Tentunya alasan-alasan yang dikemukakan banyak tidak benarnya, karena rambut gondrong tidak selalu membuat siswa urakan, berandalan dan kriminal. Soal kerapian, bisa saja rambut gondrong dibuat rapi dan artistik.
Sehingga dengan demikian guru tidak boleh semena-mena memotong rambut siswanya dengan alasan aturan sekolah. Kejadian guru dengan seenaknya memotong rambut siswa seakan-akan dapat dibenarkan karena merupakan hal yang lumrah dilakukan selama ini
Namun, semua wajib tahu, bahwa guru sejak tahun 2002 seharusnya sudah dilarang memotong rambut siswanya di sekolah dengan alasan aturan sekolah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) yang secara hirarki perundang-undangan jauh diatas aturan sekolah, guru dilarang memotong rambut siswanya dan dapat diancam dengan ancaman penjara.
Guru yang menggunting Rambut siswanya di sekolah bisa dianggap telah  melanggar pasal 76A huruf a UU Perlindungan anak yang isinya;
Setiap orang dilarang memperlakukan anak secara  diskriminatif  yang mengakibatkan anak mengalami kerugian baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.
Dan berdasarkan Pasal 77 UU Perlindungan Anak, setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Materi aturan tertulis sekolah (apalagi tanpa ada aturan) yang membuat larangan berambut gondrong bagi siswa merupakan larangan yang diskriminatif yang merugikan siswa.
Sejak tahun 2002 yaitu sejak berlakunya UU Perlindungan Anak, Siswa dilindungi oleh praktik-praktik diskriminatif demikian berdasarkan Undang-Undang. Sehingga  setiap orang yang mencoba melanggarnya (termasuk guru di sekolah) dapat diancam dengan hukuman penjara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H