilihat pada Pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 44 ayat (1) KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Jadi terhadap kelangsungan kasus AP yang meneror dan melecehkan teman SMPnya NRS secara seksual sangat tergantung kepada hasil observasi dan rekomendasi ahli jiwa.
Apabila menurut ahli jiwa ternyata bahwa AP mengidap sakit jiwa yang signifikan sehingga dianggap tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dan direkomendasikan untuk perawatan, maka berpotensi AP akan lolos dari sanksi pidana.
Hal tersebut berlaku, apabila Majelis Hakim yakin terhadap pendapat ahli tersebut.
Apabila timbul keraguan dalam diri Hakim atas pendapat ahli, bisa saja Hakim melanjutkan proses persidangan pidana AP atau Hakim juga leluasa untuk meminta opini kedua (second opinion)Â kepada ahli lain.
Jadi dalam menerapkan alasan pemaaf, sehingga dibatalkannya peristiwa pidana bagi terdakwa berdasarkan Pasal 44 ayat 1 KUHP tergantung penuh kepada keyakinan Hakim untuk melaksanakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H