Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Belajar dari Kasus Vina Cirebon

21 Mei 2024   12:06 Diperbarui: 21 Mei 2024   18:58 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Photo dan ilustrasi TribunMedan.com

Belajar Dari Kasus Vina Cirebon

Oleh Handra Deddy Hasan

Berawal dari niat memprosikan film horror yang diangkat dari kejadian nyata dengan judul "Vina Sebelum 7 Hari", akhirnya masalah hukumnya terlihat makin rumit dan pelik.

Mungkin tujuan Produser film Dheeraj Kalwani yang kemudian menunjuk Sutradara Anggy Umbara mengangkat kisah nyata Vina ke layar lebar karena kisah ini sempat viral pada tahun 2016 di media Facebook.

Untuk mengulang efek viral lagi sebagaimana terjadi 8 tahun silam, pihak film menghembuskan issue bahwa ada 3 orang pelaku masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron.

Upaya memviralkan pelaku yang buron berhasil menyedot perhatian masyarakat sehingga viral.

Banyak yang mempertanyakan kenapa bisa 3 pelaku buron dengan
identitas, alamat yang jelas bisa melenggang dengan bebas selama 8 tahun tanpa bisa terendus keberadaannya oleh aparat.

Pengacara kondang Hotman Parispun ikut bicara dengan dibumbui sedikit kecurigaan konspirasi atas Kasus Vina, sehingga 3 pelaku buron sangat sulit ditangkap karena justru dilindungi oleh aparat.

Kasus Vina semakin populer dibicarakan dalam forum-forum diskusi di ruang media elektronik seperti televisi dan podcast-podcast para influencer (pemengaruh). Hampir semua televisi membuat acara, begitu juga podcast di media sosial dipenuhi dengan topik pembunuhan Vina.

Diskusi makin hangat dan makin liar ketika Pengacara Terpidana angkat bicara. Pengacara terpidana tidak bisa menerima bahwa kliennya bersalah dan dihukum pidana penjara.

Salah satu kuasa hukum terpidana Titin Prialianti menyebut bahwa kasus Vina salah tangkap (error in persona).

Titin adalah Kuasa hukum terpidana Sata dan merupakan satu-satunya terpidana yang telah bebas menjalani hukumannya.

Sata pada waktu kejadian 8 tahun yang lalu, usianya masih dalam status katagori anak (dibawah 18 tahun).

Titin, mengungkapkan secara teknis, fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan tidak berkesuaian.

Baju yang dikenakan korban yang katanya, meninggal karena tusukan ditemukan masih utuh dan tidak berlubang sama sekali sebagaimana seharusnya tanda bekas tusukan.

Hal lain yang aneh menurut Titin, Jaksa dalam dakwaannya tidak mengenal secara persis lokasi tempat kejadian perkara (TKP). 

Misalnya dalam dakwaan disebutkan warung Bu Nining tempat nongkrong para pelaku disebutkan posisinya di pinggir jalan raya, padahal sesuai dengan fakta persidangan warung tersebut berada dalam gang dan masuk kira-kira 100 meter dari jalan raya.

Dengan tidak pahamnya Jaksa atas geografis TKP, dapat diduga surat dakwaan hanya merupakan ilusi dan merupakan hasil karangan bebas Jaksa Penuntut Umum.

Hal tersebut bisa terjadi karena menurut Kuasa hukum Jogi Nainggolan (Kuasa hukum terpidana lain) karena Iptu Rudiana (Polisi) yang sekaligus merupakan ayah Eky terlalu terlibat dalam menangani kasus

Sedangkan Eky merupakan korban yang sekaligus kekasih Vina yang memboncengkan Vina ketika kejadian terjadi.

Jadi dalam perkara ini terjadi conflict of interest dari awal ketika terjadi penyelidikan oleh pihak Kepolisian.

Perdebatan tentang kasus Vina menjadi perdebatan yang liar dan tidak berkejuntrungan.

Seharusnya perdebatan seperti ini terjadi didalam ruang persidangan dengan aturan yang jelas serta dilakukan oleh profesi yang berkompeten (Jaksa, Pengacara dan Hakim).

Namun perdebatan terjadi di forum-forum di luar Pengadilan yang tidak jelas aturan mainnya dan dilakukan kadang-kadang oleh person-person yang tidak berkompeten sehingga menimbulkan asumsi-asumsi spekulatif, teori-teori konspirasi yang liar, sehingga membingungkan masyarakat.

Saat ini ada beberapa issue yang sukar dipertanggung jawabkan beredar yang menyatakan bahwa kasus ini menjadi sulit dan tertutup misteri karena melibatkan anak petinggi Polisi. 

Ada juga spekulasi lain yang mengabarkan bahwa yang terlibat adalah anak bekas Bupati yang tersangkut Korupsi.

Kebenaran Materil Dalam Kasus Pidana

Sesuai dengan proses pencarian kebenaran untuk mencapai keadilan, ada perbedaan prinsip antara kasus Perdata dan Pidana.

Dalam kasus Perdata yang dikejar adalah kebenaran formil, sedangkan dalam kasus Pidana justru yang dicari kebenaran materil.

Kebenaran materil dalam pencarian keadilan dalam kasus pidana merupakan upaya untuk menemukan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi dalam suatu kasus pidana.

Hal ini berbeda dengan konsep kebenaran formal, yang lebih berkaitan dengan kebenaran prosedural dan kepatuhan terhadap aturan hukum, sehingga penekanan pembuktian dalam mencari kebenaran formil lebih fokus kepada surat-surat, khususnya bukti autentik.

Dalam pencarian kebenaran materil, tujuannya adalah untuk mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya terjadi dalam suatu kasus, termasuk identifikasi siapa pelaku tindak pidana, bagaimana tindakan tersebut dilakukan, dan apakah ada bukti yang mendukung atau melemahkan tuntutan pidana.

Pendekatan ini menekankan pentingnya keadilan substansial, di mana keputusan pengadilan didasarkan pada fakta dan bukti yang sebenarnya, bukan hanya pada teknis prosedural semata.

Sehingga dengan demikian kebenaran materil tidak hanya mengandalkan satu bukti, misalnya hanya mengandalkan pengakuan terdakwa. Pengakuan terdakwa semata tidak cukup bagi Hakim untuk memutus kan seseorang bersalah. 

Ada adagium yang sering dipegang oleh Hakim ketika mengambil keputusan dimana, lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.

Pencapaian keadilan dalam kasus  pidana dengan prinsip kebenaran materil menjadi sangat penting karena tujuannya adalah untuk memastikan bahwa keputusan pengadilan didasarkan pada fakta yang sebenarnya dan keadilan yang sebenarnya bagi semua pihak yang terlibat, termasuk terdakwa, korban, dan masyarakat secara luas.

Upaya mencari kebenaran materil ini mengharuskan penyelidikan yang teliti, pengumpulan bukti yang akurat, serta penilaian yang adil dari fakta-fakta yang ada untuk mencapai keputusan yang adil dan benar dalam kasus pidana.

Kegagalan Mencapai Kebenaran Materil.

Sehebat apapun sistim hukum pidana dalam mencari dan mencapai kebenaran materil, tentu adakalanya pada waktu dan kasus tertentu mengalami kegagalan.

Ada beberapa halangan baik karena disebabkan kondisi (keadaan) maupun karena faktor manusianya yang dapat menghalangi tercapainya kebenaran materil dalam suatu kasus pidana.

Misalnya dalam hal  keterbatasan bukti fisik atau saksi yang tersedia dapat menjadi halangan utama dalam mencari kebenaran materil dalam kasus pidana.

Sebagaimana kita ketahui dalam suatu peristiwa tindak pidana, pelaku akan selalu berusaha untuk menyembunyikan kejahatannya yaitu dengan melakukannya tanpa bukti ataupun kalau meninggalkan bukti berusaha dengan seminim mungkin.

Jika bukti yang diperlukan untuk membuktikan kesalahan atau kebenaran suatu dakwaan tidak cukup, maka mencapai kebenaran materil menjadi sulit.

Atau bisa juga terjadi tindakan manipulasi atas bukti atau pemalsuan bukti oleh pihak yang terlibat dalam kasus pidana dengan tujuan untuk  menghambat upaya mencari kebenaran materil.

Dengan adanya manipulasi bukti akan menyebabkan Penyidik kesulitan dalam mengidentifikasi fakta sebenarnya serta mempengaruhi keputusan pengadilan.

Dalam kasus-kasus tertentu, bisa saja aparat kesulitan karena kurangnya sumber daya, keterbatasan teknis, atau kurangnya keahlian dalam penyelidikan pidana yang dapat menjadi hambatan dalam mengungkap kebenaran materil. Misalnya dalam kasus-kasus unik seperti kejahatan cyber yang membutuhkan keahlian khusus

Bisa juga karena adanya kesaksian palsu, saksi menghilang, saksi tidak konsisten, atau tidak dapat dipercaya dari saksi-saksi kunci yang ada dalam kasus.

Saksi-saksi yang demikian dapat mengaburkan fakta sebenarnya dan menghalangi pencarian kebenaran materil.

Seperti kasus Vina, Pengacara Terpidana mencurigai adanya kesaksian palsu atas saksi Dede dan Aep yaitu orang yang melaporkan kepada Iptu Rudiana (ayah korban Eky) keberadaan gang motor yang membunuh anaknya.

Menurut Titin kedua saksi tersebut tidak pernah ada dan tidak pernah ditampilkan kemuka persidangan Pengadilan (saksi menghilang) dengan alasan sulit ditemukan.

Intervensi atau tekanan dari pihak-pihak tertentu, termasuk pihak berwenang atau pihak-pihak yang berkepentingan, dapat mempengaruhi proses peradilan dan menghalangi upaya mencari kebenaran materil.


Dalam kasus Vina, menurut Pengacara terpidana Jogi Nainggolan telah terjadi intervensi oleh orang tua korban (Eky) yang juga sekaligus sebagai Polisi (Iptu Rudiana).

Pelanggaran prosedur hukum, misalnya pada waktu penangkapan Tersangka atau kekurangan dalam penyelenggaraan proses peradilan dapat merugikan upaya mencari kebenaran materil dalam suatu kasus pidana.

Menurut cerita Pengacara terpidana Titin bahwa penangkapan kliennya pada waktu kejadian tidak dilengkapi dengan Surat Penangkapan yang sah. Penangkapan dilakukan oleh aparat hanya berdasarkan perintah lisan.

Upaya untuk mengatasi halangan-halangan sebagaimana yang diuraikan di atas memerlukan kerja sama antara berbagai pihak yang terlibat dalam proses peradilan, penegakan hukum yang transparan dan akuntabel, serta komitmen untuk menjaga integritas dan keadilan dalam sistem hukum.

Masyarakat tentunya penasaran atas segala info yang disampaikan oleh pihak Pengacara Terpidana. Apalagi menurut keterangan para Pengacara tersebut bahwa semua keberatan dan argumentasi yang mereka sampaikan sebetulnya telah disampaikan dalam pledoi dan telah mengajukan argumentasi  keberatan di sidang Pengadilan, namun Hakim mengabaikan semua keberatan tersebut.

Sebetulnya masih ada kesempatan bagi Terpidana untuk mencari keadilan dan menemukan kebenaran materil yaitu dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun 1981, peninjauan kembali merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia.

Dengan adanya PK, maka masyarakat berharap mendapatkan gambaran yang jelas dan terang secara hukum tentang duduk perkara kasus Vina, karena akan di sidang lagi oleh Hakim PK dengan lebih serius, akuntabel untuk mencapai kebenaran materil agar terjaga integritas dan keadilan dalam sistem hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun