Hal ini juga mencakup hak untuk mengkritik pemerintah atau institusi, serta untuk menyuarakan pendapat yang mungkin kontroversial atau tidak populer. Misalnya dengan mengawasi jalannya proses Pemilu, melihat dan mencatat kecurangannya, mengkritik dan mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hak-hak demikian juga dijamin oleh Undang-Undang melalui jalur legal dengan melaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan/atau mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Namun demikian, perlu untuk diingat bahwa kebebasan berpendapat juga memiliki batas-batas tertentu, seperti larangan terhadap penyebaran kebencian (hate speech), diskriminasi, atau penyebaran informasi palsu (hoaks) yang dapat menyebabkan kerusakan atau membahayakan orang lain.
Di media sosial masih banyak kita lihat hak kebebasan berpendapat ini digunakan kebablasan dengan melakukan ujaran kebencian (hate speech), diskriminatif atau menyebarkan informasi palsu (hoaks).
Sebagaimana kita ketahui, dalam kebebasan berpendapat, terdapat tanggung jawab bersama untuk menggunakan hak tersebut dengan bijak secara bertanggung jawab.
Seharusnya siapapun menyadari bahwa kebenaran, bukanlah eklusif dimiliki oleh seseorang/kelompok/golongan. Oleh karena kebenaran itu relatif sifatnya, sehingga seharusnya kita juga membuka hati untuk mendengarkan, walakin ngotot merasa benar sendiri.
Memaksakan kebenaran sendiri dengan membabi buta dengan melampiaskan dengan caci maki, rasis dan menyebarkan hoaks bukanlah merupakan langkah bijak dan keluar dari prinsip kebebasan berpendapat.
Tujuan Kebebasan Berpendapat
Kebebasan Berpendapat yang kebablasan seperti memaki-maki dengan kata kasar dan tidak pantas terhadap Pasangan Calon (Paslon) yang bukan preferensi pilihan kita, bisa akan menjadi boomerang bagi yang melontarkan.
Menuduh Paslon pihak lain tanpa data konkrit dengan nada rasis, misalnya merendahkan etnis asal usul, memasalahkan agama yang dianut, bukanlah merupakan cara menyampaikan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab.
Apalagi, apabila menyebarkan berita bohong (hoaks) seperti menyebarkan data hasil Pemilu (quick count, real count yang sedang berjalan) tanpa referensi yang benar, untuk hanya sekedar memuaskan nafsu takut dikatakan kalah, merupakan tindakan ilegal melanggar ketentuan.
Sehingga kebebasan berpendapat yang benar adalah kebebasan berpendapat yang patuh dengan batas-batas tertentu.